Jakarta (Metrobali.com)-

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta memilih anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) yang bersih dan mampu bertindak independen dalam menangani sengketa informasi.

“DPR harus dapat memilih calon yang independen karena KIP merupakan lembaga semiperadilan yang menyelesaikan sengketa informasi melalui mediasi dan sidang ajudikasi,” kata Direktur Bangkalan Corruption Watch (BCW) Syukur dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Minggu (23/6).

Sebelumnya BCW menyampaikan masukan kepada Komisi I DPR mengenai salah seorang calon petahana yang mengikuti seleksi calon anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) Periode 2013 ? 2017 berinisial AS yang diduga melakukan pelanggaran berat Kode Etik Komisi Informasi.

Laporan tersebut masuk ke Komisi I DPR setelah sebelumnya melalui media nasional diumumkan bahwa Komisi I menerima masukan dari masyarakat terkait 21 orang calon anggota KIP yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan pada Selasa-Rabu, 25-26 Juni.

Menurut Syukur, AS sebagai Ketua Majelis Komisioner diduga telah melakukan tindakan yang diduga merupakan pelanggaran Kode Etik saat menangani perkara sengketa informasi antara BCW dengan PT Telkom. AS melakukan hubungan dengan PT Telkom selaku termohon yang patut diduga mempengaruhi putusan.

Menurut dia, ketika persidangan sengketa informasi masih berjalan, AS diundang secara khusus serta difasilitasi oleh PT Telkom untuk menjadi narasumber dalam kegiatan PT Telkom di Batam.

“Kami merasa kecewa atas putusan ini. Baik secara pribadi maupun lembaga seharusnya yang bersangkutan dapat menolak diundang karena saat itu tengah menangani perkara PT Telkom,” kata Syukur.

Dalam sidang ajudikasi informasi yang disengketakan adalah permintaan BCW, yang merupakan mitra ICW di daerah, kepada PT Telkom atas informasi besaran tagihan telepon SKPD (kantor-kantor dinas) di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Putusan sidang ajudikasi yang dipimpin AS dalam amar putusan menyatakan informasi total tagihan telepon skpd di Kabupaten Bangkalan merupakan informasi terbuka, namun termohon tidak wajib memberikan kepada pemohon.

“Putusan ini janggal dan merugikan kami. Informasinya terbuka, tapi tidak wajib memberikan. Dari mana kami dapat melihat informasinya,” ujarnya.

Terhadap putusan itu pula BCW kemudian menggugat putusan tersebut ke PTUN Surabaya. INT-MB