20150106_140719

Denpasar, (Metrobali.com) –

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium di Bali sebesar Rp7.950/liter atau lebih mahal Rp350,- dibandingkan dengan daerah lain sebesar Rp7.600/liter, hal ini tentu saja telah menciptakan ketidakadilan bagi rakyat Bali.

Kelebihan perbedaan harga itu membuat kantong rakyat Bali dikuras lagi hampir Rp1 Miliar tiap hari, yakni sebesar Rp770 Juta. Dengan demikian, selama sepekan ini, rakyat Bali sudah menghabiskan Rp5.390.000.000 untuk kelebihan harga premium itu.

Hal ini diungkapkan Marketing Branch Manager Pertamina Bali & NTB, Iwan Yudha Wibawa, dalam rapat dengar dengan Komisi II DPRD Bali, yang juga dihadiri pemerintah provinsi Bali yang diwakili oleh Asisten III I Made Santha, Biro Hukum, dan Dispenda Bali di gedung DPRD Bali, Selasa (6/1).

Pertamina Wilayah Bali menyalurkan premium sebanyak 2.200 kiloliter (2.200.000 liter) perhari untuk masyarakat Bali. Dengan demikian, untuk volume premium yang sama di daerah lain, rakyat Bali harus merogoh kocek lebih sebesar Rp770 Juta.

“Rata-rata 2.200 kilo liter perhari. Itu yang kita (Pertamina Wilayah Bali) salurkan perhari,” ungkap Yudha Wibawa kepada komisi II DPRD Bali, di Gedung DPRD Bali, Selasa (6/1).

Harga premium yang mahal di Bali, tertinggi di Indonesia, yang disebabkan penetapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Di daerah lain, PBBKB sebesar 5 persen. PBBKB ini menjadi salah satu komponen penghitungan harga premium yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2015. Komponen lain dalam formula perhitungannya adalah harga dasar, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan margin usaha.

Dalam rapat itu juga terungkap jika Pertamina Wilayah Bali sebagai operator di lapangan belum mengantongi salinan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang penurunan harga BBM dan perhitungan harga premium.

Karena tidak mengantongi salinan Inpres tersebut, anggota dewan mendesak Pertamina Wilayah Bali untuk menurunkan harga premium di Bali mulai pukul 00.00 wita tadi malam dengan harga yang sama dengan daerah lain di Indonesia.

Namun, desakan komisi II DPRD Bali itu ditolak pihak Pertamina. Yudha Wibawa mengatakan, sebagai operator di lapangan, Pertamina Wilayah Bali tidak memiliki kewenangan untuk memenuhi desakan anggota dewan. Selain itu, pihaknya akan segera menurunkan harga jika Perda Nomor 1 Tahun 2011 direvisi terlebih dahulu dengan menurunkan PBBKB sebesar 5 persen.

Terkait salinan Inpres tersebut, dijelaskan Yudha Wibawa, bahwasanya ada di kantor Pertamina Pusat, pihaknya hanya diinstruksikan untuk menjalankan Inpres tersebut terhitung sejak 1 Januari 2015. Ia pun berjanji dalam dua hari ke depan akan mendapatkan salinan Inpres tersebut.

“Draft (Inpres) ada di pusat. Kami hanya menjalankan instruksi dari pusat,” jelas Yudha Wibawa.

I Made Budastra, politisi PDIP asal Gianyar  menyesalkan sikap Pertamina Wilayah Bali, yang tidak melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi Bali dalam memberlakukan harga BBM tanpa mengantongi salinan Inpres itu.

“Pertamina seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Itu (salinan Inpres Nomor 191 Tahun 2014) harus menjadi pertimbangan. Pertamina harus berteriak ke pusat. Harga yang berbeda itu mengganggu keadilan masyarakat di Bali,” kecam Budastra.

Akhirnya,Komisi II DPRD Bali dan pemprov Bali dalam rapat tersebut sepakat untuk segera merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2011 untuk menurunkan PBBKB sebesar 5 persen.

Untuk segera merealisasikan itu, Pertamina Wilayah Bali didesak segera mendapatkan salinan Inpres Nomor 191 Tahun 2014 dan aturan lainnya untuk dijadikan dasar oleh  Pemprov Bali dalam menyusun draft revisi Perda Nomor 1 Tahun 2011. Selanjutnya dibahas dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD Bali.

“Jadi hasil rapat hari ini, kami menunggu dua hari Pertamina menyerahkan salinan Inpres Nomor 191 Tahun 2014 sebagai dasar hukum revisi Perda Nomor 1 Tahun 2011. Kita semua ingin prosesnya cepat karena ini menyangkut kepentingan rakyat,” ujar Budastra. SIA-MB