Mangupura (Metrobali.com) 

Menjelang tahun politik 2024, sejumlah tokoh menggulirkan Forum Kebangsaan Bali Lintas Generasi (FK BliGen). Forum dimaksudkan untuk menjaring aspirasi-aspirasi terkait masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dan Bali serta kepemimpinan yang diharapkan di masa depan. Peluncuran forum ditandai dengan diskusi terfokus pada Sabtu (7/1/2023) di Sanggar Kagama, Dalung, Bali.

 

Acara ini menghadirkan akademisi DR Dewa Gde Palguna M.Hum, tokoh pariwisata Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Anak Agung Gede Agung Wedhatama (Petani Muda Keren), Dr. I Gusti Rai Putra Wiguna (psikiater), I Ketut Eriadi Ariana, S.S., M. Hum. (pelaku budaya) dan Ni Luh Rosita Dewi (Aktivis Mahasiswa).

 

Made Duarsa dari Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Bali yang menjadi inisiator forum mengatakan, momentum pergantian pemilu 2024 merupakan ruang terbuka agar berbagai aspirasi anak bangsa muncul di permukaan.

 

“Kita dari Bali juga ingin memberikan warna itu. Khususnya agar bangsa ini tetap bersatu dan keadilan sosial bisa diwujudkan,” tegasnya. Hasil diskusi dalam forum ini selanjutnya akan disampaikan kepada para calon pemimpin bangsa di masa depan.
Dalam diskusi, Dewa Gde Palguna menyatakan, proses menjadi sebuah bangsa yang dilalui Indonesia memang belum selesai sepenuhnya. Kepentingan-kepentingan berbasis identitas dan kelompok masih sering muncul.

“Karena itu dibutuhkan pemimpin yang mampu menjaga agar kehendak untuk bersatu dari bangsa ini tetap hidup,” tegasnya. Apalagi kepentingan sempit itu kemudian bertaut dengan situasi kesenjangan sosial ekonomi yang belum sepenuhnya teratasi.

Menurut akademisi Universitas Udayana itu, perwujudan negara kebangsaan yang demokratis dan berdasarkan hukum di Indonesia sebenarnya sudah cukup kuat. Namun kultur hukumnya masih sangat lemah.
“Itu sebabnya, korupsi sulit diatasi untuk diberantas, meskipun sudah banyak OTT tetapi kurang memberikan efek jera,” katanya.

Tentang masa depan Bali

Sementara Ida Bagus Agung Partha Adnyana menyatakan, belajar dari masa pandemi dan bencana-bencana yang pernah terjadi sebelumnya, Bali tidak boleh hanya menggantungkan diri kepada pariwisata.
“Ibaratnya, jangan menaruh telur dalam satu keranjang,” tegas Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali ini.
Menurutnya, pembangunan Bali juga harus terintegrasi dengan konsep ‘One Island, One Management’ sehingga dari 9 kabupaten di Bali tak harus semuanya dikembangkan ke arah pariwisata.

 

“Pajak Hotel dan Restoran pun harus dibagi secara adil,” tegasnya. Dalam konsep ini, konektivitas antara pariwisata dengan pertanian menjadi sangat penting dan saling membutuhkan. Ia juga mengusulkan agar Bali lebih dikembangkan sebagai ‘tourism hub’ sehingga bisa bersinergi dengan untuk daerah-daerah lain di Indonesia.
Sementara itu Anak Agung Gede Agung Wedhatama menyatakan, peluang untuk mengembangkan pertanian di Bali sangat terbuka. Namun, kata dia, harus menerapkan penggunaan teknologi atau melalui ‘smart agriculture’.

 

Menurut pendiri gerakan Petani Muda Keren (PMK) ini, Pertanian pun harus dikembangkan dengan prinsip wirausaha sehingga petaninya harus memiliki kemandirian dalam menentukan proses produksi, sumber daya hingga pasar bagi produknya.

 

Dalam kaitan dengan pariwisata, dia meminta agar para petani dan lahannya tak hanya dilihat sebagai obyek semata. Tetapi juga dilibatkan dan diberdayakan agar memiliki akses langsung dengan wisatawan.
Sementara itu, psikiater I Gusti Rai Putra Wiguna menyebut, dari sisi kesehatan mental, kondisi warga Bali sebenarnya sedang menghadapi tantangan.

Diketahui, jumlah penyandang gangguan jiwa di Bali mencapai 11/1.000 KK atau sekitar 80 ribu orang. “Para pemimpin Bali maupun pemimpin bangsa sudah saatnya memberi perhatian lebih pada masalah ini,” tegasnya. (hd)