New York (Metrobali.com)-

Harga minyak global naik pada Jumat (Sabtu pagi WIB), dipicu meningkatnya kekhawatiran di Timur Tengah, setelah Washington mengatakan akan memberikan dukungan militer kepada pemberontak Suriah dan Iran menggelar pemungutan suara untuk memilih presiden baru.

Data ekonomi Amerika Serikat juga membantu pasar, kata analis.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, bertambah 1,16 dolar AS dari Kamis menjadi ditutup pada 97,85 dolar AS per barel, tingkat terbaik sejak akhir Januari.

Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik 98 sen menjadi menetap pada 105,93 dolar AS per barel.

Para analis mengatakan data AS yang dilaporkan Kamis, menunjukkan kenaikan dalam penjualan ritel pada Mei, terutama untuk mobil dan truk, serta penurunan klaim manfaat asuransi pengangguran, mendukung kepercayaan pada pertumbuhan ekonomi AS.

“Harga minyak mentah telah menguat … karena pasar terus mencerna statistik ritel dan pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan,” kata analis Myrto Sokou pada perusahaan pialang Sucden di London.

“Penjualan ritel didorong oleh penjualan mobil menimbulkan spekulasi bahwa orang mungkin benar-benar akan memerlukan bahan bakar minyak,” gurau Phil Flynn dari PRICE Futures Group.

Tetapi banyak perhatian ke Timur Tengah, setelah para pejabat AS mengatakan mereka memiliki bukti penggunaan senjata kimia oleh pasukan dukungan pemimpin Suriah Bashar al-Assad.

Para pejabat mengatakan Amerika Serikat siap untuk meningkatkan dukungan kepada para pemberontak Suriah, meningkatkan kekhawatiran eskalasi konflik.

“Pasar mungkin juga menambahkan premi risiko geopolitik mengingat keputusan AS untuk memberikan dukungan bagi pemberontak Suriah, karena pasar mengkhawatirkan perluasan konflik daripada penyelesaian konflik,” kata Timothy Evans dari Citi Futures.

“Pemilihan presiden Iran dapat dianggap sebagai faktor risiko juga, meskipun mungkin pemungutan suara memakan waktu hingga pekan depan untuk menentukan hasilnya dan kebijakannya juga tidak mungkin berubah, karena kekuasaan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei masih kuat.”  (Antara/AFP)