Denpasar (Metrobali.com)-

Masa orientasi pengenalan kampus (ospek) yang bergulir di beberapa perguruan tinggi belum lama ini kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, sejumlah pengaduan diterima anggota dewan. Adalah Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, AAN Bima Wikrama, yang menegaskan hal tersebut, Selasa (4/9) kemarin. Setelah, dia sempat menerima sejumlah pengaduan dari sejumlah orang tua mahasiswa yang mengeluhkan bahwa ospek yang dilakukan di perguruan tinggi dianggap tidak mendidik.

Dari pengaduan itu, katanya, ada mahasiswa yang disuruh membawa jenis produk dan merk tertentu untuk kegiatan ospek. Bahkan juga ditentukan ukuran dan gramnya. Belum lagi persyaratan lainnya seperti membawa barang yang dianggap tidak ada unsur pendidikannya. Ironisnya, kejadian ini terkesan ada pembiaran dari pihak kampus. Tak pelak, kegiatan ospek semakin dianggap jauh dari bentuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kegiatan ospek di perguruan tinggi semestinya menurutnya diimplementasikan dalam bentuk edukasi yang komunikatif dengan lebih mengedepankan pendidikan intelektual melalui seminar, workshop, lokakarya, dan ceramah. Dengan mengangkat materi dari beragam fenomena sosial budaya di tengah masyarakat global kekinian. Sehingga kegiatan ospek tidak memicu timbulnya tindakan kekerasan yang dapat berdampak jangka panjang seperti aksi anarkistik dan aksi balas dendam.

Menyikapi realitas itu, sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap kegiatan ospek di berbagai kampus baik negeri maupun swasta secara lebih intensif melalui surat himbauan dan sekaligus diselingi dengan gerakan aksi pemantauan di lapangan. “Lakukan evaluasi ospek secara holistik dan komprehensif agar proses pencetakan karakter bangsa di tingkat perguruan tinggi tidak kandas di tengah jalan atau sampai mengalami kemunduran,” cetusnya.

Sementara itu, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr I Wayan Rai S, mengatakan bahwa pelaksanaan ospek di kampusnya selama ini selalu diawasi secara ketat oleh para dosen pembimbing akademik. Tak hanya itu, program edukasinya pun sudah diperbaharuan setiap tahunnya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman melalui kegiatan seminar, workshop, lokakarya dan ceramah. Dengan materi yang selalu up to date dan mengandaptasi femonena sosial budaya di tengah masyarakat.

Bahkan, katanya, kegiatan ospek dominan dilakukan di dalam ruangan. Pastinya, tidak boleh ada tindakan fisik yang dapat mencederai ataupun membahayakan mahasiswa itu sendiri. “Karena sanksinya sangat berat bagi para pelaku tindakan anarkistik saat pelaksanaan ospek, mulai dari sanksi administrasi hingga pemecatan sebagai mahasiswa,” tegasnya.

Lebih jauh, dia mengakui memang tidak menutup kemungkinan di sejumlah kampus lain kegiatan ospek masih belum mendidik dan cenderung terkooptasi dengan stigma lama yang identik dengan perpeloncoan dalam bentuk kekerasan fisik maupun verbal. Makanya, peran strategis publik agar lebih aktif dalam melakukan pengawasan, sehingga kegiatan ospek lebih mendidik dan betul-betul mampu mencetak karakter bangsa yang berkualitas dan unggul, yang jujur, adil dan berkeadaban. “Yang pasti ospek di ISI tentunya telah diupayakan lebih berbudaya sesuai semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi,” paparnya. IJA-MB