Denpasar (Metrobali.com)-

Banyak cerita sukses transmigran asal Bali di tanah rantau, namun hal itu menjadi paradoks dengan Bali yang sebagai pulau surga yang bergelimang dolar dan menjadi bukti bahwa warga Bali kian terpinggirkan.
Anggota DPR, Nyoman Damantra, mengatakan, upaya meningkatkan kesejahteraan warga Bali dengan mengirim mereka sebagai transmigran merupakan langkah mundur.
“Mereka yang bertransmigrasi itu telah kehilangan harapan hidup di tengah gelimangnya pariwisata, itu yang menyedihkan saya,” ucap Damantra dalam Rembug Hak Bali di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandi di Renon, Denapsar, Rabu (4/7/2012).
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Surga atau Paradise Island, namun faktanya masih banyak warga yang terpinggirkan seperti itu dengan menjadi transmigran.
Warga Bali yang transmigrasi seperti di Lampung dan Sulawesi, kata dia, ialah orang mereka yang terpinggirkan di kampung halamannya secara ekonomi.
Karena itu, dia menawarkan, upaya yang bisa mengangkat harkat dan martabat warga Bali adalah lewat perjuangan otonomi khusus seperti yang kini digagasnya bersama komponen masyarakat lainnya.
“Otonomi yang dituntut Bali adalah perlindungan terhadap adat dan budaya Bali yang selama ini memberatkan masyarakat,” katanya menegaskan.
Untuk bisa mengurainya, anggota Fraksi PDI Perjuangan itu mendesak dilakukannya revisi terhadap UU No 64/1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT.
“Diperlukan pengaturan yang baru agar masyarakat Bali tidak semakin terpinggirkan,” katanya.
Menurut dia, konsep pembangunan nasional saat ini cenderung menjadi beban bagi masyarakat. Semakin tinggi pertumbuhan ternyata tidak serta merta meningkatkan harapan hidup masyarakat Bali, justru kesenjangan yang terjadi.
Kawasan Nusa Dua dan juga pusat wisata lainnya, lanjutnya, contoh bagaimana masyarakat Bali kian terdesak akibat gempuran investor asing dan nasional. BOB-MB