Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyampaikan klarifikasi atas berita Bali Post terbitan 1 Maret 2012. Dalam klarifikasinya yang dikirim ke Bali Post, sejumlah media massa dan ditembuskan kepada Dewan Pers itu, Gubernur mempertanyakan apa yang dimaksud dengan bergaya militer yang dijadikan judul dalam berita saat itu.  “Apa yang dimaksud bergaya militer itu? Apa main perintah, main komando atau apa? Nggak jelas itu,” kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebagaimana ditirukan Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si di Denpasar, Kamis, 1 Maret 2012.

Menurut Gubernur, tidak ada sama sekali gaya militer yang ia tunjukkan pada saat mengulang kembali penjelasan Bendesa Agung MUDP Bali Jro Gede Putu Suena saat menjelaskan konsep ngayah dalam forum simakrama Gubernur dengan masyarakat Buleleng di Gedung Kesenian Gde Manik, Buleleng, Sabtu, 25 Februari 2012, yang dijadikan masalah oleh Bendesa Jagaraga I Nyoman Sura. Sikap Gubernur sangat wajar dan biasa-biasa saja. Karena itu apa yang ditulis Bali Post adalah sesuatu yang sangat subjektif, berbau tendensius dan provokatif. Berita itu bahkan dinilai berlebihan dan memanipulasi fakta yang sesungguhnya. “Benar! Menurut saya, tidak ada itu yang disebut bergaya militer. Semuanya basa-biasa saja kok,” kata Teneng menirukan Gubernur lagi.

Berpijak opini tersebut, Gubernur berharap, pengembangan berita mengenai konsep ngayah atau apapun topiknya, hendaknya tetap dalam koridor penegakan kaidah-kaidah jurnalistik dan jurnalisme yang jujur, baik dan benar. Kaidah jurnalisme dan jurnaistik yang mencerahkan masyarakat mengenai konsep ngayah atau topik apa saja yang dibicarakan. Jangan sebaliknya sengaja mengarahkan sesuatu topik atau membangun opini yang kontraproduktif yang merugikan narasumber dengan berbagai pihak dalam kaitan memajukan desa pakraman.

Mengait-ngaitkan antara konsep ngayah dengan aspirasi tuntutan prajuru desa pakraman kepada Pemprov Bali agar Pemprov meningkatkan perhatian kepada desa pakraman dan prajurunya merupakan sebuah kontradiksi yang dapat mengaburkan makna ngayah yang adiluhung. Ini disebabkan karena kondisi dan proses pemilihan bendesa antara satu desa dengan lainnya berbeda-beda. Ada yang karena keturunan, ada yang karena figur itu dituakan dan ada pula yang memang dipilih. Jangan sampai proses menjadi bendesa pakraman menyalahi pakem yang berlaku di desa setempat, atau bahkan jabatan bendesa pakraman dijadikan profesi dan mata pencaharian. Dengan begitu, menjadi bendesa akan semakin jauh dari konsep ngayah sebagaimana diungkapkan oleh Bendesa Agung MUDP Bali Jro Gede Putu Suena dalam forum simakrama itu dan para pendiri desa pakraman di Bali.

Gubernur juga minta agar minta Bali Post mentaati ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Kemerdekaan Pers dengan memuat berita yang sesuai fakta dan bukan fiksi. Buat atau muatlah berita yang benar-benar bermanfaat bagi kemajuan bangsa karena berita yang dimuat itu memberikan informasi, pendidikan dan hiburan positif kepada masyarakat. “Jangan diputar kesana kemari. Apalagi diplintir secara subjektif,” tandas Teneng masih menirukan Gubernur.

Berkenaan dengan tuntutan perhatian kepada desa pakraman dan prajurunya Gubenrur mengemukakan, perhatian sudah diberikan sejak 2001 berupa bantuan sepeda motor, kemudian bantuan penguatan desa pakraman yang terus meningkat dari Rp 10 juta (2001) menjadi Rp 55 juta saat ini. Ada juga bantuan tambahan penghasilan (insentif) Bendesa Pakraman dari semula Rp100ribu (2001) meningkat menjadi Rp150ribu (2009) kemudian meningkat lagi menjadi Rp250ribu (2011 sampai sekarang). Bantuan tambahan penghasilan bendesa ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada para bendesa pakraman menjalankan tugas dan kewajibannya, dan Pemkab/Pemkot sangat diharapkan memberikan tambahan.

Persoalannya adalh, insentif bendesa itu tidak diberikan langsung kepada bendesa akan tetapi disalurkan melalui mekanisme Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada Kabupaten/Kota sehingga harus masuk kas kabupaten/kota dulu baru diberikan kepada bendesa. Karena mekanismenya seperti itu bantuan tambahan penghasilan itu menjadi APBD kabupaten/kota.

Selain perhatian-perhatian tersebut diatas, Pemprov juga telah memberikan perhatian tidak langsung yang bersifat insidentil seperti bantuan upacara ngaben massal, potong gigi massal, pernikahan massal, dan sejenisnya, bantuan sosial (Bansos) penguatan sekeha-sekeha kesenian, penguatan tatanan sosial tradisional berupa pemberian bantuan dana bagi pembangunan sarana dan prasarana pertemuan (balai tempek) dan sejenis, dan bantuan dalam kaitan penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali kepada sekehe kesenian yang akan tampil mewakili Kabupaten/Kota di panggung PKB Provinsi.

Bali Post edisi 1 Maret 2012 memuat berita dengan judul ’Gubernur Jangan Bergaya Militer’ pada halaman satu. Inti pesan dalam berita itu adalah aspirasi tokoh masyarakat Jimbaran Jero Mangku Gede Berata berkenaan dengan konsep ngayah dan perhatian Pemprov kepada bendesa dan prajuru desa. NOM-MB