Harga Minyak Turun

New York (Metrobali.com)-
Harga minyak mentah turun lagi pada Jumat (Sabtu pagi WIB), membawa kontrak berjangka utama AS berakhir merosot untuk keenam minggu berturut-turut, di pasar yang dibanjiri dengan kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun 79 sen menjadi ditutup pada 43,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, membawa kerugian mingguan lebih dari tiga dolar AS.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk September, patokan internasional, berakhir pada 48,61 dolar AS per barel, turun 91 sen dari penutupan Kamis.

“Pasar terus mundur,” kata Gene McGillian dari Tradition Energy.

“Faktor yang sama telah mendorong penurunan ke posisi terendah enam bulan untuk Brent dan terendah empat bulan untuk WTI, yaitu kekhawatiran tentang kelebihan persediaan dan menurunnya tingkat permintaan, terutama dari Tiongkok.”

Kontrak berjangka AS, yang stabil di sekitar 60 dolar AS per barel pada akhir April, Mei dan Juni, telah jatuh ke tingkat yang terakhir terlihat pada Maret dan mendekati tingkat terendah dalam lebih dari enam tahun.

“Ada beberapa pembicaraan baru bahwa harga minyak mentah kembali turun ke tingkat yang akan membuktikan tidak berkelanjutan, tapi kami tidak melihat suatu perubahan yang berhubungan dalam fundamental yang mendasari akan membuat keseimbangan pasokan/permintaan global menjadi

defisit, setidaknya dalam waktu dekat,” Tim Evans dari Citi Futures mengatakan dalam sebuah catatan kliennya.

Amerika Serikat dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) adalah kontributor utama terhadap melimpahnya pasokan global, karena mereka terus meningkatkan produksi minyak mentah.

Berpotensi memicu kekhawatiran lebih besar tentang produksi Amerika yang kuat, setelah pemerintah pada Rabu melaporkan kenaikan produksi minyak pekan lalu, adalah data terbaru jumlah rig minyak AS dari Baker Hughes.

Untuk minggu ketiga berturut-turut jumlah rig AS yang beroperasi meningkat, sebanyak enam rig menjadi 670 rig, Baker Hughes melaporkan pada Jumat.

Sementara itu, Moodys Analytics menurunkan proyeksi harga minyak untuk akhir tahun ini menjadi 65 dolar AS dari 80 dolar AS.

“Jadi apa yang salah? OPEC. Secara khusus, Arab Saudi,” kata analis Moodys Chris Lafakis, mencatat bahwa produksi Saudi terus meningkat tahun ini.

“Setelah enam bulan, kami telah menyimpulkan bahwa Arab Saudi mengeksekusi strategi yang disengaja untuk menaikkan biaya modal industri guna menghambat investasi baru dan menghalau produksi,” katanya dikutip AFP.

“Sesumbar tentang mempertahankan pangsa pasar adalah sebuah pertunjukan sampingan. Pada kenyataannya, Arab Saudi telah memperluas pangsanya dari produksi minyak mentah global dengan mengorbankan produsen minyak non-OPEC.” Antara-MB