Denpasar (Metrobali.com) –

Pameran Tunggal oleh A.A Ngurah Paramartha 7 April – 31 Mei 2023 bertemakan KADAUT, Sebuah diksi dalam bahasa Bali yang menggambarkan kondisi tertarik atau atau melekat pada sesuatu. Dalam konteks pameran ini, Kadaut merepresentasikan pengalaman empiris Ngurah Paramarta dalam melukis.

Lapisan-lapisan warna yang dihadirkan dengan sapuan palet secara bebas di bebas di awal proses melukis, menghadirkan efek artistik yang menimbulkan ketertarikan atau rasa ‘kadaut’ dalam dirinya untuk menyublimkan efek artistik tersebut ke dalam efek artistik ini ke dalam pengolahan figur yang secara visual memiliki sisi naratif, menceritakan tentang berbagai hal dari interpretasi narasi yang diambil dari epos, tantri, artefak sejarah dan arkeologi, hingga narasi personal yang ingin ia ceritakan dalam karyanya.

Pameran Tunggal A.A. Ngurah Paramartha dengan tema “Kadaut” akan berlangsung 7 April-31 Mei 2023 di Santrian Gallery Sanur, Jalan Danau Tamblingan No.47 Sanur-Bali. Ini merupakan pameran ketiga jebolan STSI Denpasar ini.

“Ngurah akan memajang 13 karya lukisan di atas kanvas dengan gaya ‘dekoratif naif’,” ungkap kurator Made Susanta Dwitanaya dalam jumpa pers, Kamis (6/4) di Santrian Galery.

Jumpa pers dihadiri Manajer Santrian Galery I Made ‘Dolar’ Astawa dan pelukis AA Ngurah Paramartha. Pameran akan dibuka Popo Danes yang dikenal sebagai kolektor seni juga arsitektur. Selain lukisan, juga dipamerkan 3 karya patung berbahan fiberglass dan plat logam.

Menurut Susanta, dalam pameran tunggalnya di Santrian Gallery ini Ngurah Paramartha memakai dua sandaran yakni estetika subjektif maupun estetika subjektif sekaligus. Sebagai pelukis Ngurah Paramartha tentu saja menyadari sepenuhnya proses dan pengalaman-pengalaman indrawi dan psikis yang ia rasakan dalam kegiatan melukisnya.

Artinya melukis adalah aktivitas yang empirik bagi Ngurah. Lalu hasil dari pengalaman-pengalaman tersebut menubuh dalam fenomena artistik yang terhampar pada selembar kanvas atau pada selembar pelat fiberglass dan pelat logam sebagai medium karyanya.

Ketika ditanya gagasan apa yang melatar belakangi hadirnya karya-karya yang ia pamerkan saat ini secara tersirat Ngurah menyadari sepenuhnya sandaran yang ia yakini dan pakai dalam proses melahirkan karya Ini adalah pengalaman-pengalaman empirisnya ketika melukis.

Bagaimana ia mengakui keterpikatan atau yang dalam bahasa Bali disebut Kadaut sebagai fenomena perasaan atau kejiwaan yang menggerakkannya untuk melukis.

Pertanyaan berikutnya Kadaut atau terpikat oleh apa? Secara gamblang Ngurah menyatakan bahwa ketertarikanya dalam melihat hamparan layer atau lapisan warna yang dihadirkan secara bebas diawal ia melukis sebagai sebuah elemen artistik yang memantik dan membuatnya terpikat untuk menggerakkan proses berikutnya yakni mengkontruksi figur-figur maupun objek-objek yang hadir dalam karyanya.

Warna warna yang saling berkomplementer dan saling tumpang tindih yang ia torehkan secara ekspresif dan bebas menjadi pengalaman-pengalaman yang membebaskan baginya. la mengaku tak memperhatikan kaidah-kaidah rasio ataupun logika ketika mulai mengoleskan warna melalui torehan torehan paletnya. Ketika proses ini selesai, Ngurah akan menatap hasil torehan bebasnya tersebut.

Tahap menatap ini merupakan momentum kunci dalam proses melukisnya lebih lanjut. Hamparan warna yang tersaji seperti memanggil manggilnya, seperti memberi daya pikat yang luar biasa imajinasinyapun bergerak seturut memori memori visual yang pernah ia lihat.

Hamparan warna-warna abstraktif tersebut dilihat oleh Ngurah memiliki potensi representasi atau kebentukan. Maka garis menjadi pilihan berikutnya untuk mengkontruksi figur-figur dan objek yang ada dalam imajinasinya yang bertaut pula dengan memori memori visualnya pada berbagai image-image naif yang merepresentasikan alam, seperti pohon, binatang serta artefak artefak budaya visual yang tumbuh dari locus sosio kulturalnya sebagai orang Bali. Semisal wayang dan kisah kisah tantri, atau pengalaman visualnya yang tertarik melihat tinggalan tinggalan arkeologis suku Maya di Amerika Latin yang ia temukan dalam berbagai sumber baik literatur maupun media virtual.

Rangkalan-rangkaian imaji tersebut jika dibaca secara psikologis dapat terbaca sebagai memori after Image yang hadir akibat terstimulasi oleh fenomena pertumpukan lapis lapis warna yang Ia hadirkan. (hd)