Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi.

Karangasem (Metrobali.com)

Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali kembali menyoroti berbagai kerusakan lingkungan yang semakin parah di Karangasem akibat aktivitas penambangan galian C (seperti penambangan pasir) yang tidak terkendali, dan banyak pula yang tidak berizin alias bodong.

Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi bersama tim beberapa hari ini kembali turun ke sejumlah titik galian C di Karangasem dan mengaku sangat miris serta prihatin dengan kerusakan lingkungan yang terjadi yang disinyalir sudah terjadi puluhan tahun namun tidak juga mendapat penanganan. Malahan aktivitas galian C yang merusak lingkungan kini makin massif.

“Sebagai aktivis lingkungan kami sangat sedih melihat kondisi kerusakan lingkungan yang begitu parah yang pasti sudah berlangsung puluhan tahun. BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan akibat aktivitas galian C yang tidak terkendali ini,” kata Subudi, Selasa (17/11/2020).

Bagi BIPPLH kerusakan lingkungan yang terjadi di Karangasem dan tidak mendapatkan penanganan serius Pemerintah Kabupaten Karangasem sangat tidak sejalan dengan visi Gubernur Bali Wayan Koster Nangun Sad Kerthi Loka Bali yang memberikan penekanan pada aspek pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan.

Karenanya, BIPPLH Bali berharap Gubernur Bali agar menurunkan tim dari Pemerintah Provinsi Bali untuk melakukan pengawasan dengan sangat ketat terkait aktivitas penambangan galian C di Karangasem.

“Izin penambangan pasir yang dikeluarkan Pemprov Bali perlu diperketat dan segera diverifikasi ulang untuk memastikan antara izin dan titik penambangan seimbang. Pengawasan sejak dini melalui sidak dalam tujuan verifikasi agar tidak terjadi penyimpangan izin di lapangan sangat diperlukan,” papar Subudi yang juga Waketum Kadin Bali.

Begitu pula terkait keluar masuk kendaraan pengangkut di setiap titik pungut retribusi, kata Subudi, perlu ada kolaborasi permanen antara Pemprov Bali dan Pemkab Karangasem.

“Perlu diverifikasi kendaraan-kendaraan angkut diwajibkan mengangkut material dari aktivitas tambang pasir berizin agar kalau ada tambang pasir yang tidak berijin akan bangkrut sendiri. Inilah diperlukan kolaborasi pengawasan lebih konkret untuk kebaikan Bali secara luas,” tuturnya.

Jika ada ditemukan titik pemungutan retribusi yang tidak resmi maka perlu dilakukan pengawasan khusus. “Titik retribusi di Selat, Kubu, Bebandem perlu segera ada audit dari tim independen. Pemungutan retribusi sebaiknya ada pengawasan dari Pemprov,” tegas Subudi.

Aktivis lingkungan seperti BIPPLH meyakini  semakin tertib administrasi pengelolaan tambang akan berdampak terhadap pemasukan retribusi untuk mensejahterakan masyarakat secara lua. Muaranya lingkungan hidup bisa terjaga kelestariannya dan bisa diwariskan kepada anak cucu kita kelak sebagai warisan peradaban masa depan yang sehat lahir bathin.

“Bagi kami aktivis, silahkan ambil kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara luas tapi alam tidak boleh dirusak dengan alasan apapun. BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan dengan dalih apapun,” tegas Subudi lagi.

Namun kondisi berbeda dan berbanding terbalik terjadi di Karangasem. Kerusakan lingkungan dari aktivitas galian C makin parah tapi masyarakat tidak mendapatkan kesejahteraan dari aktivitas tambang ini.

Kalau dibandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari galian C ini dengan kerusakan begitu parah yang ditimbulkannya tidak sebanding, masyarakat Karangasem belum sejahtera dan masih berada di garis kemiskinan.

“Mestinya sangat berimbang. Sekarang kenapa belum sejahtera?  Ini yang mesti dicari akar masalahnya dimana tersumbat,” kata Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? “Kita tidak mencurigai siapapun ataupun mencari-cari kesalahan, siapa yang salah, siapa yang benar. Kita hanya berharap agar pihak Pemprov Bali melakukan pengawasan yang sangat ketat,” ujar Subudi.

BIPPLH pun berharap pemimpin di Karangasem tegas mengikuti dan menjalankan visi Gubernur Bali yakni Nangun Sad Kerthi Loka Bali. Harus ada perubahan paradigma, reorientasi pembangunan di Karangasem yang selama ini mengorbankan lingkungan tapi tidak sebanding juga dengan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

“Karangasem jangan sampai salah urus, salah kelola, lingkungan dieksploitasi sehingga kerusakan lingkungan demikian parah dan massif, tapi masyarakatnya tidak  merasakan kesejahteraan. Kondisi itu sama sekali tidak bisa dibantah,” ungkap Subudi.

“Tapi masih ada kesempatan untuk mengubah kondisi ini jika pemimpin dan seluruh elemen di pemerintahan dan masyarakat punya visi yang sama bagaimana lingkungan Karangasem terjaga dan masyarakat bisa sejahtera,” pungkas Subudi. (wid)