Denpasar (Metrobali.com)-

                Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat, Putu Wirata Dwikora, menyatakan, kalau benar ada SK Gubernur Bali untuk mereklamasi Telok Benoa seluas 838 ha, yang menurut media didasarkan atas  Rekomendasi Ketua DPRD Bali hasil kajian (sementara) dari  LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UNUD, hal itu sangat disayangkan dan sebaiknya semua pihak yang bertanggung jawab mau membeberkan apa yang telah mereka kerjakan selama ini, sampai akhirnya terjadi polemik yang menghebohkan masyarakat Bali sekarang ini. Dan kalau benar keluarnya SK Gubernur tersebut mendasarkan pada Rekomendasi DPRD Bali dan kajian LPPM UNUD, perlu dibentuk Tim Investigasi Independen untuk menelusuri asal-muasal terbitnya SK Gubernur, Rekomendasi DPRD Bali maupun hasil FS sementara LPPM UNUD.
Tim ini harus independen, memiliki integritas dan merekomendasikan hasil yang akuntabel dan transparan. Sebab, tanpa Tim Investigasi Indenden, bakalan sulit  mencari penyelesaian dari kisruh ini, apalagi kalau pihak-pihak yang bersangkutan saling melempar tanggung jawab. Dari penelusuran yang objektif akan ketahuan dimana kelemahan dari SK Gubernur, Rekomendasi Ketua DPRD Bali maupun kajian sementara LPPM UNUD. Rekomendasi Tim Investigasi Independen tentu saja tergantung dari hasil penelusuran dan investigasi yang dilakukan dan harus diberi kewenangan yang luas untuk membuat rekomendasi tanpa intervensi pihak manapun. Tim ini diperlukan,mengingat dari polemik yang berkembang, Gubernur, DPRD Bali maupun LPPM berada dalam posisi yang dipertanyakan masyarakat, terkait kebijakan reklamasi Teluk Benoa ini.
                Kalau Gubernur dan Ketua DPRD Bali memperhatikan partisipasi masyarakat serta menghargai prinsip clean government and good governance, setelah polemik yang menghebohkan ini semestinya mereka bicara terbuka ke masyarakat, agar pertanyaan-pertanyaan masyarakat dan argumen-argumen kedua petinggi Bali itu diuji secara terbuka.
                Putu menyayangkan, menyangkut rencana reklamasi Teluk Benoa tersebut, baik Gubernur, Ketua DPRD Bali dan Anggotanya, juga LPPM UNUD,terkesan kurang terbuka dan menyembunyikan sesuatu dari masyarakat. Kalau perdebatan dan polemik muncul dalam perencanaan awal, hasilnya pasti lebih positif. Tetapi, karena SK sudah keluar dan keluarnya diam-diam tanpa partisipasi masyarakat,kecurigaan-kecurigaan yang muncul bahwa ada uang besar dibalik kebijakan ini, menjadi sangat beralasan.
                ”Selama ini, berbagai kebijakan maupun program serta proyek pembangunan Provinsi maupun Kabupaten, dibicarakan secara transparan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti PHDI, MUDP, PHRI, dan lain-lain. Seperti pembangunan PLTU Celukan Bawang Buleleng, JDP di kawasan mangrove Ngurah Rai, jalan bebas hambatan Soka-Seririt, penetapan kawasan-kawasan strategis provinsi maupun kabupaten, setahu kami, PHDI selalu diajak membahas. Mengapa tiba-tiba ada kajian reklamasi Teluk Benoa oleh LPPM UNUD, lalu ada rekomendasi Ketua DPRD Balidan SK Gubernur Bali, tetapi PHDI tidak dilibatkan seperti dalam kebijakan-kebijakan lainnya? Bagaimanakah halnya partisipasi masyarakat lainnya, seperti MUDP, LSM-LSM yang konsen terhadap pelestarian dan penyelamatan lingkungan hidup, tokoh masyarakat yang konsen terhadap pelestarian dan pengembangan budaya,dan sebagainya. Sebab, sebagai pemangku kepentingan, PHDI berkepentingan mengetahui kajian dan rencana itu, karena tanggung jawab majelis ini mewakili aspirasi dan kepentingan umat Hindu di Bali,” kata Putu Wirata.
                ”Sesuatu yang direncanakan secara tertutup,bertentangan dengan prinsip demokrasi serta prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan baik. Diantara prinsip-prinsip itu adalah partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, orientasi pada kesetaraan,akuntabilitas, transparansi, , efisiensi dan efektivitas,
Ini ada apa, dan lain-lain. Sikap tertutup ketiga pihak tersebut menyebabkan masyarakat kehilangan ruang untuk berpartisipasi,” imbuh Putu Wirata.
                Secara teoritis, pengabaian terhadap prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih paralel dengan adanya sesuatu yang patut diduga menyimpang, seperti kemungkinan adanya gratifikasi dan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya.RED-MB