Gianyar, (Metrobali.com)
Untuk menggairahkan kembali semangat dan kreativitas masyarakat di masa pandemi, Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud mengadakan lomba busana adat ke pura secara virtual. Penilaian dilakukan secara virtual di kantor Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud, dengan juri Ketua TP.PKK Kabupaten Gianyar, Ny. Surya Adnyani Mahayastra, desainer Tjokorda Gde Abinanda Sukawati dan Cindy Yuliani, pada Kamis ( 27/8/2020).
Lomba diadakan dalam 3 kategori yaitu, kategori PKK diikuti oleh 20 orang peserta, remaja (pemudi) sebanyak 20 orang  peserta, kategori anak-anak (putri) 20 orang peserta dan putra diikuti oleh 13 orang.  Ketua Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud, Tjokorda Gde Bayuputra Sukawati, menjelaskan lomba ini digelar untuk menggairahkan kembali semangat kreativitas yang selama masa pandemi cukup terpuruk. “Melalui lomba busana ini kita harapkan ada giat-giat baru apalagi di bulan Agustus ini kita masih dalam suasana kemerdekaan,” ujarnya.
Untuk peserta kata Tjok. Bayuputra, mereka mengirimkan video singkat untuk dinilai. Itu bisa dilakukan  di rumah masing-masing atau kumulatif di balai banjar. Yang penting yang menjadi latar peragaan busana adalah suasana adat Bali,  karena salah satu persyaratan kami dari panitia adalah  tempat yang memiliki background yang bernuansa adat Bali. Sedangkan untuk kriteria penilaian adalah keserasian busana, tata rias wajah dan rambut, harmonisasi gerak, ekspresi, etika dan estetika busana.
Ditambahkan, karena pariwisata di Bali sudah mulai dibuka meski untuk domestik, menurut Tjok Bayuputra mungkin secara tidak langsung kegiatan ini bisa membangkitkan kembali pariwisata kita, khususnya di Ubud.  Salah satunya adalah bagaimana kita membangkitkan kembali seni budaya kita melalui pakaian adat .
“Walaupun tidak ada proses langsung, tapi minimal dari semangat masyarakat dan taksu yang ada di masyarakat , itu akan kita bangkitkan lagi. Sudah mulai terlihat warna-warna lagi , karena kita kaitkan dengan kondisi beberapa bulan ke belakang, kita rasanya suram karena pandemi ini. Citra itu yang ingin kita ubah sekarang. Mulai kita adakan beberapa event dengan segala protokol kesehatan yang ketat, ini akan mulai kita bangkitkan satu persatu. Tapi kedepannya kita akan melihat suasana yang lebih hidup lagi, “ jelas Tjok Bayuputra.
Peragaan busana dipilih, kata Tjok Putra, karena melihat situasi kita sekarang, dimana pihaknya ingin membangkitkan kembali keindahan di Bali. Dan salah satu simbol  keindahan adalah wanita. Maka pihaknya mencoba menginterpretasikannya melalui lomba busana. “Karena setelah kita rembugkan, lomba busana dirasa paling tepat menggambarkan kerinduan kita akan keindahan adat budaya Bali. Dan lagi lomba ini tentu tidak terlalu menghabiskan biaya, karena untuk busana adat ke pura dipastikan kita semua memiliki. Jadi tinggal memadupadankan nya,” imbuhnya lagi.
Sementara itu  Ketua TP.PKK Kabupaten Gianyar, Ny. Surya Adnyani Mahayastra sangat mengapresiasi kegiatan lomba peragaan busana secara virtual yang dilaksanakan oleh Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud.  Tentu saat ini kita masih dalam suasana pandemi covid 19. Jadi ketika beranjak ke tatanan era Bali baru, inilah salah satu yang mereka lakukan dengan tetap melaksanakan kegiatan, namun dengan cara virtual. Dalam arti , meskipun dengan cara virtual tidak mengurangi makna. Suatu contoh dengan tema peragaan busana adat ke pura. Kenapa menggunakan tema busana adat ke pura, menurut istri Bupati Gianyar Made Mahayastra, tentunya kembali ke basic kita, kembali ke adat budaya kita. Apalagi di Ubud, yang merupakan destinasi wisata dunia.
“Ketika orang datang tentunya yang dilihat adalah secara keseluruhan, baik wisata alam, budaya, maupun wisata belanja. Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah, kita mempunyai kelebihan yaitu taksu yang ada di Ubud. Kita harus terus mempertahankan adat dan budaya kita, sehingga taksu itu terus ada,” tegas Ny. Surya Adnyani Mahayastra.
Ny. Surya Adnyani Mahayastra menambahkan,  kita sebagai orang tua harus terus mensosialisasikan pada generasi muda bagaimana berpakaian adat ke pura yang baik dan benar secara etika dan estetika. Kalau berpakaian kita semua bisa, tetapi bagaimana berpakaian yang benar itu yang perlu kita edukasi.
“Perbedaan pakaian adat ke pura dengan kita kondangan tentu jauh berbeda, dalam hal ini tentu ada aturan yang jelas, seperti menggunakan kain harus sampai mata kaki, pakaian yang digunakan tidak tembus pandang, dan rambut juga rapi. Bagi yang sudah dewasa atau menikah rambut harus dipusung tagel,” jelasnya lagi.
Kelebihan dari peragaan busana secara virtual ini mungkin dari hal biaya bisa ditekan, sosialisasi juga kita dapat. Mungkin kedepannya dalam tatanan era baru ini, mungkin kegiatan akan lebih banyak secara virtual. Sehingga yang dulunya kegiatan diadakan di suatu tempat dengan segala protokolernya, mungkin dengan ini segalanya bisa ditekan. (Ctr)