Kotak Suara1

Pemilihan Umum Legislatif tinggal dua hari lagi yakni Rabu, 9 April 2014, dan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat Provinsi Bali, Kabupaten dan Kota telah menuntaskan pendistribusian logistik ke panitia pemungutan suara (TPS).

Pelaksanaan Pemilu kali ini menekankan untuk mampu memberikan kesejukan dan kedamaian kepada setiap masyarakat, termasuk wisatawan dalam menikmati liburan ke Bali.

Semua tahapan pemilu telah dilaksanakan dengan baik oleh 12 partai peserta pemilu termasuk melakukan doa bersama lintas parpol dan calon legislatif (caleg) pada penutupan masa kampanye rapat umum Sabtu, 5 April lalu.

Doa bersama dipimpin oleh perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama yang dihadiri perwakilan peserta Pemilu 2014 dari unsur partai politik, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Bawaslu Bali serta pihak-pihak terkait.

Suasana kondusif selama ini diharapkan tetap dapat dipertahankan, jajaran Polda Bali dibantu TNI dan peranserta masyarakat siap mengantisipasi dengan harapan Pemilu di Pulau Dewata dan Indonesia umumnya dapat terlaksana dengan baik dan lancar, tutur Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Total jumlah pemilih di Bali sebanyak 2.938.377 orang yang terdiri atas pemilih laki-laki 1.456.834 orang dan pemilih perempuan 1.481.543 orang, yang memerlukan 8.094 tempat pemungutan suara (TPS).

Sedangkan caleg lintas parpol yang masuk dalam calon tetap (DCT) untuk DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI dan DPD RI sebanyak 3.230 orang, di antaranya 1.186 orang caleg perempuan atau 36,7 persen.

Jika semua janji-janji caleg yang disampaikan kepada masyarakat saat masa kampanye akan mampu menjadikan masyarakat Bali, tidak ada lagi masyarakat yang miskin.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Panusunan Siregar mengatakan, masyarakat miskin di Bali akhir September 2013 tercatat 186.530 orang atau 4,49 persen dari jumlah penduduk.

Jumlah meningkat 24.020 orang atau 0,54 persen dibanding bulan Maret 2013 tercatat 162.510 orang (3,96 persen). Meskipun orang miskin di Bali jumlahnya meningkat, namun tetap menempati urutan kedua tingkat nasional orang miskin terkecil di Indonesia, setelah DKI Jakarta.

Penduduk miskin di Bali persentasenya 4,49 persen dari jumlah penduduk, sementara DKI Jakarta tercatat 3,72 persen atau sama-sama meningkat dibanding periode Maret 2013.

Di daerah perkotaan di Bali selama periode Maret-September 2013 penduduk miskin bertambah 8.790 orang dari 96.350 orang pada bulan Maret menjadi 105.140 orang pada September 2013.

Penambahan penduduk miskin juga terjadi di daerah pedesaan sebanyak 15.210 orang dari 66.170 orang pada Maret 2013 menjadi 81.380 orang pada September 2013. Persentase penduduk miskin di daerah pedesaan dan perkotaan di Bali sama-sama mengalami kenaikan, yakni di daerah perkotaan pada periode Maret 2013 sebesar 3,90 persen naik menjadi 4,17 persen pada September 2013.

Demikian juga penduduk miskin di daerah pedesaan naik dari 4,04 persen pada Maret 2013 menjadi lima persen pada September 2013.

Janji Caleg Hampir semua caleg dari DPRD Kabupaten/Kota hingga DPR RI dan DPD RI dalam menarik simpati masyarakat mengkemas visi dan misinya untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta bebas dari korupsi.

Ni Luh Putu Suparmi caleg DPRD Bali dari Partai Amanat Nasional (PAN), misalnya mengaku terjun ke panggung politik untuk memperjuangkan nasib masyarakat miskin dengan membuat peraturan daerah (Perda) yang memihak masyarakat kecil.

