Foto: I Gusti Agung Ayu Wulandari, S.Pd, M.Pd., Dosen di Prodi PGSD FIP Undiksha sejak tahun 2015.

Denpasar (Metrobali.com)-

Berbicara tentang Pendidikan tentu sangat erat kaitannya dengan masyarakat dan sekolah. Awalnya Pendidikan dianggap sebagai sebuah sarana mewariskan budaya kepada generasi muda agar mereka menguasai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang membantu mereka untuk hidup dimasyarakat. Namun setelah perkembangan zaman tidak mungkin para orang tua memberikan Pendidikan itu sendiri melalui system tutorial, dibentuklah sebuah sekolah atau Lembaga Pendidikan yang didalamnya tidak lagi hanya difungsikan sebagai pemelihara kebudayaan tetapi lebih penting lagi yaitu mengembangkan kebudayaan itu agar berguna dikehidupan bermasyarakat. Melalui Pendidikan pula generasi muda di didik menjadi orang yang diinginkan sehingga dibutuhkan program Pendidikan atau kurikulum sebagai sebuah produk Pendidikan yang didalamnya memuat berbagai kompetensi, nilai dan lain sebagai yang harus dikuasi generasi muda sesuai jenjang pendidikannya (Ansyar, Mohamad: 2017).

Seperti yang kita ketahui kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan hingga saat ini diterapkannya kurikulum merdeka. Pertanyaan yang sering kita temukan adalah mengapa kurikulum ini selalu berubah? Mengapa tidak ada kurikulum yang ajeg bisa digunakan di Indonesia? Pertanyaan yang sering kita temukan adalah mengapa kurikulum ini selalu berubah?

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan sebuah perumpamaan, ibarat seorang pacar kalua tidak cocok maka akan diganti dengan pacar yang baru yang lebih baik, seharusnya pergantian dari pacar 1 ke pacar lainnya mengalami sebuah proses evaluasi demi mendapatkan pasangan yang cocok dengan diri kita yang akan menemani kita sampai akhir hayat (Aslan: 2016). Sehingga bisa dikatakan kecocokan sebuah kurikulum bisa diterapkan secara ajeg di Indonesia dengan melalui proses evaluasi, semakin tinggi kecocokannya maka semakin tinggi kurikulum tersebut ajeg bisa diterapkan di Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan apabila tuntutan masyarakat semakin tinggi pada kualitas Pendidikan negaranya, maka kurikulum itu akan selalu berubah untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat tersebut.

Apa komponen yang mempengaruhi keberhasilan sebuah kurikulum?

Pendidikan merupakan suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri manusia yang semulanya ia tidak bisa menjadi bisa. Seiring dengan perkembangan zaman pendidikan pun juga mengalami sebuah perubahan di dalamnya. Yusuf (2015) mengatakan bahwa pendidikan ialah suatu sistem, sedangkan pembelajaran ialah salah satu bagian dari adanya kegiatan pendidikan. sebagai suatu sistem, tentunya pendidikan melibatkan banyak komponen yang diantaranya, yaitu (1) peserta didik (raw input), (2) input instrumen (instrumental input), (3) input lingkungan (enviromental input), (4) pelaksanaan pendidikan (process), dan (e) lulusan (product). Komponen pendidikan ini memiliki peranan masing – masing di dalam suatu pendidikan. Pada gambar berikut telah disajikan sebuah bagan yang menunjukkan hubungan antara komponen mentah (raw input), pemrosesan dan keluaran yang telah diproses.

Pendidikan yang bermutu tentunya tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan semua komponen sistem dalam pendidikan. Apabila semua komponen tersebut dapat berfungsi secara optimal menurut fungsinya masing – masing tentunya akan melahirkan suatu product dengan baik. Tetapi, menurut Agung (2013) untuk mengetahui tinggi rendahnya atau efektif tidaknya dari peran suatu komponen tersebut dapat dievaluasi melalui hasil belajar. Pendekatan ini dilakukan dengan asumsi dasar, bahwa jika hasil dari evaluasi tersebut menunjukkan hasil yang positif atau baik, maka diasumsikan bahwa faktor pendukung telah berfungsi dengan baik. Sebaliknya, jika sebuah evaluasi tersebut memperlihatkan hasil yang negatif atau tidak baik, maka diasumsikan bahwa faktor pendukung telah berfungsi dengan baik.

