Buleleng, (Metrobali.com)-

Tersangka Lars christensen (52) seorang warga negara Denmark yang diduga telah melakukan pengerusakan Pelinggih Penunggun Karang pada 15 Oktober 2019 lalu di Desa Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, saat ini kasus hukumnya tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.

Perbuatan Lars Christensen ini, disangkakan melanggar Pasal 406 ayat 1 KUHP atau Pasal 156a KUHP.

Lantas seperti apa kronologis awalnya, Lars Christensen tersandung kasus dugaan perusakan pelinggih, yang diduga telah melecehkan simbol Agama Hindu dan dilaporkan ke Polres Buleleng oleh mantan istrinya Ni Luh Sukerasih (44) ?

Keterangan Lars Christensen melalui juru bicaranya disebutkan bahwa berawal dari Lars Christensen warga negara Denmark membeli rumah di kawasan Cafe Tiga Kalibukbuk ( Pura Subak Balai Bandung) pada Tahun 2010 lalu dengan menggunakan nama Ni Luh Sukerasih sebagai nomini (pinjam nama). Seiring berjalannya waktu, Ni Luh Sukerasih dan Lars Christensen yang memang sempat hidup serumah, kesandung permasalahan pribadi yang berujung perebutan harta gono gini.

Perlu diketahui disini, bahwa Lars Christensen membeli rumah yang ada pelinggihnya itu, dari Ibu Marsini seharga Rp. 400.000.000,- dan kemudian menghabiskan uang administrasi sekitar Rp. 450.000.000,- untuk merenovasi dan menambahkan kolam renang serta perabotan rumah dekat Pura Subak Balai Bandung Desa Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Bali.

Sebagai bukti dari perjanjian nomini (pinjam nama) itu, Lars Christensen memiliki Surat Kuasa dari Ni Luh Sukerasih warga Banjar Dinas Kalibukbuk, Desa Kalibukbuk asal Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar tertanggal, 4 Desember 2010 yang menyatakan bahwa Lars adalah pihak pertama yang menguasai rumah dan properti tersebut.

Kemudian Lars mengajukan sita amaning pada 13 September 2019 dan akhirnya Lars melaksanakan sita eksekusi pada 9 Maret 2021. Secara hukum rumah tersebut merupakan milik Lars, sehingga laporan polisi Ni Luh Sukerasih 16 Oktober 2019 terhadap pengerusakan pelinggih/pura yang ada dihalaman rumah adalah palsu karena pada kenyataannya Lars justru melaksanakan renovasi serangkaian proses sita eksekusi.

Pada, 14 Oktober 2019, Lars bersama istrinya sah bernama Retno Damayanti ditemani sopir Made Pablo asal Kaliasem datang ke rumah tersebut dan menemukan pelinggih dalam kondisi kurang layak di sembahyangi, disamping itupula ditemukan adanya dugaan benda-benda yang bersifat klenik (black magic) di sekitarnya.

Diduga cara pengerusakan pelinggih tersebut yang direkam seseorang dari timur lantai atas rumah sebelah, sehingga prilaku Lars viral pengerusakan dengan cara menggunakan kaki dan tangan. Namun pelinggih tersebut sebelumnya sudah direncanakan akan direnovasi, namun Lars diduga sedikit kesal dimana kolam renang yang dilihatnya cukup memprihatinkan terlihat semakin jorok.

Maka dari situ muncul niat Lars secara spontanitas, 15 Oktober 2019 dan diviralkan oknum diduga suruhan Luh Sukerasih yang sakit hati dengan Lars sejak 2014 lalu.

Berselang beberapa jam teringat peristiwa yang dialami dan memperbaiki kembali pelinggih itu dengan cara mengganti yang baru, namun kesan itu dinilai melecehkan keyakinan Umat Hindu. Dan Lars diproses hukum, menariknya kerugian materi dari Luh Asi tidak ada hanya saja pelecehan keyakinan umat Hindu dibawa keranah publik, Lars merusak di halaman rumahnya sendiri.
Lars dan istrinya Retno Damayanti, menghubungi sopir Made Pablo, lalu pergi untuk membeli pelinggih baru serta membayar biaya pemasangan pekerja.

