Mangupura (Metrobali.com)-

Lombadesa adatbukan sekedar lomba untuk memperebutkan juara. Akan tetapi bisa melihat secaranyatabentuk implementasi Tri Hita Karana dalam masyarakat. Misal padabidangparhyangan,bagaimanakramadesaadatmelaksanakansrada bhakti, bidangpawonganbagaimanaterjadinyainteraksiantarkramadalampelaksanaanparumansertabidangpalemahanupayakramadalammenjagakelestarian, kebersihan, kenyamananlingkungan. Desa Adatmerupakan  ujungtombakpenerapankonsep Tri Hita Karana. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Badung akan tetap menggelar lomba desa adat ini, walaupun di tempat lain tidak melaksanakannya”. Hal tersebut diungkapkan Bupati Badung A.A. Gde Agung saat membuka Lomba desa adat di Desa Adat Kuta, Selasa (16/7).

BupatiBadung didampingi Ketua DPRD Badung yang dalam kesempatan tersebut diwakili  I Gst. Anom Gumanti danKetua TP. PKK BadungNy. RatnaGdeAgungserta tim penilai lomba desa adat Kabupaten Badung mengungkapkan, DesaKuta merupakan “ kampung turis” karena banyak wisatawan mancanegara berkunjung dengan membawa seni budayanya. “Saya bangga dengan Desa Kuta, begitu dahsyatnya serbuan budaya yang dibawa oleh wisatawan, akan tetapi Desa Kuta Tetap bisa mempertahankan budaya serta adat istiadatnya. Bahkan disela-sela kesibukan masyarakatnya “mengais” dolar, mereka tetap bisa menghadiri Lomba Desa adat ini,” kagum Bupati Badung.

Tim PenilaiLombaDesaAdatdanSekaaTeruna se-Badung IB GedePudjamenyampaikan, tujuanlombainigunamelestarikanadatistiadatsebagaidasardari  budayadaerah.Serta  menjadikansekaaterunasebagaigenerasipenerusuntukmampumelaksanakanyasakertidharmaning agamadanyasakertidharmaning Negara.

Sementara itu Bendesa adat Kuta Wayan Swarsa disela-sela kegiatan mengatakan, Desa Adat Kuta terdiri dari 13 banjar adat dengan jumlah krama adat 2090 KK. Adapun mata pencahariannya selain bergerak di sektor pariwisata juga banyak bergerak di sektor ekonomi kreatif yang mendukung sektor pariwisata seperti seni tato, desain grafis, kerajinan dari fiberglas, pembuatan layangan. “Kuta itu berarti benteng, untuk itu kami ingin menjadikan Kuta sebagai benteng untuk memfilter budaya-budaya mancanegara yang bersifat  negatif. Kami ingin melestarikan budaya dan adat Bali agar tetap ajeg salah satunya dengan mengikuti lomba desa adat ini,” pungkas Swarsa.

Sebelum penilain lomba dimulai, ditampilkan pawai dari 13 banjar adat dengan ditonton ribuan masyarakat baik masyarakat lokal maupun mancanegara. Pawai dimulai dari Banjar Pande Mas dan berakhir di depan Pura Desa Kuta. Adapun yang ditampilkan diantaranya proses panca yadnya, pawai senibudaya, pawai potensi olahraga dan pengamanan pantai Kuta. Dalam kesempatan tersebut juga ditampilkan Tarian Barongsay dari Vihara Darmayana serta Kecak Sang Hyang Jaran dari Banjar Buni. PUT-MB