Denpasar (Metrobali.com)-

Di tengah folemik pertunjukan Joged Pornoaksi, rumah produksi, Jayagiri Pro pimpinan I Gusti Ngurah “Rahman” Murthana malahan nekat merilis album spesial bercitarasa seni budaya tradisional berupa seni pertunjukan tarian Joged Bumbung. Album ini berisikan satu tarian pembuka yakni tarian Kembang Lembayung, serta empat tarian joged bumbung di antaranya tarian Joged Rabana Cak, tarian Joged Semabyar Wangi, Joged Praniring Rana, dan Satya Winangun. Album ini merupakan garapan sekaa Joged Sekar Pelangi, Tabanan pimpinan Ketut Chitra. Melibatkan para penari di antaranya Wiwik Widyastuti, Putu Chitra Utari, Ida Anggreni, Mang Rai, Desak, dan Komang Setia. Dengan penata tari, Wiwik Widyastuti dan penata tabuh Wayan Widia, Made Ariartha, dan Wayan Suyadnya.

Hebatnya, penampilan seni pertunjukan Joged Bumbung ini memiliki citarasa dan ciri khas tersendiri. Sehingga terkesan berbeda dari Joged Bumbung pada umumnya. Di mana barungan gamelannya mengandalkan sentuhan cedugan atau gupekan dari alunan Angklung, serta Kendang dan Suling khas sunda, yang dipadukan dengan gamelan tradisional khas Bali, di antaranya rindik, kendang Bali, Kecek, Ketipung, Tawa-tawa, Suling Bali, Gong Pulu, Undir serta ditingkahi dentingan musik modern seperti Simbal, Gitar, Bas, serta ditambah lengkingan suara magis dari Dijeiridu.

Ketut Chitra, pimpinan sekaa Joged Sekar Pelangi Tabanan ini mengatakan memang sengaja melakukan upaya kolaborasi barungan gamelan joged bumbung dengan berbagai instrumen musik yang berbeda. Ini semata untuk memberikan kesan berbeda dan sekaligus sebagai identitas atau jati diri, sehingga lebih mudah diingat oleh publik.

Selain itu, gerak tarian dari Joged Bumbung ini dikemas sedemikian rupa secara dinamis dan harmonis dengan tetap mempertimbangkan tata nilai adiluhung seni budaya Bali dari berbagai aspeknya terutama segi estetika, estetis dan etika sosial. Makanya, goyangan pinggul para penarinya selalu diupayakan tidak sampai mengundang kesan jaruh, pornoaksi dan erotis yang lebih menonjolkan gairah seksualitas. Bahkan, pihaknya tak segan-segan menolak dan melarang para pengupah (pemberi job) maupun pengibing yang meminta, melakukan, dan juga ingin berbuat cabul atau jaruh kepada penari. “Kita tidak ingin penari joged takut menari, karena tarian joged bumbung dicap sebagai tarian pornoaksi,” tegasnya.

Sementara itu, IGN “Rahman, Murthana mengatakan bahwa peluncuran album tradisional berupa pertunjukan seni budaya dari tarian joged bumbung semata-mata untuk menepis kesan maraknya joged pornoaksi di tengah masyarakat belakangan ini. Selain itu, memang untuk melebarkan sayap dalam upaya meningkatkan pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional Bali. Pihaknya, merasa peduli dan cukup prihatin dengan nasib seni budaya tradisional Bali terutama tarian Joged Bumbung yang kini telah dicap sebagai tarian Joged Pornoaksi. “Makanya, dalam menepis citra negatif ini, pihaknya sengaja merilis album Joged Bumbung Sekar Pelangi dengan sentuhan citarasa berbeda,” katanya, sembari berharap dapat diterima publik terutama pencinta seni budaya Bali

Lebih jauh, Ketua Pramusti Bali ini menambahkan bahwa peluncuran album seni tradisional ini juga sebagai upaya dirinya untuk menancapkan semangat kreatifnya dalam mengapresiasi seni pertunjukan tradisional. Sehingga seni pertunjukan tradisional tetap mampu bersaing dari desakan arus budaya global. Demi penguatan tata nilai adiluhung kekuatan kesucian tuh dan taksu budaya Bali. IJA-MB