Keterangan foto: Dialog membahas perihal rencana pembongkaran ‘’Pura’’ di PT Kembar Putra Mekar di Jl. Cargo Permai/MB

Denpasar, (Metrobali.com) –

PHDI menyarankan, karyawan Hindu PT Kembar Putra Mekar  berdana punia untuk beaya ‘’aci-aci’’ Pura di lingkungan perusahaan, yang selama ini rupanya dibeayai perusahaan. Tapi, kalau memang ada punia dari perusahaan dalam bentuk CSR yang sesuai peraturan perundangan, itu bisa diterima dan tidak boleh dihambat juga pengeluarannya. Saran itu diterima baik oleh perwakilan karyawan PT Kembar Putra Mekar yang hadir dalam dialog di kantor bersama PHDI Jl. Ratna Denpasar, Sabtu, 23 Juni lalu. Dialog membahas perihal rencana pembongkaran ‘’Pura’’ di PT Kembar Putra Mekar di Jl. Cargo Permai.

Di akhir dialog, dipastikan bahwa rencana tersebut tidak dilanjutkan setelah adanya delegasi PHDI Kota Denpasar dan PHDI Bali turun langsung ke lokasi perusahaan PT Kembar Putra Mekar di lingkungan Batukandik, Ubung, beberapa waktu lalu. PHDI turun ke lokasi merespon keresahan karyawan Hindu terhadap rencana pembongkaran Pura, karena sudah bertahun-tahun Pura itu menjadi tempat mereka sembahyang.

Dialog dipandu Ketua PHDI Kota Denpasar, Nyoman Kenak, SH, dihadiri Anggota Sabha Walaka PHDI Pusat Wayan Sudirta, SH, Pengurus PHDI Badung Wayan Sukarya, Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora dan pengurus lain seperti Gde Nyoman Nala, Mk. Pasek Swastika, Wayan Sukayasa, Nyoman Kartika Yasa, Made Suarta, Made Arka, dan beberapa karyawan perusahaan tersebut. Disayangkan, pemilik perusahaan dan pengacaranya yang mengkonfirmasi akan hadir memenuhi undangan PHDI Kota Denpasar, tidak mengkonfirmasi pembatalan sama sekali.

‘’Jika memang benar dan kita berharap tidak berubah lagi, hampir klir tidak akan ada pembongkaran. Walau kita sesalkan ketidakhadiran pihak perusahaan yang tanpa konfirmasi. Dari perbincangan dengan beberapa karyawan yang hadir di PHDI, pemilik perusahaan telah berubah sikap tentang keberadaan Pura di areal PT Kembar Putra Mekar. Yang bersangkutan akan mengikuti peraturan maupun kearifan lokal yang sudah ada, karena Pura tersebut sudah ada sejak ayahanda pemilik membangunnya. Pura menjadi tempat sembahyang bagi karyawan Hindu di perusahaan yang memperjakan lebih dari 100 karyawan tersebut,’’ ujar Nyoman Kenak.

Kenak meminta, masalah ini selesai dengan baik, diwarnai sikap saling menghargai dan tidak sampai ada hal yang tak diinginkan terhadap karyawan Hindu yang bekerja di perusahaan tersebut, setelah kasusnya sempat menghebohkan media.

Yadnya Sattwika

Para karyawan menerima baik saran PHDI, agar beaya untuk ‘’aci-aci’’ di Pura sebaiknya berasal dari punia karyawan Hindu. Kalau ada yang kuatir beayanya memberatkan karyawan Hindu, PHDI siap memfasilitasi Jro Mangku selaku pemuput yadnya dengan beaya ringan, tanpa mengurangi esensi Yadnya. Tetapi inti dari meyadnya dalam pelaksanaan aci-aci Pura merupakan tanggung jawab karyawan Hindu.

‘’Agar tidak membebani karyawan, jangan kuatir untuk menghaturkan Yadnya Alit yang Sattwika sesuai Keputusan Sabha Pandita PHDI Pusat,’’ jelas Nyoman Kenak.

Mangku Swastika dari PHDI Bali bahkan menerangkan, di kitab suci tidak disebutkan bahwa yadnya  itu harus besar dan mewah. Intinya, puspam, phalam, toyam, kalau bisanya ngaturang pejati  secara tulus saat piodalan, itu lebih baik dibanding ngaturang banten gede  tapi dengan meminta-minta sumbangan,’’ katanya.

Diingatkan juga bahwa yang memberi pahala lebih besar dari upakara dan bhakti adalah pelayanan yang mencerdaskan manusia, membantu orang miskin dan membutuhkan, membayar utang kepada alam semesta yang telah memberi kehidupan kepada manusia. ‘’Jangan sampai kita beryadnya besar, tetapi luput memperhatikan saudara kita yang miskin dan membutuhkan,’’ katanya.

Sebelumnya beredar informasi, bahwa pemilik perusahaan PT Kembar Putra Mekar berniat membongkar Pura di perusahaan, karena ada rencana membangun garase. Berita itu sempat meresahkan sebagian karyawan Hindu di perusahaan, sampai PHDI Kota Denpasar dan Bali turun ke lokasi untuk mencari informasi.

Editor: Hana Sutiawati