Wanita yang berprofesi sebagai pengacara itu jika terpilih sebagai wakil rakyat akan memanfaatkan keahliannya untuk memperkaya produk perda yang memihak pada masyarakat yang selama ini kurang beruntung.

Hal itu menjadi penekanan, karena banyak perda produk hukum selama ini tidak berpihak kepada masyarakat miskin, karena dibuat untuk kepentingan kekuasaan, individu dan kelompok dengan mengabaikan tanggung jawab moral kepada masyarakat miskin.

Sedangkan Ni Nyoman Kertiasih, caleg DPRD Provinsi Bali dari Partai Nasional Demokrat mengatakan, siap melawan praktik-praktik korupsi yang menggerogoti bangsa ini serta menjadi motivator pemberantasan korupsi dimulai dari diri sendiri.

Hal itu dilakukan karena korupsi telah menjadi “virus” paling mematikan kehidupan bangsa dengan meningkatnya angka kemiskinan di berbagai desa dan kota bahkan membuat masyarakat apatis dan menderita.

Jika dipercaya masyarakat menjadi anggota Dewan kehadirannya untuk melakukan perubahan agar praktik korupsi bisa diminimalisir dengan titik pusat dari diri sendiri yang akhirnya virus antikorupsi akan menjalar dan mempengaruhi pola perilaku birokrasi yang selama ini doyan korupsi.

Jika sudah ada iktikad baik dari diri sendiri secara otomatis akan bisa melakukan perubahan meski tidak radikal dan hanya bersifat gradual, tetapi tetap akan berpengaruh besar dalam tatanan kehidupan masa depan.

Bila korupsi berhasil diminimalisir bahkan kalau bisa diberantas sampai ke akar-akarnya, aspek-aspek lain seperti program pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam akan bisa diperbaiki semuanya, karena masalah korupsi dasar yang mengakibatkan semua aspek kehidupan menjadi kacau balau.

Prihatin kekerasan Siti Nur Asiah, Caleg DPRD Kota Denpasar dari Partai Nasdem mengaku prihatinkan terhadap kekerasan dan diskriminasi kaum hawa dan anak sehingga perlu langkah konkret untuk menyosialisasikan UU Perlindungan Perempuan dan Anak guna meminimalkan kasus-kasus tersebut.

UU Perlindungan Perempuan dan Anak sebetulnya sudah cukup bagus, namun, hanya saja kegiatan sosialisasinya sangat terbatas untuk kelangan tertentu saja sehingga sebagian besar belum mengerti dengan hak-haknya sebagai perempuan maupun anak.

Kondisi itu diperparah lagi sosialisasi hanya dilakukan di kalangan kaum perempuan, sehingga kaum laki-laki jarang yang tahu substansi materi perundang-undangannya. Praktik diskriminasi juga masih dialami kaum perempuan termasuk hak atas warisan dimana kaum perempuan hak-haknya kurang mendapatkan perhatian.

Sementara Ni Luh Kadek Dwi Anggraeni, caleg DPRD Bali dari Partai Hanura, jika dipercaya sebagai wakil rakyat akan memperjuangkan nasib kader pos pelayanan terpadu (Posyandi) yang selama ini hanya menerima honor Rp120.000 per tahun.

Nasib Posyandu sangat memprihatinkan, seperti tidak dihargai padahal mereka sudah meninggalkan pekerjaannya untuk mengurus Balita. Honor sekecil itu jelas tidak manusiawi karena kalau dihitung perbulan hanya mendapatkan Rp10.000 perbulan, ironisnya dirapel setelah bekerja selama satu tahun baru mendapat Rp120.000.

Peranan kader Posyandu itu sangat penting karena dari sentuhan tangannya itu akan lahir generasi yang sehat secara fisik dan mental untuk melanjutkan kehidupan kelak. Jika para kader posyandu tidak diperhatikan, dikhawatirkan akan mengurangi pelayanannya, meskipun dalam kenyataan mereka ikhlas dan bekerja dengan motivasi “ngayah” atau pengabdian penuh demi kemanusiaan. Sutika/MB