Denpasar (Metrobali.com)-

Ramadhan tinggal menghitung jam. Menghadapi bulan suci untuk umat Islam itu, sejumlah harga sembako di Pulau Bali tak menentu. Beberapa bahan sembako mengalami kenaikan harga tak stabil. Satu toko dengan toko lainnya mematok harga berbeda-beda.

Telur misalnya, mengalami kenaikan harga fluktuatif dan berbeda-beda. Di sato toko telur satu kerat dibanderol dengan harga Rp36 ribu. Tapi di toko lainnya, seorang penjual mematok harga Rp34 ribu per kerat.

“Saya beli telur Rp36 ribu. Bahkan di Pasar Badung harganya mencapai Rp37 ribu,” kata Tosari Tsaryono, pembuat kue brownies, Senin 8 Juli 2013.

Meski telur mengalami kenaikan harga, tapi untuk minyak goreng Tosari mengaku mengalami penurunan harga. Sebelum pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM minyak goreng kemasan 2 kilogram berkisar diharga Rp21.000-22.000. “Tapi sekarang malah Rp20.400. Untuk kemasan 1 liter, sebelum kenaikan BBM Rp12.500. Sekarang harganya 10.200,” jelas pemilik brand “Sari Brownies” itu.

Berbeda dengan yang dialami Tosari, Dewi Divianta, penjual kue kering Lebaran merasakan imbas kenaikan BBM. Hanya saja, untuk harga telur 1 kerat ia biasa membeli dengan harga Rp34 ribu. “Saya biasa membeli Rp34 ribu per kerat,” katanya.

Ibu beranak satu ini melanjutkan, kenaikan harga juga dirasakan pada gula pasir. Namun, kata pemilik brand “Salsa Cake and Cookies” itu, kenaikannya Rp1.300 saja. “Dulu Rp10.200 per kilogram. Sekarang Rp 11.500,” kata Dewi.

Sementara itu, kendati sejumlah harga sembako mengalami kenaikan, namun Tosari tak menaikkan harga brownies buah tangannya. “Saya tidak mau terjebak dengan itu (kenaikan BBM). Setelah saya hitung tetap dapat untung, meski sedikit. Saya tidak tega dengan pembeli,” kata Tosari.

Apalagi, katanya, kenaikan BBM hanya berpengaruh pada sebagian kecil harga sembako yang digunakan untuk membuat bahan brownies. “Hanya pengaruh di bensin dan telur. Meski masuk cost produksi, tapi tak selalu bensin saya gunakan untuk kirim kue. Memang resikonya memangkas keuntungan,” terang Tosari yang membanderol browniesnya diharga Rp13 ribu per kotak.

Sementara Dewi terpaksa menaikkan harga kue produksinya. Pasalnya, hampir seluruh bahan kue yang ia beli meroket pasca-kenaikan harga BBM. “Saya terpaksa menaikkan harga kue untuk menutup cost produksi. Dulu satu stoples setengah kilogram saya jual Rp25 ribu. Sekarang saya jual Rp35 ribu untuk kue nastar, kastengel, putri salju dan lainnya,” imbuh dia. BOB-MB