Kasus Klihan Adat Selingkuh, Bendesa Yehembang Diminta Tegas
Jembrana (Metrobali.com)-
Sejumlah krama (warga) Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana juga meminta Bendesa untuk segera menjatuhkan sanksi sesuai awig-awig desa.
Pasalnya, sejak oknum klihan adat tersebut tertangkap basah selingkuh bulan lalu, pihak desa (Bendesa) sampai sekarang belum menggelar paruman. Tindakan bendesa tersebut oleh sejumlah krama dinilai pilih kasih.
Dari informasi, Gusti PMT (52), oknum klihan adat di Desa Yehembang ini tertangkap basah oleh pecalang dan warga saat berduaan di dalam kamar dengan Ni Nengah NT (46), pada tanggal 26 Oktober lalu.
Perselingkuhan tersebut menurut warga pertamakali diketahui oleh Putu YT, suami dari Ni Nengah NT.
Sekitar pukul 22.30 Wita YT yang sedang pisah ranjang ini melihat oknum klihan adat datang dengan mengendap-ngendap ke rumahnya, dan masuk ke kamar istrinya.
YT, menurut beberapa warga sebenarnya sudah lama mencium aroma perselingkuhan tersebut. Namun karena kurang bukti, dibiarkan. Pisang ranjang dengan istrinya NT konon juga dipicu adanya perselikuhan tersebut.
Agar tertangkap basah, YT kemudian minta tolong kepada tetangga lainnya untuk melaporkan kejadian tersebut kepada ketua pecalang desa setempat.
Bersama beberapa pecalang dan warga lainnya, kedua pasangan selingkuh tersebut akhirnya digrebek saat berduaan di dalam kamar.
Kasus tersebut sempat diselesaikan secara kekuargaan, dengan catatan oknum klihan adat itu diberikan sanksi adat. Namun sampai sekarang bendesa belum juga menjatuhkan sanksi. Sehingga warga kembali mempertanyakannya.
“Kami minta bendesa tegas menjalankan awig, tidak pilih kasih. Baru pelakunya klihan adat, bendesa tidak berani mengambil tindakan” ujar salah satu warga, Minggu (6/11).
Ketua Pecalang Desa Pakraman Yehembang, Dewa Putu Arka membenarkan adanya penggrebegan tersebut.
“Keduanya sempat diamankan, kemudian kami laporkan ke bendesa, baik secara lisan maupun tertulis” ujarnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Desa Pakraman Yehembang Ngurah Gede Aryana mengatakan oknum klihan adat itu sudah dinonaktifkan dari jabatannya.
“Untuk sanksi adat, kami akan menggelar paruman terlebih dahulu, dan memanggil keduanya” ujarnya.
Menurutnya, dalam awig ada tiga sanksi yang harus dijalani pelaku perselikuhan diantaranya, Jiwa Danda, pelaku meminta maaf kepada seluruh warga, Artha Danda, pelaku wajib membayar denda sebesar Rp.2 juta dan Ngaskara Danda, pelaku wajib menggelar upacara pecaruan.
“Kami tidak pilih kasih. Kami sudah menindaklanjutinya. Karena dalam melaksanakan awig ada mekanisme yang harus kami laksanakan” ujarnya. MT
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.