Foto: Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Emiliana Sri Wahjuni sedang memetik cabai di lantai dua rumahnya.

Denpasar (Metrobali.com)-

Alih fungsi lahan yang terus menerus terjadi di Kota Denpasar tentunya mengancam luasan dan eksistensi lahan pertanian konvensional. Cukup sulit bahkan mungkin mustahil menambah luasan lahan pertanian di perkotaaan namun bukan berarti tidak ada acara dan solusi lain untuk bertani.

Apalagi di masa pandemi ini sektor pertanian kembali dilirik masyarakat dan pemerintah juga mulai memberikan perhatian kepada sektor yang terbukti mampu bertahan di masa pandemi ini. Namun untuk di perkotaan tentu harus ada pendekatan berbeda dalam membangun pertanian dengan berbagai tantangannya.

“Saya melihat urban farming atau pertanian perkotaan adalah solusi untuk tetap menjaga pertanian di tengah kota. Urban farming adalah cara jitu untuk tetap menjaga ketahanan pangan kota ini,” kata Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Emiliana Sri Wahjuni, Selasa (8/3/2022).

Pertanian perkotaan (urban farming) adalah praktek budidaya, pemrosesan, dan distribusi bahan pangan di sekitar kota. Urban farming juga bisa melibatkan peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura.

Dari berbagai literatur dapat disimpulkan urban farming adalah aktivitas pertanian baik sederhana maupun skala industri yang di dalamnya terdapat suatu pola kegiatan produksi, pemrosesan, dan pemasaran produk yang melibatkan keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan dengan menerapkan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman dan hewan ternak.

Urban farming pada intinya bisa memanfaatkan lahan yang sempit atau keterbatasan lahan untuk tetap bisa bertani dengan metode tertentu. Misalnya bisa dalam bentuk hidroponik (misalnya budidaya sayuraan menggunakan media air dengan mulai bisa menggunakan barang-barang bekas hingga instalasi yang lebih kompleks). Lalu ada aquaponic (penggabungan hidroponik dengan pemeliharaan ikan seperti lele, nila dan lainnya).

Kemudian bisa dengan vertikultur yakni memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan bertingkat. Ada pula wall gardening atau berkebun di dinging. Pada dasarnya konsep wall gardening hampir sama dengan metode vertikultur. Hanya saja, bedanya hanya pada dinding sebagai media tanam.

“Dan masih banyak lagi hal kreatif bisa kita lakukan dengan urban farming, kuncinya ada di kreativitas dan inovasi. Jadi keterbatasan lahan buka lagi lagi hambatan dan persoalan besar. Maka saya berharap Pemkot Denpasar bisa mendorong warga untuk menggarap serius urban farming ini,” kata Emiliana Sri Wahjuni.

Srikandi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang akrab disapa Sis Emil ini tidak hanya sekadar berteori, dirinya sudah mempraktikkan urban farming di rumah dan halaman rumahnya. Di lantai dua rumahnya, ia menanam cabai dalam pot. Di sekitar halaman rumahnya ada pula hidroponik sederhana. “Saya di atap rumah tanam cabai, dan saya tenang-tenang saja kalau cabai mahal,” ungkap Sis Emil sambil tertawa.

Tidak cukup sampai disana, bahkan Sis Emil juga gencar mengajak dan memberdayakan warga sekitar mempraktikkan urban farming bahkan sampai sering membuat pelatihan tentang urban farming salah satunya hidroponik. “Setelah saya dalami gampang ya ternyata mencoba urban farming, tidak perlu lahan hektaran, yang penting ada ada kemauan belajar, mencoba dan kreativitas,” kata Seketaris Fraksi NasDem-PSI DPRD Kota Denpasar ini.

Kelebihan urban farming bila dibandingkan dengan kegiatan pertanian konvensional pada umumnya adalah memiliki karakteristik khusus yaitu kedekatannya dengan pasar, memanfaatkan lahan terbatas, menggunakan sumber daya kota seperti sampah organik, anorganik dan limbah domestik. Selain itu, urban farming dapat menjadi model rekreasi, ekonomi dan kewirausahaan, penelitian, kesehatan dan kesejahteraan serta permulihan dan perbaikan lingkungan.

Pertanian urban dapat membantu dalam penghematan pengeluaran rumah tangga atau dalam skala lebih lanjut dapat memberikan tambahan pendapatan karena dilakukan dari lingkup terkecil yaitu skala rumah tangga, dengan memanfaatkan lahan sempit di rumah atau sekitar tempat tinggalnya untuk memproduksi sayuran dan buah yang dapat dikonsumsi rumah tangga atau dijual kembali. Selain itu, pertanian kota ini dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga secara langsung tanpa harus ke pasar atau supermarket.

Pertanian kota dikatakan dapat memperpendek jarak antara produsen dan konsumen sehingga bahan pengawet dan proses tambahan tidak dibutuhkan. Hal ini membuat konsumen mendapatkan jaminan bahan pangan yang lebih segar.

“Jadi banyak kelebihan dan manfaat bisa kita ambil dari urban farming dan pada intinya kita juga bisa membantu petani dan menjaga ketahanan pangan di tengah kota. Jadi urban farming ini perlu terus kita dorong dan galakkan,” pungkas pungkas Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar yang membidangi kesehatan, pendidikan, pemuda dan olahraga, pemberdayaan perempuan, sosial dan tenaga kerja, kebersihan dan pertamanan, pariwisata dan lain-lain ini. (wid)