Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali mengharapkan pemerintah segera mengevaluasi program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), karena banyak tidak tepat sasaran.

“Ini merupakan program pemerintah pusat sebagai kompensasi kepada warga miskin akibat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi (BBM), namun banyak kendala dan tak tepat sasaran,” kata Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta di Denpasar, Sabtu (6/7).

Ia mengatakan program tersebut dari keakuratan data masih lemah, karena warga yang semestinya mendapatkan dana itu, justru tidak menerimanya.

“Ini artinya sebuah kegagalan program pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat karena ketika tahap pencairan tersebut tidak tepat sasaran,” kata politikus PDIP itu.

Menurut dia, dengan kenyataan di lapangan seperti itu membuktikan keakuratan data yang dimiliki pemerintah tak valid, sehingga masyarakat yang semestinya mendapatkan kucuran program itu, mereka harus “gigit jari” karena tak masuk dalam data base.

Bahkan ironisnya, kata dia, yang tidak mendapatkan program kompensasi tersebut adalah warga kreteria miskin. Hal itu lantaran mereka tidak terdata dalam daftar penerima BLSM.

“Dengan kenyataan itu warga yang tak mendapatkan BLSM menerima dengan kepasrahan, walau mereka berada dibawah garis kemiskinan,” ujarnya.

Ia mengharapkan kepada pemerintah sebelum telanjur jauh program ini berjalan, sebaiknya dilakukan pemutahiran data bagi warga yang berhak menerima BLSM.

“Pemerintah harus secepatnya melakukan pemutahiran data, sehingga program ini sesuai dengan harapan untuk menyasar warga miskin atau keluarga kurang mampu,” kata Parta menegaskan.

Parta menyikapi keberadaan program BLSM adalah sangat mulia untuk membantu warga miskin atau kepala keluarga kurang mampu, tapi kalau tidak tepat sasaran, maka program ini akan mubazir..

Semua itu dengan harapan program yang berpihak kepada masyarakat miskin tepat sasaran dan mampu mewujudkan sesuai dengan arah program tersebut.

“Semestinya data base harus akurat. Untuk mendapatkan keakuratan data penerima program BLSM terlebih dahulu melakukan pendataan, mulai dari tingkat dusun (rukun tetangga) hingga per kabupaten dan kota,” katanya.

Menurut politikus asal Desa Guwang, Kabupaten Gianyar ini, bila datanya akurat maka program tersebut kecil kemungkinan akan menemui masalah pembagian di lapangan.

“Karena hanya mengandalkan data yang sudah ada akibatnya kurang valid. Maka banyak warga yang semestinya mendapatkan BLSM tidak mendapatkannya,” ujar Parta.

Dikatakan di Bali saja yang belum mendapatkan kartu pengambilan BLSM mencapai ribuan lembar. Padahal dalam sistem banjar (dusun) sangat mudah untuk mendapatkan data akurat warga harus mendapatkan program tersebut, namun kenyataan banyak juga tak tercatat dalam data base.

Ia menyoroti soal pembagian tersebut mekanismenya seharusnya bisa diubah, warga yang mendapatkan tidak mesti mendatangi Kantor PT Pos Indonesia, tetapi petugas kantor Pos yang datang ke desa-desa dengan waktu terjadwal.

“Dengan sistem ini akan lebih meringankan beban bagi rumah tangga sasaran (RTS), karena tidak sedikit pula warga penerima itu umurnya sudah uzur, bahkan ada warga yang tidak memiliki keluarga,” katanya.

Dengan sistem sekarang, menurut mantan aktivis KMHDI itu, jelas sangat memberatkan warga yang telah uzur untuk mendatangi kantor-kantor Pos terdekat.

“Pihak Kantor Pos harus rela membagikan dengan menjemput bola dan mendatangi desa-desa sasaran, sehingga program tersebut tak menjadi beban lagi bagi warga yang jauh rumahnya dari Kantor Pos,” katanya.

Sementara itu, Kepala Area Retail dan Properti PT Pos Indonesia Area VIII Bali Nusra, Made Wirya mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui mekanisme pemilihan rumah tangga sasaran yang menjadi penerima BLSM.

Dana kompensasi itu diberikan kepada 151.924 rumah tangga sasaran (RTS) di Bali. Uang kompensasi ini diberikan sekaligus dua bulan sebanyak Rp300 ribu. INT-MB