Denpasar (Metrobali.com)-

Drummer Grup Band Superman Is Dead (SID) Jerinx menghadiri simakrama (temu warga) yang digelar rutin oleh Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. Pada kesempatan itu, drummer grup band punk rock asal Kuta itu menyampaikan uneg-unegnya soal pembangunan pariwisata Bali. Menurut dia, Bali membutuhkan pariwisata yang berkualitas, bukan asal sekedar mendatangkan turis dan dollar.

“Bali membutuhkan quality tourism. Yang terjadi di Kuta merupakan contoh nyata di mana pariwisata sedang mengarah ke sana, ke arah yang negatif,” kata Jerinx saat diberikan kesempatan bicara, Sabtu, 16 Maret 2013.

“Saya bersama ketua-ketua pemuda banjar yang ada di Kuta akan menyampaikan tuntutan Kami kepada gubernur,” tegas Jerinx. Musisi asal Gang Poppies Kuta itu berharap Made Mangku Pastika bisa memberi solusi problematika di Kuta. Pertama, kata Jerinx, ia berharap adanya pemberdayaan pebisnis lokal. “Bisnis di Kuta sudah semakin dikuasai oleh asing, sementara bisnis lokal semakin terpinggirkan. Kami menuntut kepada pemerintah, dalam hal pembatasan investasi asing yang masuk ke Kuta,” sebut Jerinx.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah melakukan penertiban segala bentuk usaha yang tidak memiliki izin serta mempermudah izin usaha bagi warga lokal. “Selama ini bisnis lokal kalah bersaing dengan bisnis asing karena modal yang jauh berbeda. Serta kedekatan emosional antara pemilik bisnis dengan turis. Otomatis bisnis asing lebih dipercaya oleh wisatawan,” tuturnya.

Kedua, ia melanjutkan, perbaikan mainset berpikir aparat penegak hukum. “Aparat kurang serius dalam mengedepankan kenyamanan warga dan lebih bertindak pada hal-hal yang lebih menguntungkan diri sendiri,” tegas dia. Sebagai gerbang pariwisata Bali, sudah seharusnya Kuta mendapat pengamanan ekstra. Namun ia melihat hal itu masih jauh dari impian. “Kami anak-anak muda dan warga yang malah diserahkan menjaga desa kami sendiri,” katanya.

Ketiga, Jerinx yang datang dengan ketua-ketua pemuda di banjar yang ada di Kuta itu menuntut agar memberlakukan waktu operasional diskotek, kafe dan pub di Kuta agar sudah tutup maksimal pukul 02.00 WITA. “Kuta juga adalah desa yang butuh istirahat dengan tenang. Kami juga menuntut pemerintah bertindak tegas kepada diskotek yang diskriminatif terhadap tenega kerja Indonesia,” imbuh Jerinx.

Keempat, ia meminta kepada Made Mangku Pastika untuk memfilterisasi wisatawan. “Karena citra pariwisata kita yang semakin murah, maka turis yang datang ke Kuta semakin tak terkendali perilakunya. Sudah banyak tindak memalukan yang dilakukan oleh turis tersebut. Efeknya adalah, pemerintah internasional mencitrakan Bali, khususnya Kuta merupakan pulau di mana setiap orang bisa melakukan apa saja dengan bebas,” terang dia.

“Kami menuntut pemerintah membuat sistem baru filterisasi turis asing yang masuk ke Bali. Tujuannya agar Bali ini tidak dibilang murah dan diobral. Jika dibiarkan dikhawatirkan terjadi kasus rasialisme ke depannya,” tegas pria yang penuh dengan tatto itu.

Kelima, Jerinx berharap adanya pembatasan kendaraan di Kuta. “Kuta sudah sangat semrawut dalam hal transportasi. Rental motor harus ditindak yang memberikan kendaraan kepada turis yang tidak tahu etika berlalulintas di Bali. Seringkali ini dibiarkan agar aparat hukum dapat mengambil keuntungan di sana,” terang dia.