Menurut Lars Christensen, usai mengikuti persidangan online di PN Singaraja Rabu (9/7/2021) , “Dari teman spiritualnya, pelinggih atau Jro Gede tersebut sudah lama tidak digunakan dan telah ditemukannya benda-benda bersifat klenik (black magic) yang dianggap memiliki tujuan tidak baik,” kata Lars.

Pada 16 Oktober 2019, pinggih yang baru telah selesai dipasang dirumah pribadinya. Kemudian dilanjutkan pada 22 Oktober 2019, dimana Lars mengadakan dua prosesi upacara secara adat Hindu. Dalam penyelenggaraannya dibantu oleh 2 Saudara Ipar dari Nil Luh Sukerasih.

Prosesi yang pertama bertujuan untuk membersihkan lokasi rumah tersebut dengan menghilangkan pengaruh benda-benda yang bersifat klenik/black magic dan prosesi upacara kedua dilangsungkan pemberkatan dan penyelesaian penggantian yang baru. Adapun kedua prosesi di Puput atau di laksanakan dibawah arahan seorang Bhawati atau Pendeta Agama Hindu.

Kesakit hatian Luh Asih yang ditinggalkan Lars selama ini, akibat Lars secara resmi perkawinan di Indonesia telah memiliki istri sah bernama Retno dan dikaurniai 4 anak , namun ketidak puasan mantanya malah berujung di tanggal 18 Oktober 2019, Lars dipanggil ke Unit 1 Reskrim Polres Buleleng untuk pemeriksaan dari Aiptu Gede Santika karena Ni Luh Sukerasih melaporkan Lars ke Polres Buleleng.

Laporan tersebut menyatakan bahwa Ni Luh Sukerasih menuduh bahwa Lars telah melanggar hukum dan harus membayarnya atas kerugian sekitar Rp. 5.000.000,- karena rusaknya (Pelinggih) Jro Gede yang diklaimnya sebagai miliknya.

Menariknya proses penyidikan, Aiptu Gede Santika diungkap Lars, ” pernah mendapat teguran secara tertulis dari OMBUDSMAN Bali pada 8 Februari 2021 karena dianggap melanggar kode etik dan aturan profesi Polri dikarenakan telah menambahkan “atau 156a KUHP” ke dalam BAP tertanggal 9 Desember 2019 Nomor: LP/165/X11/2019 yang mana sebelumnya hanya berisikan pasal 46 KUHP” ungkap Lars.

Lars merasa bahwa BAP yang diserahkan kepada dirinya pada saat menjalani pemeriksaan tanggal 30 Januari dan 30 April 2021 adalah PALSU atau REKAYASA dan digunakan untuk menambahkan bagian “atau 156a KUHP” untuk menjebak Lars seperti halnya kasus Ahok. “Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menahan saya secara paksa tanpa melalui aturan yang berlaku. Terlebih diketahui bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh (Lars-red) beserta dengan barang buktinya telah dihilangkan dari BAP, menyebabkan adanya celah antara apa yang tertulis di BAP dengan apa yang sebenarnya terjadi berbeda” tutur Lars melalui penerjemahnya.

Lagi menurut Lars, Dakwaan Jaksa tertanggal 3 Mei 2021 sebenarnya mengacu pada lokasi yang salah. Begitu pula berdasar kepada anggapan yang salah tentang Ni Luh Sukerasih sebagai pemilik dari properti tersebut. Mengutip jumlah kerusakan yang salah yaitu Rp. 20.000.000,- yang sangat kontras dengan laporan awal Ni Luh Sukerasih pada 16 Oktober 2019 yang hanya sebesar Rp. 5.000.000,-. Juga, merujuk pada klaim palsu bahwa Ni Luh Sukerasih-lah yang membeli Jro Gede padahal pada kenyataannya Jro Gede tersebut sudah ada saat Lars membeli rumah itu dari Ibu Marsini,”beber Lars.

Selanjutnya, Pihak Desa/Adat Desa Kalibukbuk juga telah melakukan klarifikasi pada April 2021 bahwa rumah di Cafe Tiga itu milik Lars dan mereka ada di sana untuk sumbangan proyek jalan baru di daerah tersebut. GS