Berbicara tentang tranformasi Pendidikan tentu seluruh komponen yang ada pada gambar sebelumnya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, contohnya saja dari komponen proses yaitu penggunaan model pembelajaran. Kita ambil contoh model pembelajaran kooperatif, seperti yang kita ketahui sudah banyak penelitian yang menyebutkan model pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa, namun secanggih apapun sebuah model pembelajaran apabila tidak dilakukan secara maksimal oleh si komando pembelajaran yaitu guru maka bisa saja hasil yang didapatkan tidak semaksimal penelitian yang dilakukan sebelumnya.

Contoh lain misalnya dari komponen raw input yaitu siswa, apabila seorang siswa memiliki masalah dirumahnya tetapi tetap kesekolah dengan keadaan murung, banyak beban pikiran. Walaupun misalnya guru sudah sangat maksimal dalam mengajar, menggunakan berbagai media yang menarik, lingkungan belajar yang menyenangkan, tentu saja hasil yang didapatkan siswa tidak akan maksimal karena komponen siswa tadi mempengaruhi hasil belajarnya.

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa trasformasi Pendidikan dapat berlangsung dengan baik apabila seluruh komponen pembelajaran saling berinteraksi baik dan memberikan hubungan saling ketergantungan yang positif. Artinya komponen yang mempengaruhi keberhasilan sebuah kurikulum dapat dilihat dari berbagai aspek, tidak bisa memilih sebuah komponen sebagai tolak ukur.

 

Keberhasilan sebuah kurikulum perlu diukur dengan menggunakan sebuah Model Evaluasi Program

Sebuah program/ kurikulum dikatakan berhasil harus melalui sebuah proses evaluasi. Berikut akan dijelaskan hakikat evaluasi program, serta jenis evaluasi program CIPP.

  1. Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi program ialah suatu rangkaian dimana kegiatan yang dilaksanakan dengan sengaja untuk melihat suatu tingkat keberhasilan dari berjalannya suatu program. Ada beberapa pengertian dari kata “program”, itu sendiri. Di dalam kamus tertulis bahwa program ialah rencana dan kegiatan yang telah direncanakan dengan matang. Melakukan evaluasi program merupakan suatu kegiatan yang dimana untuk mencari tahu seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang sudah direncanakan (Arikunto, 2018).

Menurut Ananda & Rafida (2017: 6) evaluasi program merupakan suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, yang terjadi pada suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang untuk pengambilan keputusan. Menurut Muryadi (2017) evaluasi program adalah aktivitas investigasi yang terarah (sistematis) mengenai sesuatu yang berharga dan bernilai dari suatu objek

Selain itu evaluasi program dapat diartikan sebagai studi yang didesain secara sistematis dilaporkan serta dilaksanakan untuk untuk meningkatkan dari adanya program pendidikan. Adapun tujuan dari evaluasi program menurut Yusuf (2017) yaitu (1) untuk memperbaiki rencana dari sebuah program atau layanan, (2) untuk meningkatkan suatu program, (3) untuk memantau pelaksanaan program, (4) untuk menyempurnakan sistem penyampaian, dan (5) untuk membantu pemangku kebijakan dalam mengambil sebuah keputusan mengenai program dengan adanya suatu alternatif (diperbaiki), (dihentikan) dan (dilanjutkan).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan secara umum bahwa evaluasi program adalah suatu kegiatan yang berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program yang telah dijalankan. Adapun tujuan dari evaluasi program antara lain untuk memperbaiki rencana program, meningkatkan kualitas suatu program serta memantau pelaksanaan program.

 

  1. Model Evaluasi Program CIPP

Di dalam suatu evaluasi terdapat beberapa model yang terkait dengan evaluasi. Yusuf (2017) menjelaskan bahwa terdapat banyak model evaluasi yang dapat digunakan sebagai bagian dari suatu program ataupun dari pembelajaran, salah satunya adalah CIPP model.

Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam, model CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu Context, Input, Process, and Product. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dalam model ini Stufflebeam melihat tujuan evaluasi yaitu. (a) Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif, (b) Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek, (c) Membantu pengembangan kebijakan dan program (Ananda & Rafida, 2017: 43).  Menurut Yusuf (2017: 123) model CIPP ini pada prinsipnya dipakai untuk mengevaluasi program dan pendidikan (program and product).

  • Evaluasi Konteks (Context Evaluation)

Evaluasi ini lebih kepada penyediaan informasi untuk dapat menetapkan tujuan yang baik dan untuk dapat merumuskan lingkungan yang relevan serta dapat mencari tahu masalah yang berhubungan dengan suatu program ataupun kegiatan belajar mengajar (Yusuf, 2017: 123). Adapun tujuan dari evaluasi konteks adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator dapat memberikan arah mengenai perbaikan yang diperlukan.

  • Evaluasi Input (Input Evaluation)

Evaluasi input ini membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Tujuan utama dari adanya evaluasi input ini ialah untuk dapat menentukan bagaimana untuk dapat memanfaatkan input dalam mencapai sebuah tujuan program. Dalam hal ini komponen evaluasi masukan, meliputi sumber daya manusia, sarana dan peralatan pendukung, dana atau anggaran, dan berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

  • Evaluasi Process (Process Evaluation)

Evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Selain itu, evaluasi process ini bertujuan untuk mengontrol prosedur dan rencana yang telah disusun.Pada hal ini evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan, yaitu  do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, to provide information for programmed decision, dan to maintain a record of the procedure as it occurs.

  • Evaluasi Product (Product Evaluation)

Evaluasi product ini dilakukan pada saat akhir dari suatu program ataupun kegiatan. Evaluasi produk ini merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian atau keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan atau modifikasi, atau bahkan dihentikan.

Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam,D.L & Shinkfield,A.J. di Ohio State University. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi yaitu, Context, Input, Process, dan Product. Sehingga, model evaluasi ini diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan dari keempat dimensi tersebut. Hal ini dikarenakan karena singkatan CIPP tersebut merupakan suatu sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah dari komponen dari proses sebuah program.

Menurut Kusuma (2010) evaluasi dengan model CIPP ini, pada prinsipnya mendukung proses dalam mengambil keputusan dengan cara mengajukan pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu keputusan. Model CIPP ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar dari pembuatan keputusan dalam evaluasi sistem dengan analisis yang memiliki orientasi pada sebuah perubahan terencana. Model evaluasi CIPP ini memiliki sebuah batasan dimana di dalam batasan tersebut terdapat tiga asumsi yang mendasar, yaitu:

  • Menyediakan informasi yang hasil keberadaannya diperlukan untuk para pembuat keputusan peningkatan program pendidikan.
  • Menyatakan pernyataan yang meminta jawaban dan informasi yang spesifik yang harus dicapai.
  • Memerlukan sebuah data yang relevan, guna untuk mendukung identifikasi tercapainya masing – masing komponen.

Model CIPP ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan sebuah program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri (Ananda & Rafida, 2017: 43). Keunikan yang terdapat di dalam model CIPP ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission) yang menyangkut perencanaan dan operasional dari sebuah program. Selain itu, terdapat Keunggulan model CIPP yaitu memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif atau menyeluruh pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk.

Jika dilihat dari model stake yang dimana melanjutkan fokus evaluasi pada tujuan sebagai acuan dasar evaluasi, tetapi pada model CIPP ini evaluator mulai untuk mengambil perhatian pada bentuk pemikiran lain dengan cara menganalisis yang berguna untuk menentukan suatu keputusan, dan tentunya tetap mengacuk pada pokok pertimbangan yang mencangkup empat macam dimensi, yaitu Context, Input, Process, dan Product (Kusuma 2010). Model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, ini dikarenakan pada objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kurikulum Indonesia dikatakan ajeg apabila saat proses evaluasi misalnya menggunakan model CIPP berada pada kategori efektif baik dari segi context, input, process, product.  Apabila terdapat satu atau dua variable yang tidak efektif maka bisa diganti atau diperbaiki kurikulum tersebut. Maka kurikulum di Indonesia bisa saja ajeg suatu saat apabila setelah melalui serangkaian evaluasi program hasilnya menunjukan kategori efektif. (rls)