APAKAH orang miskin tidak layak hidup di Negeri ini. Apa orang miskin, dilarang sakit dan dilarang bersekolah. Apa orang miskin tak pantas mendapat pelayanan seperti halnya para pejabat dan pegawai negeri? Sederet pertanyaan itu patut direnungkan oleh pemangku kebijakan.

Bigitulah kira – kira nasib orang miskin. Mereka selalu terpinggirkan. Sungguh sangat ironis sekali. Sementara pejabat, pegawai pemerintah dan pihak terkait lainnya mendapatkan gaji yang besar dan tunjangan yang banyak. Setiap tahun gajinya selalu naik. Ya Tuhan dimana letak keadilan itu. Sungguh sangat menyedihkan nasib mereka, ke mana lagi mereka yang miskin mencari keadilan.

Contoh dua keluarga kakak beradik yang pada Sabtu ( 13/7 ) Metrobali. Com menyempatkan diri datang menemuinya di Dusun Tulang Nyuh, Desa Tegak, Kecamatan Klungkung. Kedua kakak beradik yang menempati rumah  tidak layak huni itu sungguh  sangat memprihatinkan. Rumah dengan tembok masih terbuat dari tanah liat itu tidak berisikan jendela untuk sirkulasi udara.

Seperti rumah yang ditempati keluarga I Ketut Artana 25 yang beristrikan Ni Nengah Suyanì  24, saat ditemui dirumahnya. Suyani sedang menidurkan kedua anaknya yang masih kecil. Tampak kedua anak tersebut terlelap tidur di lantai tanah beralaskan karpet yang terlihat kotor. Lampu penerangpun tidak ada, sebagai penerang jika malam tiba hanya menggunakan lampu teplek. Untuk memasak keluarga ini masih menggunakan kayu bakar dengan dapur tempo dulu yang ada di depan kamar tidur tersebut.

Suyani mengaku saat hujan air masuk karena atap dari seng itu sudah dimakan usia alias bocor.  Saat tidur kedua anaknya dipangku untuk menghindri air hujan yang masuk kedalam kamarnya. ” Ya pak beginilah adanya gubug yang saya tempati, setiap kali hujan air masuk karena atap seng bocor ” ungkapnya sambil menunjuk atap rumah yang bocor dan telah ditutup dengan terpal atas bantuan Relawan Suwasta.

Dengan pendapat sehari sebesar Rp 70 ribu dari suami yang bekerja sebagai buruh pemetik cengkeh, dirasa sangat kurang untuk menghidupi dua anaknya yang masih kecil itu. “Penghasilan suami saya setiap hari kurang dari Rp 70 ribu. Itu sangat kurang, ” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan kakak iparnya yang menempati rumah    dengan tembok terbuat dari tanah liat. Dia adalah keluarga I Wayan Sadia 30 dan istrinya Ni Putu Murtini Asih 25. Dari hasil perkawinan, keluarga ini dikarunia 4 anak. Menurut Murtini, putra pertamanya hanya tamat SD tidak melanjutkan ke SMP karena tidak punya biaya.

 “Maaf pak anak saya yang pertama. I Gede Arya Saputra sekarang usianya 13, hanya tamat SD tidak bisa melanjutkan SMP karena biaya tidak punya ” ungkapnya.

Ditanya apakah tidak mengetahui bahwa anaknya bebas biaya sekolah hingga klas IX, ( sampai tamat SMP ), Murtini tidak tahu.  “Saya tidak tahu kalau biaya sekolah gratis hingga tamat SMP, ” ujarnya.  Dengan hasil kerja sebesar Rp 30 ribu perhari dari suami dirasakan tidak cukup. Menurutnya Suaminya kerja sebagai pemanjat pohon kelapa.

Sementara itu kedua keluarga ini mengaku tidak mendapatkan bantuan BLSM dan kartu JKBM pun tidak dapat. ” Dulu waktu bantuan BLT dapat, sekarang malah tidak dapat seperti apa yang bapak bilang yaitu BLSM ” katanya yang diiyakan adik iparnya. Raskin menurutnya memang dapat bagian tapi jarang pembagiannya. ” Kapah kapah polih raskin pak ” ( jarang dapat raskinnya pak ), ujarnya.

Perlu dipertanyakan apakah mereka yang hidupnya mapan pantas menerima bantuan BLSM. Pantaun Metrobali.com ketika BLSM cair kebanyakan mereka yang datang mengambil ke kantor Pos mengendarai sepeda motor, body atletis dan malah ada juga yang diantar dengan mobil. Bagaimana dengan keluarga diatas atau masih banyak lagi tercecer dibawah yang seharus pantas menerima bantuan BLSM itu.
BLSM sepertinya salah sasaran, kita harap pihak terkait untuk mengkaji ulang siapa yang seharusnya pantas menerima bantuan dari pemerintah itu yaitu BLSM. Bukan itu saja Raskin pun diduga  banyak yang salah sasaran. SUS-MB