Foto: (dari kiri ke kanan)-Ketua STMIK Primakara I Made Artana; Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali atau Bali Tourism Board (GIPI Bali/BTB); dan Direktur Pemasaran Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Ida Bagus Agung Gunarthawa.

Denpasar (Metrobali.com)-

“Jangan menaruh telur di satu keranjang.” Pepatah bijak ini menjadi refleksi penting dan sarat makna dalam situasi pariwisata Bali yang terpuruk, jatuh ke jurang terdalam akibat pandemi Covid-19 saat ini.

Ya, faktanya sebelum pandemi menghantam, Bali sangat tergantung pada pariwisata. Ibaratnya Bali menaruh dan menggantungkan “telur perekonomiannya” di satu keranjang utama bernama “sektor pariwisata.”

Namun tidak ada kata terlambat untuk “sadar” bahwa ternyata struktur ekonomi Bali yang sangat menggantungkan diri pada sektor pariwisata ternyata cukup rapuh. Pelaku pariwisata pun kini sadar dengan hal itu.

Maka tidak sedikit yang menyuarakan agar Bali mampu melirik sektor ekonomi lain, menggarap peluang sektor ekonomi yang mampu menjadi penyeimbang sektor pariwisata.

Bukan sekadar ekonomi alternatif saat pariwisata tumbang, tapi sektor ekonomi unggulan Bali yang tidak hanya mampu bertahan saat pariwisata terpuruk tapi juga menjadi “pasangan ideal” bersanding dengan sektor pariwisata ketika sektor ini bangkit dan moncer kembali.

“Pariwisata Bali sangat terdampak pandemi. Jadi Bali harus punya bisnis pendamping, penyeimbang selain pariwisata. Yang paling pas adalah ekonomi kreatif digital,” kata Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali atau Bali Tourism Board (GIPI Bali/BTB) ditemui dalam diskusi ringan di Kampus STMIK Primakara, Denpasar, Senin (7/6/2021).

Selaku pelaku pariwisata yang sudah puluhan tahun malang melintang di sektor pariwisata dan kini sebagai pucuk pimpinan organisasi pariwisata Bali yang mewadahi puluhan asosiasi pariwisata, pernyataan pria yang akrab disapa Gus Agung ini tentu menarik.

Pernyataan itu tegas memberi makna bahwa masa depan ekonomi Bali tidak boleh hanya digantungkan di sektor pariwisata melainkan harus mampu menggarap serius potensi ekonomi kreatif di Pulau Dewata.

“Ekonomi kreatif seperti tidak kelihatan, selama ini kerap diremehkan tapi sebenarnya bisa jadi kekuatan ekonomi yang besar untuk Bali,” katanya.

“Jadi pariwisata silakan jalan, tapi ekonomi kreatif digital dikembangkan dengan serius,” demikian penegasan Gus Agung sebagai sebuah “sinyal dan alarm” pelaku pariwisata pun mengakui potensi ekonomi kreatif Bali dan berharap ekonomi kreatif bisa dikembangkan tentu dengan tidak meninggalkan sektor pariwisata walaupun sedang terpuruk saat ini.

Walaupun mengakui dan mendorong potensi ekonomi kreatif Bali agar lebih digarap serius, Gus Agung juga tetap memberikan catatan bahwa roh pengembangan ekonomi kreatif di Bali juga haruslah berbasis budaya Bali.

Jika pariwisata di Bali dikenal dengan pariwisata budaya maka Gus Agung juga berharap adanya ekonomi kreatif barbasis budaya Bali yang kemudian diakselerasi dengan digitalisasi.

“Rohnya tetap adat budaya. Jadi ekonomi kreatif digital berbudaya, agar roh Bali tidak hilang dan agar ekonomi kreatif tidak liar mengabaikan nilai-nilai adat budaya Bali,” kata Gus Agung menegaskan pemikiran kritis dan antisipatif.

Ditegaskan pula pengembangan ekonomi akan saling menguatkan dengan sektor pariwisata. Maka kolaborasi dan sinergi kedua sektor ini juga sangat dibutuhkan sebagai kekuatan baru dan wajah baru perekonomian Bali di masa depan. Jadi  ketika pariwisata tumbuh UMKM pelaku ekonomi kreatif juga harus tumbuh dan begitu pula sebaliknya.

“Pariwisata juga membutuhkan daya ungkit maka sinergikan pariwisata budaya dan ekonomi kreatif digital berbudaya di Bali,” tegas Gus Agung.

Sementara itu Direktur Pemasaran Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Ida Bagus Agung Gunarthawa mengapresiasi niat mulia sinergi dan kolaborasi yang diungkapkan Ketua GIPI Bali/BTB dimana stakeholder pariwisata dan stakeholder ekonomi kreatif bisa bergandengan tangan menguatkan ekosistem ekonomi kreatif di Bali.

“Bagi kami ini tonggak sejarah, teman-teman di pariwisata memberikan perhatian serius untuk penguatan ekonomi kreatif. Selama ini pengembangan ekonomi kreatif belum full power. Jadi bersama stakeholder pariwisata dan stakeholder yang lainnya kita himpun kekuatan dorong kuatkan ekosistem ekonomi kreatif,” terang Agung Gunarthawa.

Dukungan penuh untuk penguatan ekosistem ekonomi kreatif di Bali juga diberikan kampus IT dan bisnis STMIK Primakara. Kampus masa kini yang dikenal sebagai Technopreneurship Campus (Kampus Pencetak Technopreneur/Wirausaha Berbasis Teknologi) ini punya keberpihakan nyata dan berbagai program pemberdayaan digitalisasi UMKM dan pendampingan UMKM go digital hingga turut menguatkan ekosistem ekonomi kreatif dan startup di Bali.

“Dukungan STMIK Primakara untuk penguatan ekonomi kreatif ini dalam dua hal utama. Pertama, penumbuhan wirausaha/startup baru/UMKM baru di bidang ekonomi kreatif. Kedua, penguatan pendampingan digitalisasi UMKM. Ini juga dua hal yang akan kami lontarkan ke Pak Menkop UKM saat kunjungan beliau ke Bali,” terang Ketua STMIK Primakara I Made Artana. (wid)