Komisi III saat melakukan rapat kerja dengan Bappeda Badung, Selasa (11/5).

Mangupura, (Metrobali.com)

Anjloknya pendapatan asli daerah (PAD) Kabupupaten Badung, berdampak pada sejumlah program. Karenanya, Komisi III DPRD Badung kembali melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Badung untuk meminta penjelasan rasionalisasi belanja Rp 1,5 triliun.
Rapat dipimpin Ketua Komisi III I Putu Alit Yandinata dan Wakil Ketua Komisi I Nyoman Satria bersama anggota. Dari Bappeda hadir langsung Kepala Bappeda Made Wira Dharmajaya bersama jajarannya.

Dalam rapat tersebut yang paling disorot Komisi III adalah masalah rasionalisasi anggaran. Sebab, bila PAD tambah anjlok mau tidak mau belanja daerah harus dipangkas. Untuk pemangkasan inilah yang jadi perhatian. Sesuai hasil rapat Komisi III dengan Bapenda disebutkan, kemampuan PAD di masa pandemi ini diperkirakan hanya Rp 1,3 triliun. Sementara kebutuhan anggaran untuk gaji pegawai saja Badung harus punya uang Rp 1,5 triliun.
“Kalau PAD mentok Rp 1,3 triliun, ada opsi rasionalisasi PAD jadi Rp 1,3 triliun. Terus belanja pegawai yang Rp 1,5 triliun itu gimana?” ujar Nyoman Satria.

Pihaknya pun meminta pemerintah cermat menghitung anggaran agar target PAD tidak terus meleset. Pihaknya juga minta dalam membuat program agar menyesuaikan dengan pendapatan. Tidak seperti selama ini pendapatan dipaksakan untuk memenuhi biaya belanja.
“Hemat kami lebih baik PAD dirancang di bawah sehingga bisa dapat DAU (dana alokasi umum dari pusat). Kanggeang (mau), dulu sebagai kabupaten terkaya sekarang kabupaten termiskin,” katanya.
Bila PAD benar mengalami penurunan, imbasnya dipastikan akan menyentuh nafkah pegawai. “Belanja saja Rp 3,3 triliun, sekarang kalau turun jadi Rp 2,5 triliun, maka akan sadis. TPP (tunjangan penghasilan pegawai) pasti turun jauh,” jelasnya.

Melorotnya pendapatan, aku Satria, sudah lebih dulu dialami oleh anggota DPRD Badung. Perjalanan dinasnya dipangkas dan ongkos uang saku menipis. “Kami perjalanan dinas dalam negeri cuma dapat  seratus ribu. Apakah TPP bapak sudah menyesuaikan? Kata Mendagri sih sudah,” singgungnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi III Putu Alit Yandinata. Bila PAD diturunkan sudah pasti salah satu imbasnya ke nafkah pegawai. Untuk masalah gaji saja Badung harus punya uang Rp 1,5 triliun.
“Bappeda harus negosiasi dengan Bapenda karena situasi sekarang tidak mungkin pendapatan dipaksakan naik. Kemudian, kalau dilakukan pemotongan pegawai (gaji) pasti ribut,” terangnya.

Di tengah situasi sulit seperti sekarang ini, pihaknya pun berharap eksekutif berani membuat keputusan yang tidak populis. Selain itu harus gencar mencari tambahan anggaran ke pusat. “Kalau ada pengerjaan fisik kan bisa dipotong (dihilangkan). Ini masalahnya di belanja pegawai,” tegasnya sembari menambahkan sudah dua kali capaian target pendapatan Badung meleset yaitu tahun 2019 dan 2020.

Pihaknya pun kembali minta ketegasan Bappeda terkait dipangkas anggaran bila PAD mentok di angka Rp 1,3 triliun. “Semua sudah dirancang. Kalau sekarang PAD diturunkan, dua tahun lagi baru kita dapat DAU dari pusat untuk gaji pegawai. Terus sekarang yang mana akan dikurangi,” tanya politisi asal Dauh Yeh Cani Abiansemal ini.
Menanggapi hal ini, Kepala Bappeda Wira Dharmajaya terkesan bingung. Mantan Sekwan Badung ini pun memilih irit bicara. Namun, pihaknya mengaku sepakat dengan Dewan dalam membuat perencanaan agar tidak sulit dicapai.
Terkait anggaran mana yang akan disisir Wira Dharmajaya mengaku harus berkoordinasi dengan Bupati.  “Yang jelas belanja wajib yang sifatnya mengikat, tetap biar tidak salah. Nanti pasti akan ada koordinasi lebih lanjut dengan DPRD,” ujarnya. (SUT-MB)