Abdul Halim

Jakarta (Metrobali.com)-

Salah satu hasil yang diperoleh dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke sejumlah negara di kawasan Asia Timur beberapa waktu lalu adalah kesepakatan untuk membentuk Forum Maritim antara pemerntah Republik Indonesia dan Jepang.

Untuk itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menegaskan bahwa forum kerja sama tersebut perlu dimaksimalkan guna membantu mewujudkan konsep Poros Maritim Dunia yang dicetuskan Presiden Joko Widodo.

“(Forum Maritim RI-Jepang) dimaksimalkan untuk mendukung visi Poros Maritim Jokowi,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa (24/3).

Abdul Halim juga mengingatkan bahwa Jepang berkepentingan membentuk Forum Maritim dengan Indonesia.

Hal itu, ujar dia, karena sekitar 70 persen pasokan sumber energi Negeri Sakura itu melewati perairan nasional Indonesia.

Indonesia dan Jepang sepakat membentuk forum maritim yang menjadi wadah bagi kedua negara untuk mengembangkan kerja sama dalam hal keamanan maritim, industri maritim, dan infrastruktur maritim.

Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Shinzo Abe di Kantor PM Jepang, Tokyo, Senin (23/3), sepakat untuk membentuk forum maritim melalui pernyataan bersama kepada media setelah pertemuan bilateral.

Tidak hanya Jepang, Pemerintah Tiongkok menawarkan dana bantuan 40 miliar dolar Amerika Serikat untuk mendukung Pemerintah Indonesia mewujudkan visi Poros Maritim Dunia, demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Minggu (8/3).

Tawaran bantuan itu disampaikan Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Feng saat melakukan kunjungan kepada Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir.

Dalam pertemuan itu, kedua pihak membahas kerja sama maritim, di mana Dubes RRT menawarkan bantuan “Maritime Silk Fund” sebesar 40 miliar dolar AS yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mendukung perwujudan visi Poros Maritim Dunia.

Selain itu, kedua pihak sepakat untuk meningkatkan Kemitraan Strategis Komprehensif antara Indonesia dan Tiongkok menjadi kerja sama konkret.

“Indonesia dan Tiongkok perlu memperkuat upaya untuk menerjemahkan Kemitraan Strategis Komprehensif kedua negara menjadi suatu kerja sama yang konkret dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat luas,” kata Wamenlu AM Fachir.

Roh Wawasan Nusantara Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda mengatakan kebijakan poros maritim kurang memiliki roh Wawasan Nusantara dan memprihatinkan dalam jumlah sumber daya intelektual di bidang maritim.

“Kebijakan maritim masih banyak menekankan pada sisi teknis dan fungsional, seperti terefleksikan dalam UU Kelautan,” katanya dalam peluncuran buku di Jakarta, Sabtu (28/2).

Untuk itu, Hassan berpendapat bahwa poros maritim memang harus cerdas dihubungkan dengan konsep lain yang berkembang di negara lain, seperti Tiongkok yang memiliki konsep Jalur Sutra Maritim.

Dengan adanya konsep Tiongkok tersebut, Indonesia dinilai dapat menghubungkannya dengan rancangan infrastruktur poros maritim RI melalui bentuk kerja sama dengan Republik Rakyat Tiongkok.

Pemerintah juga telah bertekad mempercepat pembangunan infrastruktur terutama dalam berbagai bidang yang terkait dengan sektor maritim agar selaras dengan program Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

“Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla ini mengusung misi mempercepat pembangunan infrastruktur sumber daya air termasuk sumber daya maritim,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Untuk itu, lanjut Basuki, pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur konektivitas untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus keterpaduan konektivitas daratan-maritim.

Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia Laksdya (Purn) Didik Heru Purnomo mengatakan program poros maritim harus didukung seluruh komponen bangsa agar kejayaan Indonesia di bidang kemaritiman dapat terwujud.

“Kenyataannya kemampuan Indonesia untuk membangun kemaritiman dan kapasitas yang dimiliki hingga saat ini belum optimal,” ujarnya dalam “round table discussion” bertema ‘Evaluasi Kebijakan Poros Maritim 100 Hari untuk Langkah ke Depan’ di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (26/2).

Menurut dia, membangun maritim Indonesia cukup sulit antara lain karena latar belakang karakter negara maritim di Indonesia yang dinilai kian memudar.

Sumber Daya Berkelanjutan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam sejumlah kesempatan menegaskan bahwa perwujudan Poros Maritim Dunia harus dimulai dengan berbagai kebijakan sektor kelautan dan perikanan guna mengatur stok ikan agar sumber daya dapat berkelanjutan hingga generasi mendatang.

“Inilah bentuk poros maritim di bidang perikanan. Kita stop suplai dari pencuri-pencuri ikan yang mengisi industri negara tetangga, kita mengatur dari sini,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Selasa (24/2).

Dengan demikian, menurut Susi Pudjiastuti, berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi titik poin dari pembangunan sektor kemaritiman di bidang perikanan.

Sedangkan sinergi dengan kementerian lainnya juga telah dilakukan KKP antara lain dengan pembangunan beragam infrastruktur di berbagai daerah serta pembangunan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.

“Program ini termasuk penyelesaian pelabuhan perikanan. Untuk pelabuhan perikanan yang besar-besar tidak kita kelola sendiri tetapi akan kita keroyokan ramai-ramai dengan Kementerian Perhubungan dan PU,” katanya.

Sebelumnya, Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) menyatakan, kunci dari masuknya investor, termasuk dalam bidang kemaritiman, ke dalam negeri bergantung pada pembenahan sektor infrastruktur yang memadai di berbagai daerah.

“Kuncinya di infrastruktur. Kalau sektor ini lancar, investor akan masuk dengan cepat ke dalam negeri,” kata Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa.

Gapensi memperkirakan, kepercayaan investor akan terus mengalir menuju RI dengan catatan pemerintah pusat dan daerah bersatu padu menyelesaikan masalah pembebasan lahan di daerah yang mangkrak.

Namun, Andi mengingatkan bahwa saat ini masih ditemukan adanya ketidakpaduan antara pemerintah daerah dalam membebaskan lahan untuk infrastruktur. “Pemerintah Provinsi jalan sendiri, begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten. Tidak sinkron,” katanya.

Karena itu, gaung pembangunan kemaritiman juga perlu dikoordinasikan dengan baik antara lain oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo sendiri dijadwalkan menghadiri Kongres Dunia ke-9 tentang Ekonomi Biru di Surabaya, 13-15 April 2015.

Dengan adanya rencana tersebut juga menjadi momentum yang baik bagi Menko Maritim untuk kembali menggalakkan dengan kuat dan terfokus pembangunan kemaritiman di Indonesia. AN-MB