Denpasar, (Metrobali.com)

Masyarakat Bali dari dulu terkenal polos dan mau melakukan yang terbaik buat Bali. Tapi, jangan keluguan dan budaya koh ngomong, dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Jangan Cedrai Kepolosan dan keluguan Masyarkat Bali dengan Iming iming Mega Proyek untuk kesejahteraan masyarakat Bali.

Sikap polos dan lugu orang Bali akan berubah garang manakala mereka dikhianati oleh siapapun termasuk peminpin pemimpin Bali yang menjelma menjadi center clas untuk membagi bagi uang rakyat ke desa desa adat di Bali.

Sudah banyak orang Bali saat berkuasa dipuji puji dan sanjung sanjung bak seorang raja, tetapi setelah berkuasa mereka itu dibuang dan dilecehkan begitu saja oleh warga Bali sendiri. Karena itu, hati hati membuat kebijakan yang merugikan masyarakat Bali.

Empat mega proyek yang akan bersentuhan langsung dengan masyarakat yakni jalan tol Jagat Kerthi Bali, Tower Suryapada, Pusat Kebudayaan Bali, dan Parkir bertingkat di kawasan Pura Besakih bisa menimbulkan berbagai konflik sosial, politik dan budaya.

Gerakan reformasi yang bersama-sama diperjuangkan 24 tahun yang lalu, telah melahirkan perubahan UUD 1945, khususnya Pasal 29 tentang Hak Azasi Manusia (HAM). HAM tentang: politik, ekonomi, sosial kultural, termasuk hak-hak adat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).

Prestasi konstitusional ini harus dirawat, terus dihaga dan diperjuangkan bersama, dari setiap potensi/kemungkinan dari penguasa yang cendrung salah guna – power tend to corrupt.

Tantangan perjuangan penegakan HAM yang tidak semakin ringan, akibat dari proses demokrasi yang mengalami kecacatan, akibat dari tindak semi otoritarian yang banyak terjadi, kuatnya kolusi oligarki politik dan ekonomi yang “mendikte” kebijakan publik, yang merugikan hak-hak politik dan ekonomi warga. Politik identitas yang tajam, mencidrai hak-hak warga dalam menjalankan kebebasan berkeyakinan yang dijamin konstitusi.

Industrialisasi di sektor Sawit, telah banyak merampas hak-hak ulayat warga asli dalam pengelolaan hutan adat. Pertambanga juga banyak merugikan rakyat.

Di Bali, penetapan kawasan Gunung Agung dan sekitarnya sebagai proyek strategis nasional, yang jika tidak diwaspadai oleh masyarakat adat Bali, kawasan penyangga kesucian, kawasan hutan lindung bisa berubah menjadi kawasan komersiil, melanggar Bhisama Parisadha tentang Kesucian Pura.

Kalau sekarang masih viral di tengah tengah masyarakat Bali pembangunan tempat parkir bertingkat di atas Pura Titi Gonggang dibiarkan. Dan, soal waktu saja kawasan “dalam ” Tukad Telaga Waja ( bentang alam melindungi Besakih) akan dirambah dengan seribu alasan untuk membenarkan motif ekonomi kapitalistik-turistik.

Dalam konteks ini, masyarakat Bali harus segera sadar akan tantangan-tantangan ini, untuk tidak “kepupungan” di hari depan yang dekat.
“Semoga pikiran baik, datang dari segala penjuru”, tidak sebatas doa, tetapi sebagai spirit untuk berbenah ke depan.

Penulis : Jero Gde Sudibya, pengamat ekonomi dan budaya