aniAni Suryaningsih (39) mantan karyawan BPR Pasarraya kuta.
Kuta (Metrobali.com)-
Jajaran Direksi Bank BPR Pasarraya Kuta, dengan Direktur Utamanya Sudarto dan Direkturnya, Sri Dewi Ambarani dilaporkan ke polisi oleh mantan karyawannya Ani Suryaningsih (39).
Ani yang kini bertugas di Bank Dananiaga melaporkan keduanya ke Mapolda Bali dengan nomor laporan LP/138/III/2017/SPKT, atas tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik, melalui surat tertulis yang dilayangkan oleh Direksi BPR Pasarraya Kuta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang disebutnya tanpa bukti.
Akibatnya, selain menimbulkan kerugian materiil, wanita asal Lumajang, Jawa Timur ini tidak bisa menjabat sebagai pejabat eksekutif di tempat kini dia bekerja.
Saat dikonfirmasi, Ani Suryaningsih menyatakan bahwa masalah tersebut berawal ketika dirinya keluar dari Bank BPR Pasarraya Kuta, Jalan Legian, Kuta, Badung pada 2 September 2015 lalu, dengan jabatan terakhir kepala Bagian Dana atau Head Funding.
“Saya berhenti karena sudah tidak nyaman. Bagaimana mau betah kalau lingkungan tidak mendukung. Pokoknya di sana banyak masalah yang semestinya nanti satu saat akan aku buka-bukaan,” ujarnya dikonfirmasi Selasa (18/4/2017).
Satu bulan nganggur, diapun akhirnya diterima di Bank BPR Bali Dananiaga, Jalan Gatot Subroto Timur, Denpasar dan langsung diangkat dan menjabat sebagai Kepala Cabang Bank BPR Bali Dananiaga Jimbaran.
Walaupun sudah menjabat sebagai kepala cabang, namun statusnya belum sah karena belum mendapatkan pengesahan dari OJK.
 “Nggak tau kenapa proses pengesahannya lama. Jadi kita ada tiga orang yang calon pejabat eksekutif. Karena itu  pada Desember 2015, kita mengajukan surat ke OJK, karena nggak direspons hingga tahun 2016. Akhirnya November 2016 ke tiga orang ini termasuk korban bersurat lagi mempertanyakan pengajuan pengesahan sebagai pegawai eksekutif,” jelasnya.
Setelah pengajuan kedua, akhirnya pada 11 Januari 2017 ada balasan dari OJK. Dalam surat itu, dua orang temannya lolos. Namun dari OJK, Ani belum bisa dicatatkan sebagai kepala cabang karena ada surat keberatan dari perusahaan sebelumnya yaitu BPR Pasarraya Kuta. Menurutnya tuduhan itu tidak berdasarkan bukti atau investigasi.
“Otomatis hal ini berdampak menimbulkan kerugian kepada saya, sebagai mantan karyawan yang sudah pindah ke BPR Bali Dananiaga, saya tidak bisa menjabat sebagai kepala cabang di BPR Bali Dananiaga akibat dari surat keberatan tersebut,” katanya.
Dia pun harus menelan pil pahit dengan diturunkan dari jabatannya dan bertugas sebagai staf HRD di Kantor Pusat, di Jalan Gatot Subroto itu.
“Saya dituduh melakukan tindakan yang merugikan BPR Pasarraya Kuta dengan menghilangkan data bank, mengambil nasabah, memakai produk arisan, dan mengirimkan broadcast kepada nasabah yang isinya berpamitan kepada nasabah,” ungkapnya.
Lanjutnya, sebagai itikad baik bahwa saya sudah tidak bekerja di BPR Pasarraya Kuta, saya broadcast nasabah untuk menyerahkan tugas saya kepada petugas pengganti.
Menurutnya, Direksi BPR Pasarraya Kuta sudah melakukan kebohongan publik karena sampai sekarang pun ia tidak melihat adanya kerugian materiil atau immaterial yang diderita BPR Pasarraya Kuta. Bahkan apabila data bank hilang artinya bank sudah tidak bisa menjaga data nasabahnya dan tentu gambaran bank yang tidak prudent.
Masalah nasabah, disebut wanita berpengalaman di dunia perbankan ini adalah hak dari nasabah untuk menentukan pilihan bank mana yang dipercaya untuk mengelola keuangannya. Apabila ada nasabah yang pindah berarti patut dipertanyakan pelayanan bank kepada nasabah.
“Pasca mendapatkan surat keberatan, saya langsung datang ke sana, sayang mereka melalui direktur Ibu Ambar tidak bisa menunjukkan bukti apa pun. Selain itu, saya sudah berupaya menghubungi Direktur Utama, namun tidak di gubris. Karena itu saya bikin surat klarifikasi, dan surat keberatan ke pada OJK namun sampai saat ini tidak ada titik terang makanya saya lapor ke Polda Bali, pada Sabtu 18 Maret 2017. Laporan ini dilimpahkan ke Polresta dan saya dipanggil sebagai saksi lalu sudah dimintai BAP oleh penyidik pada Selasa 11 April lalu,” jelasnya.
Untuk masalah produk arisan, menurutnya itu bukan produk original dari BPR Pasarraya Kuta karena program tersebut sebelumnya sudah berjalan di bank lain. Tinggal kreativitas untuk menjalankan ilmu product development yaitu ATM (amati, tiru, modifikasi).
Termasuk sebagai kreator yang mengelola program tersebut sampai akhirnya berhasil launching di BPR Pasarraya Kuta. Dan dengan berbekal kreativitas, ia mampu membuat program yang menyerupai produk tersebut dan berjalan di bank saat ini bekerja.
“Aneh saya sudah mau diangkat baru mereka mengirimkan surat keberatan itu. Kenapa tidak memanggil saya untuk melakukan penyelesaian jika dianggap ada masalah sehingga hal ini tidak menjadi tuduhan sepihak. Aku laporkan hal ini ke polisi agar ada efek jera bagi direksi agar jangan lagi ada Ani-Ani (korban) yang lain,” tutupnya.
Dikonfirmasi kepada Direksi Bank BPR Pasarraya Kuta, Sudarto dan Sri Dewi Ambarani enggan berkomentar banyak. Walaupun tidak mengaku bahwa pernah mengirimkan surat keberatan ke OJK terhadap mantan karyawan bernama Ani Suryaningsih, keduanya kompak menyebut bahwa belum mendapatkan panggilan polisi.
“Saya belum bisa komentar karena tidak tau ada laporan. Kalau sudah dipanggil polisi baru komentar,” singkat Sri Dewi Ambarani. Demikian Sudarto, pihaknya juga mengaku tak mau berkomentar banyak.SIA-MB