Gianyar (Metrobali.com) –

Kuasa Hukum warga Nyoman Lama dan Nyoman Toplo Ariadi, Wayan Sutita menegaskan pihak Puri Sayan Ubud telah menyampaikan keterangan palsu terkait penguasaan lahan di wilayah Br. Baung, Sayan seluas kurang-lebih 1,5 hektare. Wayan Sutita yang kerap disapa Wayan Dobrak ini menyatakan kedua kliennya adalah pihak yang menguasai lahan tersebut secara terus-menerus dan turun-temurun sejak zaman kerajaan. Demikian disampaikan Wayan Dobrak usai mediasi yang diprakarsai Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Gianyar berlangsung di aula Kantor Perbekel Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Rabu (12/4/2023).

“Kalau sekarang pihak Puri Sayan membuat penguasaan fisik, hal yang sama, itulah yang melanggar hukum. Itu namanya keterangan palsu. Tidak pernah menguasai tanah, dia bilang menguasai tanah. Itu ada dugaan keras unsur pidana. Yang dirugikan adalah klien saya yang sampai saat ini tidak bisa terbit sertifikat. Hampir sudah 3 tahun. Mohon diperhatikan ini. Bila perlu saya akan lapor dengan Bapak Panglima yang sekarang Menteri ATR/BPN yang akhir-akhir ini getol mendengungkan berantas mafia tanah,” tandas Wayan Dobrak.

Hadir dalam acara tersebut Perbekel Desa Sayan I Made Andika selaku tuan rumah, Kakantah Kabupaten Gianyar I Made Sumadra, Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran Ketut Semara Putra, Kasi Survei dan Pemetaan I Nyoman Suradnya, Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa I Gusti Ngurah Gede Darma Arta, Kuasa Hukum dari warga Wayan Sutita dan I Gusti Ngurah Putu Alit Putra, warga bernama Nyoman Toplo Ariadi dan Nyoman Lama. Selanjutnya Kuasa Hukum dari Puri Sayan AA Ngurah Mukti Prabawa Redi, dan rekan. Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Sayan I Nyoman Darmayasa, Babinsa Desa Sayan, dan Bhabinkamtibmas Desa Sayan.

“Kami sangat menyayangkan prinsipal dari Puri Sayan yakni Cokorda Gede Arjana dan Cokorda Bagus Ari Santika tidak hadir dalam mediasi padahal keterangannya sangat dibutuhkan. Begitu pula perwakilan dari BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Gianyar tidak menampakkan batang hidungnya,” ungkapnya kepada media usai acara mediasi didampingi I Gusti Ngurah Putu Alit Putra.

Wayan Dobrak menjelaskan leluhur hingga keturunannya saat ini I Nyoman Toplo Ariadi dan I Nyoman Lama selama ratusan tahun sudah tinggal dan menguasai lahan tersebut, justru diklaim kepemilikannya oleh Puri Sayan Ubud.

Nyoman Toplo Ariadi dan I Nyoman Lama mengaku sebagai pemilik sah lahan sekitar 1,5 hektare tersebut terbagi masing-masing seluas 45 are dan 65 are dengan bukti kepemilikan hak (sertifikat) yang mereka peroleh melalui program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2019 lalu. Hal itu malah sempat diakomodir sendiri oleh Perbekel Desa Sayan I Made Andika dengan disertakan bukti surat pembayaran pajak (SPPT PBB) terkait kepemilikan lahan tersebut yang sudah ditempatinya selama ratusan tahun warisan orangtuanya.

Dalam perjalanannya, kedua pihak tersebut mengalami keterhambatan dikarenakan ada pihak lain dari Puri Sayan yang merasa keberatan jika lahan tersebut disertifikatkan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Gianyar dengan putusan nomor: 2/Pdt.G/2021/PNGin, yang membuat polemik semakin meruncing dengan adanya surat pernyataan pencabutan tanda tangan oleh Perbekel Desa Sayan, I Made Andika, saat PTSL atas nama Nyoman Toplo Ariadi dan I Nyoman Lama sedang dalam proses penyertifikan.

