pakaian bekas

Denpasar (Metrobali.com)-

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar melakukan inspeksi mendadak kepada sejumlah pedagang pakaian bekas di Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan Nusa Indah terkait beredarnya isu bakteri kulit.

“Kami melakukan sidak tersebut dalam upaya melindungi masyarakat terhadap bakteri yang ada di pakaian bekas,” kata Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Disperindag Kota Denpasar Wayan Riona, Rabu (11/2).

Dalam sidak tersebut para penjual pakaian bekas dan distributornya didata. Selain itu para pedagang juga ditanya, apakah pakaian bekas yang diimpor tersebut sudah dicuci dan direbus untuk membasmi bakteri.

“Dari hasil sidak di dua tempat itu, para pedagang mengaku ada yang dicuci dan ada yang langsung dijual setelah diambil tempat distributornya,” ucapnya.

Menurut dia, pemerintah pusat telah mengeluarkan larangan menjual pakaian bekas. Namun secara teknis tidak ada petunjuk larangan tersebut.

“Oleh karena itu, kami hanya memperingatkan para pedagang untuk mencuci pakaian bekas dengan air panas agar bakteri yang terkandung di dalamnya mati,” ujarnya.

Setelah didata dan mendapat pembinaan, para pedagang mengaku pakaian bekas yang dijual merupakan pakaian impor dari beberapa negara di Asia.

Selain itu ada pedagang juga mengaku tidak semua barang yang dijual bekas karena barang yang sudah lama tidak laku dijual di toko mereka jual kembali, namun dicampur dengan barang bekas.

Sementara Kepala Seksi Bina Usaha Perdagangan Disperindag Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty, menjelaskan peraturan perundang-undangan terbaru mengatakan tidak boleh mengimpor barang bekas.

Keputusan akan didapat setelah melakukan pertemuan desa dan lurah se-Kota Denpasar pada Jumat (13/2). Jika ada regulasi untuk menutup penjualan barang bekas, pihaknya meminta pedagang untuk menyiapkan diri.

“Untuk itu kami melakukan pendataan dan pembinaan terlebih dahulu,” kata Laxmy Saraswaty.

Lidia Yunianti, pemilik toko pakaian bekas di Jalan Nusa Indah, mengaku telah mendengar isu bakteri yang terkandung di pakaian bekas, termasuk larangan menjualnya.

Namun belum ada keputusan yang pasti dari pemerintah daerah dan Kementerian Perdagangan. Oleh sebab itu, dia masih menjual pakaian bekas sebagai usaha satu-satunya.

“Saya sebagai masyarakat tentu tidak mau melawan pemerintah. Namun sampai saat ini belum ada keputusan pasti. Untuk itu saya masih berjualan seperti biasa,” katanya.

Menurut dia, pakaian bekas yang dijual itu ada yang dicuci, namun tidak sedikit pula yang langsung dijual. Meskipun demikian, dia selalu menyarankan pembelu untuk mencucinya terlebih dulu sebelum dipakai.

Ervina Ginting, pedagang pakaian bekas di Jalan Teuku Umar Barat, mengaku pakaian bekas tersebut berasal dari Jepang, Bandung, Magelang, dan Yogjakarta.

Namun barang dagangannya tidak semua bekas karena ada yang baru didapat dari distributor yang sudah tidak laku di pasaran.

“Saya jual di sini, tapi saya campur dengan pakaian bekas lainnya, namun labelnya masih ada sehingga pembeli bisa membedakan barang bekas atau barang baru,” katanya. AN-MB