Denpasar (Metrobali.com) –

 

Liburan ke Bali bersama anak-anaknya yang telah direncanakan dengan matang pada bulan Agustus 2019 silam seolah berubah menjadi ‘mimpi buruk’ saat tiba-tiba kedua balitanya direngut secara paksa oleh sekelompok orang tidak dikenal dari arena taman bermain anak (Kids Club) yang berada di hotel Holiday inn Resort Baruna Kuta dan membawanya pergi saat dirinya sebentar ke minimarket sekitar hotel untuk membeli kebutuhan Pampers untuk anak-anaknya.

“Meskipun telah menunggu selama 3 tahun, pihak hotel bersikeras tidak mengakui bahwa hal tersebut bukanlah suatu penculikan, namun selama kurun waktu 3 tahun pasca kejadian tersebut, pihak hotel selalu menyatakan tidak tahu identitas jati diri pelaku. Akibat peristiwa tersebut, kliennya harus melalui perjuangan panjang dan melelahkan untuk dapat menemukan kedua bayinya tersebut,” kata I Made Somya Putra, SH., MH. Rabu (16/11/2022) selaku Kuasa hukum dari Robin Sterling Kelly, seorang Ibu yang masih mengalami trauma pasca kejadian tersebut meskipun peristiwanya telah berlangsung selama 3 tahun lalu namun masih membekas dalam hatinya.

Pihaknya tetap fokus dengan dalil bahwa telah adanya prosedur keamanan yang ‘tidak dijalankan’ sebagaimana mestinya terkait kewenangan ‘peralihan’ kedua balita tersebut. Menurut, Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut

Menurut Somya, Atas peristiwa dugaan penculikan itu, tentunya sang anak bisa saja mengalami traumatis dan stres berkepanjangan. Ia juga kehilangan kepercayaan pada lingkungan dan beranggapan bahwa lingkungan bukanlah tempat yang aman. Mereka khawatir adanya orang-orang jahat di luar sana.

“Begitu besar pengorbanan Robin Kelly dalam upayanya mencari kedua balitanya, belakangan diketahui bahwa balitanya dibawa oleh seseorang yang pernah menjalin hubungan dengannya, melalui jalan persidangan hak perwalian di Australia akhirnya Kliennya berhasil memenangkan hak perwalian tersebut,” tutur Somya.

Melalui pesan WhatsAppnya Robin menuturkan bahwa kegiatan bisnisnya menjadi terganggu akibat mengurus peristiwa itu, belum lagi waktu, Tenaga, pikiran dan sejumlah dana yang tidak sedikit selama menjalani masa persidangan di negara Kanguru tersebut.

“Belum lagi kami dan kedua balita harus terus menjalani konsultasi psikologi sampai sekarang,” tuturnya.

Robin sangat mengapresiasi penundaan pembacaan hasil sidang mediasi yang telah berlangsung selama 3 kali di Pengadilan Negeri Denpasar Bali dan tetap mendukung kelancaran perhelatan KTT G20 sehingga memang harus ditunda masa persidangannya sampai 21 November 2022 mendatang.

 

Pewarta : Hidayat