“Ada pihak yang berkeberatan dari tahun 2019 hingga detik ini, walaupun telah mengajukan gugatan dan gugatannya ditolak. Padahal, gugatan dari pihak penggugat (Puri Sayan-red) dalam perkara perdata di PN Gianyar sudah ditolak Majelis Hakim. Pihak penggugat juga tidak melakukan upaya banding. Panitera sudah mencatatkan putusan PN Gianyar Nomor: 2/Pdt.G/2021/PNGin tertanggal 9 Januari 2021 telah berkekuatan hukum tetap (inkracht-red),” urai Wayan Dobrak dari Dobrak Law Office Jl. Tukad Balian No. 156 Renon, Denpasar.

Ia mengatakan status lahan yang dimiliki oleh kliennya saat ini yaitu tanah hak milik adat yang telah dikuasai turun-temurun yang dapat dikonversi menjadi hak milik sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dengan bukti berupa SPPT (Surat Pemberitahuan Pembayaran Pajak) dan pipil-pipil robek yang dimiliki sejak dulu.

“Sudah ada putusan inkracht dari PN Gianyar yang memenangkan klien kami. Jadi, secara hukum legal Pak Toplo dan Nyoman Lama sah sebagai pemilik lahan tersebut. Masalahnya sekarang pensertipikatannya dihambat oleh Pak Mekel (Perbekel-red),” singgungnya.

Lebih lanjut I Gusti Ngurah Putu Alit Putra menduga kuat ada tindak pidana dalam kasus sengketa yang dialami kliennya, sempat disebutkan bahwa Perbekel Desa Sayan telah melawan program kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menghambat proses PTSL warganya, di mana Kepala Desa telah menerbitkan Surat Pernyataan “Pencabutan Tanda Tangan” sehingga proses PTSL warganya tersebut seluas 1 hektar lebih terhambat selama 3 tahun.

“Kami menyayangkan pencabutan tanda tangan pada Sporadik (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah), secara de facto keluarga I Bondolan tinggal di sana itu terungkap dari fakta persidangan bahkan oleh saksi yang dibawa oleh Penggugat beberapa waktu silam. Dalam sidang di PN Gianyar,” papar Ngurah Alit panggilan akrabnya.

Sementara itu, Perbekel Desa Sayan, I Made Andika, yang juga turut menyaksikan proses mediasi oleh BPN Gianyar dengan kedua belah pihak yang bersengketa, saat disinggung perihal tersebut mengamini bahwa telah menandatangani tanda Surat Pernyataan Pencabutan Tanda Tangan tertanggal 3 Oktober 2022.

Ia mengaku melakukan hal itu dengan telah mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan tidak memihak salah satu pihak yang berkonflik, sehingga selaku aparatur pemerintah dirinya memutuskan untuk mengembalikan permohonan ke titik awal.

“Jadi kami selaku perbekel ingin berlaku adil pada kedua belah pihak. Kami tidak mau larut dalam permasalahan ini, silahkan sudah ada ranahnya, di mana tempat jika ingin membuktikan kebenaran diri masing-masing. Saya kembalikan ke titik nol,” kilah I Made Andika.

Dalam kesempatan itu Kakantah Gianyar I Made Sumadra menyebut, pihaknya sudah melakukan pengecekan untuk mencari kebenaran dari batas-batas lahan yang dimaksud tersebut, hingga terbitlah sertifikat atas nama I Nyoman Toplo Ariadi dan I Nyoman Lama atas lahan tersebut pada akhir 2019 lalu.

“Kami sangat berharap dengan kehadiran kedua pihak di sini duduk bersama. Astungkara, dengan mediasi ini bisa menemukan titik terang dan solusi yang baik dari masing-masing pihak,” harapnya.

Diakhir mediasi belum ada kata mufakat dari kedua pihak yang bersengketa, sehingga pihak Kakantah Gianyar yang terhitung sudah ketiga kalinya menggelar mediasi terkait polemik yang terjadi, berharap kedua pihak untuk dapat melakukan diskusi mencari win win solution di luar agenda mediasi yang digelar secara kekeluargaan sebelum berlanjut ke pengadilan.

Dimintai tanggapan hasil mediasi, Kuasa Hukum dari Puri Sayan Ubud yang diwakili A A Ngurah Mukti Prabawa Redi enggan banyak berkomentar, dirinya menegaskan akan tetap melakukan proses hukum selanjutnya apabila melalui mediasi tidak ditemukan solusi.

“Ya kan sudah dilakukan mediasi hari ini (12/4/2023) oleh Kakantah. Kita sih harapkan ada titik terang, seandainya tidak, ya proses hukum tetap akan kita lanjutkan,” tutup Agung Redi terburu-buru. (hd)