Denpasar (Metrobali.com)-

Dulu era tahun 60 hingga 70an hampir disetiap sudut Desa diwilayah Denpasar yang kini berkembang menjadi Kota Metropolitan. Banyak dijumpai anak-anak dengan permainan tradisionalnya seperti; megala-gala, cingklak, tajog, kasti, megoak-goakan dan lain-lain. Namun sekarang aktifitas seperti itu sangat jarang ditemui entah akibat derasnya gempuran modernisasi, sempitnya lahan atau maindset manusia yang sudah jauh berubah. Untuk menghidupkan kembali permainan ini Pemkot melalui Dinas Kebudayaan menggelar workshoop sehari dengan melibatkan para pakar seperti; Made Taro, Gde Ardika (Mantan Menteri Pariwisata), Gde Tarmada dan lain-lain. Sabtu (26/11) di Aula Dinas Kebudayaan.

 Menurut Kadis Kebudayaan Kota Denpasar Drs. Md. Mudra,M.Si usai membuka acara workshoop mengatakan, mengingat begitu langkanya permainan tradisional anak-anak yang bisa kita temui di era sekarang ini. “Maka saatnya kita harus mengambil langkah agar permainan ini bisa hidup kembali bila perlu terus ada sepanjang jaman”, ujarnya.

Jika ditanya kemana perginya jenis permainan ini?, masyarakat atau para pakar maupun pengamat pasti kompak menjawab hilang karena pengaruh globalisasi. Mengapa karena globalisasi, Mudrapun membenarkan hal itu sebab menurutnya dari segi lahiriah globalisasi amat berpengaruh terhadap prilaku masyarakat yang banyak menggantungkan diri pada peralatan hasil teknologi modern yang serba canggih, praktis dan efektif. Seperti kehadiran perangkat Hand Phone (HP) yang menawarkan berbagai kecanggihan, dengan hadirnya perangkat tersebut masyarakat tidak perlu pusing-pusing untuk mencari apa yang diinginkan. Sebab semua yang diinginkan ada di produk elektronik tersebut seperti; seni, budaya, olah raga termasuk apa saja. Inilah salah satu faktor penyebab yang membelenggu kreatifitas masyarakat apabila tidak digunakan secara positif. Kemudian dari segi rohaniah adalah kepuasaan hati akan sesuai dengan tuntutan dan kepuasaan masa kini, jelas Mudra.

Ditambahkan pula untuk membentuk karakter generasi muda yang cerdas dan bermoral tidak cukup dilakukan melalui pendidikan formil saja namun bisa juga lewat pendidikan non formil seperti permainan tradisional anak-anak. Sebab menurutnya permainan tradisional anak-anak ini banyak mengandung unsur edukasi disamping filosopi dan sangat bermanfaat dalam membentuk karakter generasi muda dalam menghadapi tantangan yang makin mengglobal. Nilai-nilai yang terkandung diantaranya; disiplin, kejujuran, semangat, kebersamaan, kerjasama, solidaritas, teposeliro dan lain-lain bisa didapat dalam jenis permainan ini.

Dikatakan, melalui kegiatan workshoop sehari dengan topik pembahasan “Permainan Tradisonal Anak-Anak Bali” mudah-mudahan permainan ini akan bangkit kembali. “Paling tidak bisa dijumpai di event-event yang digelar baik besar maupun kecil dari tingkat Desa/Lurah hingga Kota”, harapnya. Kegiatan workshoop sehari yang diikuti oleh guru-guru sekolah di lingkungan Kota Denpasar juga diisi dengan peragaan permainan yang dipandu oleh Rotaract Club, Made Taro dan Gde Tarmada. (Sdn.Hms.Dps.).