Gianyar, (Metrobali.com)

Sebagai kabupaten yang dijuluki wilayah seni dan budaya, dikunjungi wisatawan dalam jumlah banyak dan berkesinambungan, menjadi rada aneh melihat fenomena ini. Semestinya, dari logika ekonomi sederhana, daerah ini bebas dari kemiskinan dan warganya punya tingkat kesejahteraan lebih baik dari warga kabupaten lainnya.

Hal tersebut dikatakan pengamat ekonomi dan politik Jro Gde Sudibya, Kamis 14 September 2023 di Denpasar.

Menurut Jro Gde Sudibya, dari perspektif manajemen pembangunan ada sejumlah persoalan yang dihadapi Pemerintah Daerah Gianyar.

Dikatakan, kebijakan fiscal daerah yang tidak memihak kepentingan orang miskin, sehingga program penanggulangan kemiskinan tampaknya dikalahkan dengan program peningkatan elektabilitas politik penguasa, sebagian besar dana terserap untuk bansos bagi anggota dewan dan kelompok masyarakat yang punya posisi tawar politik tinggi.

“Kemiskinan Ekstrim di Gianyar adalah karena kegagalan ekskutif dan legislatif dalam membangun design kebijakan, menyambungkan, melakukan interkoneksi antara industri pariwisata dengan industri kerajinan dan juga sektor pertanian. Sehingga pengembangan industri pariwisata tidak nyambung (uncoupling) dengan industri penunjangnya,” kata Jro Gde Sudibya.

Dikatakan, tingginya jumlah penduduk miskin ekstrim di Gianyar, merupakan peringatan (wake up call) bagi penguasa Gianyar untuk lebih berbenah, tamsilnya “jangan sampai ayam mati di lumbung padi”.

“Dan juga perlu diwaspadai munculnya kantong – kantong kemiskinan di DTW yang lukratif, yang merupakan kegagalan dalam pengelolaan industri pariwisata pada khususnya dan pengelolaan pembangunan pada umumnya. Pembangunan proyek pasar seperti yang terjadi Sukawati, Blahbatuh dan kota Gianyar yang kurang berempati pada kepentingan pelaku UMKM, semestinya tidak lagi terjadi di masa depan,” tandas Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)