Denpasar (Metrobali.com)-
Ketua KPU Bali Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa mengklarifikasi hal-hal yang sudah ditudingkan oleh jajaran anggota DPRD Bali. Menurut dia, KPU Bali sebelumnya mengeluarkan surat edaran dengan nomor 503/KPU Prov/016/V/2013 tertanggal 28 Mei 2013 itu tidak untuk membuka kotak suara, melainkan menginventarisasi data-data terkait Pilkada Bali.”Data dan fakta yang dibuka, bukan kotak suara, melainkan kotak rekapan di panitia pemungutan suara (PPS). Itupun sudah tidak dilanjutkan lagi setelah menerima rekomendasi dari Panwaslu agar menghentikan inventarisasi sambil menunggu gugatan MK,” ujarnya pada acara dengan pendapat anatara KPUD dengan DPRD Bali. Selasa (4/6).

Landasan inventarisasi data, jelas Lanang, juga sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan juga beberapa yurisprudensi dari kasus-kasus pilkada belum lama ini. Tidak diundangnya saksi saat membuka kotak rekap seperti yang terjadi di Buleleng dan Bangli, itu karena sesungguhnya formulir yang dibuka bukan dokumen rahasia lagi.

Lanang mencontohkan formulir C1 yang diambil datanya itu sebenarnya ada tujuh rangkap, ada yang sudah diserahkan untuk saksi, Panwaslu, diserahkan ke panitia pemungutan suara, hingga ditempel di masing-masing TPS. “Kami membuka kotak rekap juga disaksikan oleh panwaslu dan unsur kepolisian semua sudah ada berita acaranya,” katanya.

Ia juga berjanji ke depan terkait pengumpulan data untuk kepentingan kelengkapan alat bukti ke MK, akan dilakukan di depan Panwaslu Bali, saksi dan media sehingga tidak ada lagi kecurigaan.

Sebelumnya, DPRD Provinsi Bali mempertanyakan surat edaran Komisi Pemilihan Umum setempat tentang inventarisasi data KPU kabupaten/kota yang berbuntut pada pembukaan kotak suara oleh panitia pemungutan suara (PPS).”Jangan sampai apa yang dilakukan KPU malah menimbulkan kecurigaan. Saya berharap kalau ke depan ada yang mau diatur tolong dihadirkan saksi. Jangan sampai membuka sesuatu sebelum waktunya. KPU adalah wasit, secara etika moral supaya tidak ada ketersinggungan,” kata Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Ngurah Made Suryantha Putra.Acara dengar pendapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya itu dari awal dimulai sudah berlangsung “panas” dan diwarnai interupsi. Bahkan sejumlah anggota Fraksi PDIP cenderung mempersalahkan KPU Bali dengan nada suara yang keras.

Suryantha Putra dari fraksi PDIPtidak menerima alasan yang dilontarkan KPU bahwa pengumpulan data tersebut dengan dalih waktu singkat persiapan menghadapi gugatan PDIP ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilkada Bali. “Kalau ingin membuka tolong hadirkan saksi. KPU harus transparan pada masyarakat, jangan sampai membela salah satu pasangan calon,” ujarnya.

Pandangan tak jauh beda disampaikan Ketua Fraksi PDIP Tama Tenaya. Ia mengajak semua kalangan berkomitmen menjaga Bali tetap aman. Oleh karena itu, ia minta KPU Bali jangan sampai menimbulkan hal-hal mencurigakan. Yang jelas tindakan KPU Bali ini telah menimbulkan kecurigaan berbagai pihak.

“Mari jaga kondusivitas karena gugatan sudah masuk MK, sebelum ada intruksi dari MK seharusnya tidak boleh melakukan apa pun yang bisa menimbulkan curiga. Apa yang sudah terjadi supaya menjadi pelajaran sehingga tak terulang lagi di masa depan. Bukan persoalan kalah menang tetapi pilkada yang bersih dan transparan,” katanya.

Demikian juga Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Partha mempersoalkan kaitan antara dalih memelihara data yang disampaikan KPU dengan membuka kotak suara. “Apa hubungannya mengelola data dengan membuka kotak suara? Kenapa edarannya tertanggal 28 Mei 2013, padahal PDIP baru mengajukan gugatan 29 Mei 2013? Ini artinya ada persoalan etis yang tidak terpenuhi,” katanya.

Sedangkan Made Suparta, anggota Fraksi PDIP lainnya berulang kali membentak Ketua KPU Bali. Dia menganggap penyelenggara pemilu telah ceroboh dan lemah dalam menggunakan pijakan hukum pilkada. “Memelihara arsip dan dokumen bukan berarti kewenangan KPU untuk membuka. Tidak ada satupun aturan yang secara tegas menyebutkan petunjuk untuk membuka kotak suara itu?” ucapnya.

Suparta juga berpandangan KPU Bali tidak menjalankan kewajiban untuk menyampaikan laporan tahapan Pilkada Bali kepada DPRD Bali. Yang disampaikan selama ini baru sebatas undangan menghadiri acara.

Pada acara dengar pendapat ini, KPU Bali tak hanya “diadili” oleh anggota DPRD Bali dari fraksi PDIP, namun juga mendapat dukungan dari anggota DPRD di luar fraksi PDIP.

Dukungan datang dari Wayan Gunawan dan Cokorda Budi Suryawan dari Fraksi Golkar dan Nengah Tamba serta Ngakan Samudra dari Fraksi Demokrat . Menurut mereka KPU cukup sudah terbuka dan transparan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

“Biar MK yang membuktikan nanti mana yang benar dan makna yang salah. Kalau ada keberatan, silakan keberatan. Jangan debat kusir lama-lama. Mari bikin adem, jangan masyarakat Bali dibuat resah,” kata Cok Budi.

Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bali Ketut Suwandhi mengajak semua pihak menyampaikan pendapat dengan cara-cara yang santun dan tidak emosional. INT-MB