Denpasar (Metrobali.com)-

Pengadilan Negeri dinilai tidak memiliki kewenangan menangani perkara sengketa proses Pemilu, terlebih memutuskan penundaan tahapan Pemilu hingga Juli 2025 seperti yang diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

“Berdasarkan UU Pemilu bahwa sengketa proses Pemilu hanya bisa ditangani oleh Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PN tidak memiliki kewenangan menangani sengketa Pemilu apalagi memutuskan menunda tahapan Pemilu,” kata Ketua Komite Demokrasi (KoDE) Bali Dr. Gede Suardana kepada media, Kamis (2/3/2023).

Suardana yang juga ketua KPU Buleleng 2013-2018 ini menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pemilu No 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa penyelesaian sengketa proses Pemilu hanya bisa ditangai oleh Bawaslu dan PTUN.

Pasal 469 menyebutkan Bawaslu memiliki kewenangan menangani sengketa administrasi proses Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu. Penetapan daftar calon DPD, DPR, DPRD, dan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Jika para pihak tidak menerima putusan Bawaslu maka dapat mengajukan banding ke PTUN bukan ditangani oleh PN,” kata Suardana yang juga bakal calon DPD RI Dapil Bali ini.

Ia menambahkan bahwa sesuai pasal 470 menyebutkan bahwa sengketa proses Pemilu yang ditangani oleh PTUN adalah partai politik yang tidak lolos proses verifikasi pasca dikeluarkannya keputusan KPU tentang penetapan partai politik peserta Pemilu.

Pasal 471 menyatakan bahwa gugatan dapat diajukan ke PTUN setelah gugatan adminstrasi di Bawaslu telah dilakukan. Putusan PTUN bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

Suardana mendukung KPU dan Bawaslu agar tidak mengindahkan putusan PN Jakarta Utara atas perkara Partai Prima yang tidak menerima keputusan KPU tentang penetapan peserta Pemilu 2024. “Tetap laksanakan Pemilu 2024 sesuai tahapan berdasarkan amanay UU dan PKPU,” katanya.