Jakarta (Metrobali.com)-

Sejalan dengan era modernisasi dan globalisasi dewasa ini, umat Hindu dihadapkan pada paradigma perubahan sosial dalam menghayati dan menjalankan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat. Sikap dan perilaku hidup individualis dan ekslusif mulai berkembang di tengah-tengah nilai-nilai
sosial budaya  masyarakat yang telah tumbuh, termasuk di kalangan umat Hindu di tanah air.

”Dan untuk mengantisipasi fenomena ini diperlukan suatu tuntunan, dan salah satunya adalah dengan memaksimalkan pelayanan  dan peran serathi banten dan pinandita kepada umat sedharma,” demikian
diungkapkan Gubernur  saat membuka semiloka Serathi banten di Anjungan Daerah Bali Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Sabtu (10/3).

Acara yang diprakarsai oleh Kantor  Perwakilan Provinsi Bali di Jakarta ini menyasar 150 peserta yang berasal dari para serathi dan pinadhita di lingkungan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Serang Banten.
Lebih jauh dikatakan Gubernur, tugas serathi dan pinandita bukan sekedar menjadi pinandita dan tukang banten, namun dituntut juga mampu memberikan tuntunan tatwa dan tata susila kepada umat.  Karena kemeriahan seremonial upacara agama yang dilaksanakan umat Hindu, tidak akan ada artinya apabila tidak didukung oleh pemahaman akan nilai ajaran agama yang tepat. Namun Gubernur tetap mengingatkan bahwa pelaksanaan upacara harus di sesuaikan dengan desa, kala , dan patra .

“ Jadi tidak bisa desa, kala dan patra di Bali diterapkan pada masyarakat Hindu yang ada di Jakarta” demikian dikatakan Gubernur yang didampingi Kepala Perwakilan Provinis Bali , Anak Agung Juniarta.  Tiga narasumber yang dihadirkan adalah Ida Pedanda Panji Sogata dengan materi ‘Etika dan Agem-ageman Tukang Banten’, Ida Pedanda Istri Jelantik kemenuh dengan materi “Eedan Upakara Yajnya dalam Fungsi sebagai Ayaban” dan Ida Bagus Putu Sudarsa a denga judul materi Filosofi
Upacara Butha Yajnya”.
Selain membuka semiloka, Gubernur juga berkesempatan *masimakrama*  dalam suasana akrab dengan para peserta semiloka. Dalam dialog yang berlangsung santai, secara gamblang Gubernur memaparkan program-program unggulan Pemerintah Provinsi Bali yang telah berjalan di 4 tahun masa
kepemimpinannya, diantaranya JKBM, Simantri, Bedah Rumah.

“’Khusus untuk para sulinggih yang menjalani rawat inap bisa memperoleh pelayanan kelas
dua di Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Bali,” tegas Gubernur. Tanpa bisa menyembunyikan rasa bangganya Gubernur menyatakan bahwa Bali adalah provinsi pertama di Indonesia yang berhasil memberikan layanan kesehatan kepada seluruh masyarakatnya yang ber-KTP Bali.
Di tahun 2012, Pemprov menggulirkan program unggulan baru dalam  upayanya mengentaskan kemiskinan yaitu Gerbang Sadu Mandara. “Program ini akan menyasar desa-desa yang memiliki tingkat kemiskinan di atas 35 %. Kurang lebih ada 702 desa di Bali yang masih miskin. Saya harap para warga Bali uang ada di Jakarta juga bisa ikut serta dalam menanggulangi kemiskinan di Bali”, demikian ditambahkan Gubernur.

Ketika ditanya mengenai mengapa banyaknya tanah di Bali yang dibeli oleh pengusaha dan investor dari luar. Gubernur mengatakan tidak ada peraturan untuk melarang orang membeli tanah di Bali. Namun jika ingin Bali dikuasai oleh orang-orang Bali, Gubernur menghimbau warga Bali yang sudah sukses  di luar Bali untuk menginvestasikan dananya  dengan membeli tanah di Bali. Dan  sekaligus
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyrakat Bali.
Menanggapi isu hangat mengenai desa pakraman yang beredar di salah satu media massa, Gubernur Bali untuk kesekian kalinya menegaskan bahwa dia tidak akan pernah membubarkan desa pakraman yang merupakan benteng kebudayaan Bali.
“Desa Pakraman itu rohnya Bali, jika saya membubarkan desa pakraman artinya saya juga membubarkan Bali, Justru saya yang mengukuhkan terbentuknya Majelis Utama Desa Pakraman” , demikian ditegaskan Gubernur. “Jadi berita itu tidak benar sama sekali”.
Gubernur yang memang membidani langsung lahirnya Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) menegaskan pentingnya keberadaa lembaga ini sebagai partner pemerintah dalam menyelesaikan masalah adat dan budaya mengingat agama dan adat budaya Bali memang tidak dapat terlepas satu dengan lainnya. IKA-MB