Gerakan Merevisi UU Provinsi Bali Dipertajam
Denpasar (Metrobali.cm)-
Sejumlah kalangan menilai gerakan merevisi UU No 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali mendesak untuk dilakukan. Bahkan, gerakan tersebut harus segera dipertajam dan diperluas dengan melibatkan semua kekuatan komponen masyarakat, khususnya DPRD dan Pemkab/Pemkot dan Pemprov Bali. Pasalnya, UU tersebut sudah tidak bisa lagi menjadi benteng pertahanan eksistensi Pulau Dewata ini. Bahkan, proses marjinalisasi terhadap masyarakat Bali di tanah leluhurnya sudah tak terbendung lagi.
Dalam diskusi terbatas yang digelar Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) di Denpasar, Kamis (9/8), langkah untuk mempertajam dan mempercepat gerakan merevisi UU Pembentukan Provinsi Bali menjadi pembahasan utama. Hadir dalam diskusi tersebut, para akademisi, aktivis LSM, pengurus partai politik, juga tim dari FPHB.
Sebelumnya, Prof Wayan Suparta yang pernah menjadi ketua tim ahli penyusunan RUU Otonomi Khusus Bali, lebih banyak memaparkan perjalanan pembentukan RUU Otsus Bali yang penuh dengan hambatan berat baik di tingkat Bali maupun di pusat. Sulitnya menembus rintangan itu karena komponen masyarakat di Bali tidak bisa bersinergi. ”Selain karena persoalan politis yang memang dikhawatirkan oleh pemerintah pusat dengan adanya tuntuan otonomi khusus Bali,” ujar Prof Suparta.
Ngurah Karyadi dari FPHB memaparkan, saat ini tim sedang dalam proses penyusunan naskah akademik sebagai dasar revisi UU Provinsi Bali. Naskah akdemik itu mencakup bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. “Kita akan mengedepankan soal proses peminggiran masyarakat Bali yang semakin kronis, namun di satu sisi Bali sebagai daerah penopang terbesar devisa dari sektor pariwisata,” ujar Karyadi.
Wakil Ketua FPHB Ngurah Gede Putra menambahkan, kenyataan masyarakat Bali yang terpinggirkan menjadi landasan dalam penyusunan naskah akademik. “Ini pula yang menjadi alasan kenapa perlu perjuangan hak Bali,” ujarnya.
Prof Dasi Astawa dalam pemaparannya menyebutkan, gerakan ini harus segera diperluas menjadi isu nasional supaya menjadi perhatian pemerintah pusat, bahwa kondisi Bali sudah kronis. Sudah mendesak diperlukan sebuah UU yang bisa melindungi masyarakat Bali dari lajunya pembangunan.
“Kalau perlu kita mainkan isu ini ke Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung biar menjadi perhatian nasional. Disatu sisi bisa menyadarkan masyarakat di Bali bahwa situasi sudah darurat untuk merevisi UU Provinsi Bali,” ujar pengajar Undiknas Denpasar ini.
Sementara Dr Riniti Rahayu menyebutkan, perjuangan ini adalah perjuangan generasi ketiga, yang merupakan kelanjutan Otsus Bali. “Terima kasih forum ini sudah melibatkan perempuan dimana sebelumnya tidak dilibatkan. Dengan pelibatan dari komponen perempuan, semoga menjadi lancar dan berhasiln” ujarnya.
Di akhir diskusi, peserta sepakat untuk merancang tim yang terdiri tim lobi, legal, dan aksi untuk memperbesar gaung gerakan merevisi UU Provinsi Bali. Tim ini akan melakukan roadshow ke kampus-kampus, tokoh masyarakat, partai politik, DPRD dan juga pemkab/pemkot dan pemprov. “Supaya semua tahu kalau UU Provinsi Bali sudah kadaluarsa dan mendesak direvisi untuk melindungi masyarakat Bali dari proses peminggiran di tanah leluhurnya sendiri,” tutup moderator diskusi, Nyoman Mardika yang juga anggota KPID Bali. MR-MB
3 Komentar
Sangat setuju, yg perlu dilakukan adalah penyadaran dari akar rumput, karena sepintar dan sekritis apa pun jika hanya segelintir orang semua akan sia-sia. Siapa yg salah dulu memilih LOLAK menjadi DPD, yang tidak bisa apa2. DPD adalah sebuah amunisi untuk membela kepentingan Bali di pusat, namun jika amunisinya tumpul seperti LOLAK yg belum apa2 sudah kalah DEBAT dengan pusat. Yang perlu disadarkan adalah MASAYARAKAT BALI SECARA UMUM. perlunya pendidikan politik untuk MASYARAKAT AKAR RUMPUT.
apa sih yg menjadi masalah penting atas UU tersebut..???
apa dampak bagi masy atas renc tersebut..??
masy bali terpinggir oleh apa dan siapa..? bukannya masy bali sendiri yg membuat terpinggir.?? tanah kita jualin dan berdatangan Investor asing dengan dalih pariwisata..??
Sebelum kita mengangkat senjata, semestinya kita belajar dulu tentang senjata sampai tuntas, kalau kita meminta sesuatu seharusnya kita juga dapat memberi sesuatu, Pemerintah pusat Sebenarnya sudah memberikan kewenagan kepada Daerah ,untuk membentuk danmembuat Daerah itu seperti apa adanya, sesuai ada istiadat ,budaya, Agama masing m,asing daerah , contoh UU no 32 th 2994 dengan PP nya no 72 tebtang Desa dasrnya , UUD 45 pasal 18, Disana sangat jelas , ada kalimat, Pemerntahan Desa atau dan disebut lain, Di Sumatra Barat desa diset Nagari di Jawa dsebut DEsa atau lurah, , kenapa kita tidak mau tegas menyegut desa tiu dengan Banjar saja, atau pakaraman saja, karna , pertahanan kebudayaan dan adat begitu juga terpenting adalah Agama, berawal dari kekuatan otonomi desa, , kekuatan iman masing masing indifidu didesa dengan awig awignya, Desa Pakraman yang ada sekarang ini adalah tidak menjamin , karna mempunyai dasar hukum yang serba canggung , karana ada Desa Dinas yang lebih punya kewenangan untuk melaksanakan aturan kedinasan, awig awig hanya berlaku untuk internal krama Bali, Orang Bali sendirilah meminggirkan dirinya sendiri,memarginalkan masyarakatnya sendiri,, ada kesepekang dll, sedang kaum pendatang dengan enaknya membeli rumah tanah dan membangun tempat ibadah, karana kita hanya bisa bertengkar diantara krama sendiri , meributka tapal batas , setra, bahkan Pura, Pemerintah tidak perduli alih fungsi lahan besar besaran terjadi, karna Para Petani Menjual tanahnya karna tidak mampu membayar PBB, hasi pertanian tidak menjajikan kehidupan lebih layak, Astungkara.