Foto: Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa mantap maju sebagai Bakal Calon DPD RI dari Bali untuk menyuarakan kepentingan petani dan peternak di pusat.

Denpasar (Metrobali.com)-

Jika guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang mencerdaskan anak bangsa, maka petani dan peternak adalah pahlawan penjaga ketahanan pangan bangsa.

Tentu tidak berlebihan jika menyebut petani dan peternak adalah profesia mulia yang menyediakan pangan untuk kita semua hingga perannya vital dalam menjaga ketahanan pangan di negara ini.

Namun selama ini petani dan peternak masih menjaadi kelompok yang belum mendapatkan perhatian serius pemerintah, ibarat masih menjadi kelompok marjinal. Bahkan mereka juga kerap hanya dijadikan komoditas politik atau bahan jualan kampanye politik jelang perhelatan pesta demokrasi seperti pemilu.

Hal itu pulalah yang disadari oleh Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa yang telah konsisten selama 20 tahun berjuang untuk menyuarakan kepentingan peternak babi di Bali dan juga dekat dengan para petani.

Paham betul apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan aspirasi petani peternak di Bali, Hari Suyasa meminta nasib petani peternak tidak hanya dijadikan sebagai komoditas politik dan dijadikan sebagai bahan jualan untuk memenangkan Pemilu 2024.

“Kami ingin memberikan semacam warning kepada pelaku politik yang selama ini menggangap bahwa peternak dan petani hanyalah komoditi politik semata. Petani peternak dianggap tidak mempunyai bargaining politik. Dan kami ingin menerobos hal itu,” tegas Hari Suyasa ditemui di Denpasar belum lama ini.

Sadar dengan kondisi itu, Hari Suyasa bertekad penuh membawa petani peternak agar tidak lagi dipandang sebelah mata, tidak lagi hanya menjadi objek komoditas politik semata. Melainkan petani harus menjadi subjek, punya bargaining power dan bargaining politik yang kuat sehingga bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah, pemangku kebijakan di eksekutif dan legislatif baik di pusat maupun di daerah.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga didorong harus dapat merumuskan kebijakan peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan para petani secara komprehensif dan berkelanjutan. Jadi tidak hanya menjadi isu lima tahunan jelang pemilu yang kemudian hilang setelah pemilu usai.

Karena itulah Hari Suyasa menerima menerima pinangan dari kelompok petani dan peternak agar mewakili mereka untuk maju ke DPD RI dari Bali. Dia ingin menjadi perpanjangan tangan dan menggemakan suara hati, jeritan serta kepentingan petani dan peternak di daerah agar didengar oleh pemerintah pusat. Terlebih juga urusan peternakan dan pertanian dalam arti luas salah satunya menjadi ruang lingkup tugas Komite II DPD RI.

“Kami ingin mendorong dan mengawal kebijakan untuk sektor peternakan dan pertanian agar memang benar-benar berangkat dari kondisi riil dan kebutuhan petani peternak, bukan titipan dari pihak tertentu atau semata-samata demi mengakomodir kepentingan investor besar,” kata pria berambut gondrong yang dikenal dengan penampilan sederhana, bersahaja dan apa adanya ini.

Tokoh asal Badung yang dikenal vokal dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat ini juga bertekad membangun kesadaran politik di kalangan petani dan peternak bahwa mereka harus bersatu, menghimpun diri, terus menyuarakan kepentingan mereka dan yang tidak kalah penting mampu memilih perwakilan mereka dengan cerdas.

“Petani juga jangan apatis dengan politik. Saya ajak petani dan peternak ayo melek politik, Tingkatkan bargaining politik kita karena politik juga yang akan menentukan nasib kita ke depan. Contohnya harga beras, harga babi dan komoditas pertanian maupun petenakan lainnya adalah bagian dampak dari kebijakan politik yang ditentukan para elit kita,” ujar Hari Suyasa yang track recordnya memperjuangkan kepentingan peternak dan petani secara umum tidak perlu diragukan lagi.

Hari Suyasa sudah bergerak sejak 2003 membela kepentingan masyarakat ternak di Bali memang sudah terbukti dan mendapatkan pengakuan luas. Hari Suyasa pun menegaskan dirinya tidak serta merta maju sebagai calon DPD RI tanpa punya rekam jejak perjuangan dan hal-hal konkret yang diperjuangkan.

“Tiang tidak lahir secara prematur karena sudah lama berkecimpung membela kepentingan masyarakat peternak. Tiang juga ditempa oleh alam lingkungan cukup lama, dan banyak hal yang sudah kita lakukan. Sejak 2003 bergerak, tahun 2005 kami berjuang mendorong lahirnya Pergub Nomor 33 Tahun 2005, terus berlanjut ke tahun 2013 kita mendorong lahirnya Pergub Nomor 6 Tahun 2013. Berlanjut tahun 2019 menanggulangi wabah ASF (flu babi Afrika),” tutur Hari Suyasa.

Di sisi lain peternakan babi di Bali dinilai punya potensi ekonomi yang besar bahkan disebut-sebut perputaran ekonominya bisa mencapai triliunan rupiah. Dengan begitu, potensi peternakan babi bahkan disebut ibarat “tambang baru” bagi Bali dan jika benar-benar digarap serius bahkan bisa memberikan multiplier effect setara atau bahkan bisa melebihi sektor pariwisata. Bali bisa menjadi pusat industri perbabian di Indonesia bahkan dunia.

“Pandemi Covid-19 juga mengajarkan kita bahwa untuk penggerakan ekonomi Bali kita tidak boleh berdiri di satu kaki pariwisata saja, tetapi harus juga bergerak di bidang pertanian dan peternakan. Ini harus diakui oleh elit-elit politik kita terutama pengambil kebijakan yang ada di Bali,” pungkas Hari Suyasa. (wid)