Jerinx juga menyoroti banyaknya taksi yang berkeliaran di kota kelahirannya itu. “Taksi yang beroperasi di Kuta juga tolong dibatasi, karena taksi menjadi sumber kemacetan di daerah kami,” sebut Jerinx.

Keenam, ia meminta agar gubernur mampu mewujudkan agar orang Bali dapat mempertahankan harga dirinya. “Kami menuntut pemerintah agar mengedukasi warga agar tidak menjadi budak pariwisata. Hal ini bisa dilakukan dengan memasukkan kurikulum pariwisata di tingkat pendidikan paling bawah agar kualitasnya baik, sehingga bisa bersaing dengan tenaga asing,” ujarnya.

Ketujuh, Jerinx mengkritisi soal tata bangunan di Kuta. Menurutnya, banyak pembangunan di Kuta yang merugikan masyarakat sekitar. “Pemerintah sangat mudah memberikan izin pendirian hotel. Ini yang sangat mengganggu warga Kuta. Kami menuntut pemerintah membatasi pembangunan yang ada di Kuta dan menegakkan perda yang kami tahu 30 persen harus berarsitek Bali,” tuntut Jerinx.

Menjawab hal itu, Made Mangku Pastika membenarkan apa yang disampaikan oleh Jerinx. “Memang Kuta ini sudah berubah. Saya kalau jalan di sana merasa seperti bukan di Kuta. Saya tidak merasa di Bali. Saya merasa entah berada di dunia mana. Sudah berubah sekali Kuta itu,” ucap Pastika.

“Tapi ini seratus persen kewenangan Pak Bupati. Tapi saya akan tindaklanjuti. Saya tidak boleh lepas tangan. Saya sudah mengirim surat ke BKPM agar ada moratorium izin pembangunan hotel di Bali selatan. Tapi kewenangan mengeluatkan IMB tidak pada saya. Itu seperti jamur di musim hujan,” tambah mantan Kapolda Bali itu.

Pastika mengkhawatirkan terjadinya perang harga seiring maraknya pembangunan hotel di kawasan Bali selatan, khususnya di Kuta. “Apa tidak terjadi perang harga. Sebenarnya sudah over suplay. Itu data PHRI. Tapi dikeluarkan terus dan orang berminat terus untuk bikin hotel,” kata Pastika.

Ia berharap ada kajian serius atas hal itu. Sebabnya, dalam konteks logika ekonomi, di mana harga tanah di Kuta yang semakin malah, sementara hotel terus berjamuran, maka kamar-kamar akan dijual murah. “Kenapa itu terus terjadi. Kalau diliat dari harga tanah, biaya operasional, itu hitung-hitungannya tidak nyambung. Ini fenomena yang perlu penelitian lebih jauh,” imbuhnya.

Soal jam operasional diskotek, kafe dan pub, Pastika membenarkan jika maksimal mereka harus tutup pukul 02.00 WITA. “Ketentuannya memang sampai jam 02.00 WITA.

“Sekarang harga kamar Rp200-300 ribu bisa dapat. Saya sedang mengusulkan standarisasi harga hotel. Kelas I harganya sekian. Kelas II sekian dolar. Caranya bagaimana, pajaknya dari situ diambil. Pokoknya kalau kamar terisi, 10 persen dari harga kamar pajak. Harus dipaksa. Di negara lain sudah berlaku itu. Ini cara reformasi di bidang PHR,” tutur Pastika.

Soal pariwisata Bali yang dijual murah bahkan diobral, Pastika juga mengamini Jerinx. “Turis asing yang datang ke Kuta itu banyak plato alias pelayan toko. Saya ke Perth, Australia. Pelayan toko ada yang mengenali saya. Saya tanya dari mana Anda kenal saya. Dia bilang, saya kerja tiga bulan, sebulan berlibur ke Bali. Tinggal di Kuta, makannya nasi bungkus,” kata dia.

Jika demikian tamu yang datang ke Bali, Pastika meyebut tak menutup kemungkinan mereka akan berbuat onar. “Nanti kerjanya di Kuta nge-drugs, minum-minum. Nanti saya teruskan ini. yang Anda tulis dan sampaikan ini benar semua. 100 persen benar,” tutup Pastika. BOB-MB