Ilustrasi

Hari ini, Sabtu, 30 Maret 2024, hari ulang tahun kota Singaraja yang ke 420 tahun. Kota yang didirikan raja ternama Den Bukit Ki Barak Panji Sakti, nama otentik Singa “Umbara” Raja, simbolik Singa terbang, yang kemudian populer menjadi Kota Singaraja. Ibu kota Den Bukit, wilayah ruang yang melingkupi “jejer kemiri” Bukit dari Tejakula (di Timur) sampai dengan Bantiran (di ujung Barat). Wilayah yang tulung sumsumnya (tulang giing) berupa kawasan hutan yang membentang dari Timur (Tejakula) sampai dengan di ujung Barat (Bantiran). Wilayah dengan garis pantai terpanjang di Bali, bertemu dengan “jejer kemiri” Bukit, sehingga seorang antropolog Belanda menyebutnya “bumi yang panas”, karena hembusan angin laut segera “menumbuk” Bukit, melahirkan iklim panas di dataran antara garis pantai dengan “jejer kemiri” bukitnya.

Wilayah yang mempunyai keunggulan geografis, “melahirkan” tanah pertanian dan perkebunan nan subur, dan ethos kerja pertaniannya yang tangguh.
Sumber daya kultural (cultural resourses) yang tidak kalah kayanya, menyebut beberapa sistem nilai: egaliter (kesamaan dan persamaan manusia), kepemimpinan yang demokratis pada seluruh lapisan kepemimpinan, keterbukaan menerima perubahan, ethos kerja belajar secara berkelanjutan dan rasa saling percaya (mutual trust) yang merupakan modal sosial (social capital) bersama dalam lembaga untuk merespons perubahan.

Penemuan kembali (Re Discovery) dari keunggulan kompetitif sumber daya alam dan keunggulan kompetitif sumber daya budaya, merupakan tantangan bersama warga Den Bukit/Buleleng, pada berbagai isu, pertama, bertumbuhnya kesadaran bersama warga Den Bukit (common consiuosness) akan keunggulan ini, dan kemudian melakukan kapitalisasi, sehingga keunggulan ini menjadi kekuatan riil dalam melakukan modernisasi bagi Den Bukit ke Depan. Kedua, dalam Pilkada Serentak 27 November 2024, bertumbuh kesadaran pemilih di Den Bukit, sehingga lahir pemimpin Buleleng, yang secara otentik mewakili keunggulan kompetitif kultural yang dimiliki Den Bukit. Ketiga, kesadaran kultural yang bertumbuh, diharapkan melahirkan swadaya masyarakat yang lebih cerdas dalam merespons perubahan dan menciptakan masa depan, sehingga kapitalisasi keunggulan SDA dan SDB (Sumber Daya Budaya), mampu meningkatkan kesejahteraan lahir batin “krama” ring Den Bukit”.

I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi pembangunan Bali, pengamat kebudayaan Bali, lahir di Desa Tajun, di “bibir” Timur Den Bukit.