Ilustrasi

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Gubernur Bali memang harus diingatkan. Sebagai gubernur sudah berbuat terlalu jauh yang bisa merugikan pariwisata Bali. Bayangkan jika Bali dicap intoleransi maka tak akan ada wisman yang akan datang ke Bali.

Hal tersebut dikatakan pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Minggu, 26 Maret 2023 menanggapi surat Gubernur Bali Wayan Koster menolak tim U20 israel di Bali.

Dikatakan, di tengah ekonomi Bali belum pulih akibat pandemi, resesi ekonomi yang membayangi dunia, geo politik dan ekonomi yang labil, paradigma baru pariwisata yang belum bisa dipetakan, semestinya equity brand Bali dijaga, bukan kesannya mau dihancurkan dari konsekuensi dari kepemimpinan yang tidak kompeten.

Pengalaman di lapangan, lanjut Jro Gde Sidibya, akibat krisis iklim petani Cengkeh sudah 3 tahun tidak panen raya, produktifitas kakao turun sekitar 70 persen akibat curah hujan tinggi, manggis harganya bagus ttp.sangat tergantung pada pasar China yang labil, buah durennya produktifitasnya bagus, tetapi harganya di tingkat petani tidak memadai. Negara tidak hadir ngurusi petani, tetapi ngurusi yang lain.

Sementara beberapa masyarakat menanyakan keputusan Gubernur Bali Wayan Koster yang blunder. Patut Jro Gde. Niki Bali mau dijadikan apa? Ikut-ikutan rasis?

Menurut Jro Gde Sudibya, akar kebudayaan Bali tidak mengenal rasisme. Ini mimpi buruk.

“Kearifan budaya Bali mengajarkan mereka yang merasa paling tahu akan gagal, dan kemudian dihinakan oleh masyarakat. Gubernur Koster gagal menangkap rokh Kebudayaan Bali yang plural dan toleran,” kata Sudibya.

Pertanyaannya, tanpa kultur toleransi dan pluralisme apa wisatawan akan datang ke Bali. Ya pasti tidak.

Menurutnya jangan menafikan peran industri pariwisata sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Bali selama 50 terakhir, sudah tentu dengan plus minusnya.

“Tampaknya Gubernur Koster perspektifnya sangat terbatas dalam mengelola kebijakan di tengah ketidakpastian ini,” kata pengamat ekonomi dan politik itu. (Adi Putra)