Marves-Dubai, (Metrobali.com)-

Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Dr. Nani Hendiarti, melaporkan (30-10-2020) bahwa pertemuan antara Indonesia dan Persatuan Emirat Arab (PEA) yang diwakili oleh Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup Uni Emirat Arab, Mr. Abdullah Mohammad Bel Haif Al Nuaimi, pada 26 – 30 Oktober 2020. Pertemuan ini membahas program rehabilitasi mangrove Indonesia dan juga tawaran spesies mangrove dari Indonesia untuk upaya rehabilitasi dan konservasi mangrove di Persatuan Emirat Arab (PEA).

Sebagai kelanjutan kunjungan Mr. Ahmed Al Hashmi, Direktur Kewilayahan dan Biodiversitas Laut, Badan Lingkungan Persatuan Emirat Arab ke Indonesia pada 18 Februari 2020 yang lalu, Kemenko Marves dan Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup Uni Emirat Arab menyusun Memorandum Saling Pengertian dengan area kerja sama di bidang pengelolaan dan rehabilitasi mangrove, termasuk kajian pengembangan ekosistem mangrove dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Pada masa pandemi COVID-19, kegiatan rehabilitasi mangrove melalui program padat karya yang dicanangkan oleh Pemerintah terbukti bisa membantu pemulihan ekonomi masyarakat pesisir terdampak. Dalam mendukung program rehabilitasi mangrove Indonesia yang ditargetkan hingga 600.000 Ha dalam kurun waktu 4 tahun ke depan sebagaimana disampaikan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pada kunjungannya ke Brebes, 22 Oktober 2020 lalu, diperlukan kontribusi multi-pihak termasuk PEA. Oleh karena itu, program kerja sama bilateral untuk pengembangan mangrove ini perlu segera diimplementasikan.

Dalam pertemuan antara Delegasi Indonesia yang diwakili oleh Kemenko Marves dan KKP, turut hadir Duta Besar RI untuk Abu Dhabi, Bapak Husain Bagis dengan Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup PEA, Dr. Abdullah bin Mohammed Belhaif Al Nuaimi; Menteri Abdullah mengapresiasi Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam sangat besar dan ingin melanjutkan hubungan baik yang telah terjalin selama ini. Duta Besar RI menyambut baik keinginan Menteri Abdullah dan mendorong agar perjanjian kerja sama dapat segera diimplementasikan. Pada kesempatan yang sama, Deputi Nani menyampaikan usulan pengembangan Mega Proyek Mangrove seluas minimal 10.000 Ha dalam kurun waktu 4 tahun dan disambut baik oleh Menteri Abdullah.

Dalam rangkaian kunjungan kerja ini, juga dilakukan tinjauan ke Pusat Riset Kelautan Umm Al Quwain yang didirikan pada tahun 1984 bekerjasama dengan JICA dan memiliki beberapa fasilitas laboratorium seperti Lab. Analisis Kualitas Air, Lab. Biologi Laut, Lab. Mikro Plastik, Lab. Plankton dan Lab. Perikanan. Lokasi Pusat Riset Kelautan Al Quwain yang berada dalam kawasan pengembangan hutan mangrove sangat membantu dalam upaya konservasi dan pembibitan mangrove, budidaya ikan dan pemantauan alga berlebih yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan di perairan PEA. Pada kunjungan ini, Deputi Nani mengusulkan kegiatan yang dapat dilakukan pada masa pandemi ini adalah penanaman species mangrove dari Indonesia untuk membantu memperkaya dan memperluas wilayah mangrove PEA.

Kegiatan Dubai ditutup dengan kunjungan ke Al Zawra Protected Area yang memiliki luas 5,4 juta m2 yang terdiri dari kawasan hutan mangrove seluas 2200 Hektare yang tumbuh secara alami. Di area ini sebagaimana di wilayah PEA lainnya, hanya ditemukan mangrove dengan jenis Avicenna Marina atau biasa disebut dengan gray mangrove dengan tinggi bervariasi dari 3-10 meter, lebih dari 110 jenis burung dan berbagai jenis ikan. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki 108 spesies asli mangrove dan 202 spesies termasuk turunannya. Di kawasan ini, para pengunjung dapat menikmati segarnya hutan mangrove berkeliling menggunakan kayak (kapal tanpa mesin) dan melakukan penanaman pohon untuk mendukung upaya rehabilitasi dan konservasi mangrove di PEA. Pada kesempatan yang sama, Deputi Nani bersama dengan delegasi Indonesia melakukan penanaman pohon mangrove sebagai tanda mata dan dukungan pemerintah Indonesia dalam kerja sama bilateral pengembangan mangrove antar dua Negara.

“Secara alami, mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai dari gelombang besar, penyerap karbon dan penghasil oksigen sekaligus sebagai tempat berlindung dan pemijahan ikan. Oleh karena itu kerja sama pengembangan rehabilitasi mengrove antara Indonesia dan PEA ini menjadi sangat penting dan urgen bagi kedua belah pihak,” tutup Deputi Nani dalam arahannya.

Sumber : Biro Komunikasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi