Buleleng, (Metrobali.com)-
Perhelatan akbar pesta demokrasi Pemilu tinggal setahun lagi, namun diwarnai berbagai persoalan yang membuat masyarakat menjadi kebingungan, baik itu tentang Pemilu terancam ditunda maupun tentang sistem Kepemiluan Proporsional Terbuka dan Tertutup.

Polemik Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup masih menjadi pro dan kontra di kalangan partai politik. Polemik ini sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) dan belum di putuskan apakah akan menggunakan sistem proporsional tertutup atau terbuka.

Mengingat Jika sistem proporsional tertutup akan membuat para pemilih hanya melihat logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).

Sementara dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun calon anggota legislatif yang diinginkannya. Sistem proporsional terbuka mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009. Sebelumnya, sistem pemilu Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup.

Terkait Proporsional ini, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana,SP menegaskan untuk Pemilu Proporsional Terbuka, rawan akan terjadi praktek politik transaksional. Artinya jika ingin maju sebagai pemimpin atau anggota dewan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai uang. Sedangkan orang yang tidak mempunyai uang, meskipun mempunyai kemampuan tidak akan bisa menjadi pemimpin.

“Berbeda dengan Pemilu Proporsional Tertutup, dalam hal ini, di internal partai yang memilih. Sehingga bisa menentukan kualitas” tegasnya, usai melakukan kunjungan kerja ke Singaraja, pada Senin, (13/3/2023).

Iapun menyebut saat ini hanya dikuasi politisi yang punya uang saja. Padahal masih banyak orang-orang yang punya kemampuan. Terutama dari kalangan guru besar, ilmuan maupun praktisi hukum, namun mereka itu terkendala dengan masalah keuangan. Sehingga merela itu tidak tidak bisa bersaing.

“Padahal di DPR itu perlu sekali adanya anggota dewan dari kalangan ilmuan dan praktisi, untuk menyusun APBN, membuat undang-undang serta melakukan pengawasan,” ujar Kariyasa Adnyana.

Lebih lanjut dikatakan Pemilu Proporsional Terbuka, selain rentan praktek politik transaksional, juga ditakutkan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya serta kepentingan tertentu saja. Dan politisi yang tepilih juga di kawatirkan hanya mementingkan daerah pemilhan (dapil) yang di menangkan. Tidak berfikir bagaimana membuat peraturan dan kebijakan untuk kepentingan bangsa dan negara.

“Kalau Pemilu Proporsional Tertutup akan jauh mengurangi anggaran. Dimana dari puluhan triliunan yang dikelurakan pemerintah, hanya di gunakan 30 persennya saja. Sehingga bisa menghemat 70 persen.” urainya.

“Dalm hal ini, kami di PDI Perjuangan selalu siap, baik itu Pemiku Proporsional Terbuka maupun Tertutup. Kareana sudah terbukti dengan sistem terbuka pada Pemilu sebelumnya, dengan kemenangan dua kali. Artinya PDIP Perjuangan siap dengan tertutup dan terbuka. Kaderiasi di PDI Perjuangan juga sudah bagus sekali. Ada psikotes untuk mengetahui kualitas. Mengingat kalau tidak mampu bekerja dan menyerap aspirasi bisa di hukum oleh rakyat” pungkasnya. GS