Jakarta (Metrobali.com)-
Pengelolaan lahan terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang terus intensif dilakukan setiap tahunnya, tidak terlepas dari peran Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kementerian / Lembaga terkait lainnya. Untuk itu, diperlukan suatu koordinasi antara stakeholder terkait dalam rangka pelaksanaan pemulihan kontaminasi dan tanggap darurat Limbah B3.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan perlu ada penguatan kelembagaan baik di pusat maupun daerah dalam melakukan penanganan kedaruratan maupun pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
“Perlu ada pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah yang meliputi update data lahan terkontaminasi melalui identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3; pengawasan kegiatan yang berpotensi menyebabkan lahan terkontaminasi Limbah B3; dan law enforcement terkait kegiatan yang menyebabkan lahan terkontaminasi Limbah B3,” terang Rosa Vivien, saat membuka Rapat Koordinasi Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 yang digelar secara daring dan luring di Bandung, Rabu (16/6).
Berdasarkan data yang telah dihimpun KLHK dari tahun 2015-2020 menunjukkan indikasi kasus-kasus lahan terkontaminasi limbah B3 meningkat, baik yang diakibatkan oleh kegagalan atau kelalaian saat beroperasi, kesengajaan/ketidak-patuhan, bencana alam, maupun kegiatan masyarakat dalam mengelola limbah B3.
“Rata-rata kejadian kedaruratan limbah B3 di Indonesia kurang lebih 35 kejadian setiap tahunnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kasus-kasus pencemaran yang baru,” tutur Rosa Vivien.
Oleh karena itu, tujuan dari penyelenggaraan Rapat Koordinasi ini adalah untuk membahas penyusunan strategi nasional pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat Limbah B3 melalui sinkronisasi program kerja dan pembagian peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang pemulihan dan sistem tanggap darurat pengelolaan Limbah B3 antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Penanggung Jawab Usaha/Kegiatan.
“Sinergi antar pihak sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu, KLHK siap memberikan dukungan baik berupa konsultasi dan diskusi, maupun pendampingan,” ungkap Rosa Vivien.
Dari rakor ini, diharapkan juga adanya pembagian tugas dan peran yang jelas dalam mencegah terjadinya kasus-kasus pencemaran akibat pengelolaan limbah B3. Sehingga, pada akhirnya akan terwujud lingkungan yang bersih dan sehat.
Dalam laporannya, Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, Haruki Agustina, menyampaikan rakor ini merupakan tahap awal dari penyusunan perencanaan yang baik dalam pengelolaan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat limbah B3, penganggaran dan pelaksanaannya. Para pihak diharapkan dapat menyelaraskan program kerja dalam penyusunan strategi nasional pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat Limbah B3.
“Rakor ini merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi kejadian kedaruratan B3 dan/atau Limbah B3 sedini mungkin dan pelaksanaan pemulihan lingkungan hidup dengan baik,” kata Haruki.
Kegiatan rapat koordinasi pada 16-18 Juni 2021 ini, diikuti lebih kurang 500 orang peserta baik dari K/L terkait, DLH dan BPBD Provinsi, Kabupaten/Kota seluruh Indonesia maupun penanggung jawab usaha/kegiatan yang melakukan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3. Acara ini sebagian besar dihadiri secara daring dan sebagian kecil diikuti secara offline dengan protokol COVID-19. Adapun narasumber yang memberikan materi adalah dari Direktorat PKTDLB3, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung.
Editor : Hana Sutiawati