Yogyakarta (Metrobali.com)-

Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang bersikap horizontal sehingga mengerti persoalan yang dihadapi rakyat, kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo “Pemimpin yang bersikap horizontal adalah pemimpin yang mau menempatkan dirinya sejajar dengan rakyat. Dengan demikian dia akan mengetahui kebutuhan rakyat,” kata Joko Widodo yang biasa dipanggil Jokowi di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Jumat (28/6).

Menurut dia pada Seminar Kebangsaan bertema “Memimpin dengan Hati”, pemimpin juga harus berani membuat terobosan dan inovasi dalam menentukan kebijakan. Kebijakan yang bermanfaat bagi rakyat sering tidak terimplementasi karena hambatan birokrasi.

“Bangsa kita ini pandai membuat rencana tetapi selalu terlambat mengeksekusi. Contohnya, rencana pembangunan ‘monorail’ di Jakarta yang selalu molor dan sulit terealisasi,” katanya.

Selain itu, kata dia, pemimpin di negeri ini juga gemar mengumbar janji tetapi miskin dalam realisasi. “Pemimpin yang berhasil adalah yang mampu mendekatkan harapan-harapan dan impian-impian rakyat dengan kenyataan,” katanya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, praktik demokrasi di Indonesia telah kehilangan arah. Demokrasi di negeri ini telah dibajak oleh kepemimpinan yang oligarkis dan digunakan hanya untuk kepemimpinan elite.

Menurut dia, secara teori demokrasi adalah kepemimpinan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, demokrasi di Indonesia yang berjalan hanya “input”-nya, yakni dari rakyat, sedangkan “output”-nya cenderung oleh dan untuk elite saja.

“Kita sudah cukup banyak menelaah teori-teori kepemimpinan tetapi tidak banyak yang membuahkan hasil sehingga sudah saatnya kita kembali pada kepemimpinan yang memimpin dengan hati, bukan dengan ilmu dan retorika saja,” katanya.

Dalam konteks itu, kata dia, penting membangun kesadaran kolektif untuk memilih pemimpin yang benar-benar mengemban amanah rakyat sesuai dengan amanah konstitusi.

Cendekiawan Muslim Ahmad Syafii Ma’arif mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang bermental melayani rakyat, bukan justru sebaliknya.

“Indonesia membutuhkan pemimpin yang mengabdi kepada rakyat, bukan mengabdi pada syahwat kekuasaan. Jika pemimpin sudah menjadikan syahwat kekuasaan sebagai tuannya maka hati nurani dan empatinya akan lumpuh,” katanya.

Rektor UII Edy Suandi Hamid mengatakan, rakyat Indonesia saat ini merindukan sosok pemimpin yang memimpin dengan hati dan benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat.

“Namun, sosok kepemimpinan seperti itu semakin sulit ditemukan di tengah karut marutnya kondisi politik bangsa, karena banyak pemimpin yang justru sibuk berebut kekuasaan dan melupakan rakyat,” katanya. INT-MB