Denpasar (Metrobali.com)-

Satu lagi hasil kreatifitas pengrajin Denpasar meraih penghargaan tingkat Nasional. Adalah I Gst. Made Arsawan salah seorang pengrajin endek asal Desa Penatih Kecamatan Denpasar Timur berhasil menorehkan prestasi gemilang dalam lomba inovator teknologi yang bertajuk Ganesha Innovation Championship Awards (GICA) 2013 yang dilaksnakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (9/2) lalu di di Hotel Le Meridien Jakarta.
Arsawan yang memperkenalkan endek patra hasil ciptaannya berhasil meraih prestasi sebagai inovasi baru dalam tenun ikat Indonesia.  Proses penjurian GICA di ITB sangat ketat dan selektif. Penilaian diawali dengan melakukan presentasi karya inovasi di hadapan para dewan juri. Dari 29 peserta yang masuk nominasi yang terdiri dari para  alumni ITB seluruh Indonesia Arsawan masuk tiga besar. Inovasi Tenun Patra yang diciptakan  Arsawan berhasil sebagai pemenang. Arsawan berhasil menggabungkan teknik tradisional dan modern yang merupakan teknik dan desain tenun berlandaskan kekayaan budaya kriya asli Bali.
Arsawan yang ditemui di kediamannya Jl. Trenggana Penatih Denpasar Timur, Jumat (15/2) mengatakan kain tenun patra yang diminati kalangan menengah ke atas baik di Bali maupun luar Balii. “Kain inovasi ini memang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas dan harganya sepadan dengan kualitas,” kata I Gusti Made Arsawan. Kain endek patra tercipta dari proses kreatif sebagai pengembangan dari motif tenun ikat endek yang umumnya berpola geometris. “Saya mencoba untuk terus mengembangkan tenun endek dengan mencurahkan seluruh kemampuan dalam bidang desain dan seni artistik,” ucapnya.
Setelah melakukan berbagai percobaan muncullah ide untuk mengadaptasi pola baru kain tenun, yakni menggunakan motif pepatraan yang umumnya terdapat pada seni ukir dinding pura, candi, pintu, dan kain prada. Mengingat bentuk motif yang beragam tersebut, maka proses terciptanya sebuah kain tenun patra ini memiliki teknik unik yang tersendiri. Umumnya kain tenun hanya menggunakan teknik ikat, maka kain patra menggunakan cara colek atau lukis. Kendati menggunakan cat dalam proses pewarnaan dan pembentukan motifnya, ketahanan warnanya sama dibandingkan kain tenun endek.
“Hal itu karena dilakukan teknik colek berulang kali hingga mencapai standar ukuran ketahanan kain endek. Cat dipilih yang berkualitas dan tahan lama serta kandungan kimianya masih bisa ditoleransi. Proses yang rumit membutuhkan waktu sekitar dua pekan untuk menghasilkan satu helai kain patra.
“Karena prosesnya yang rumit, maka dalam sebulan hanya mampu dihasilkan 125 lembar,” kata Arsawan yang menekuni usaha tersebut di kawasan Penatih, Kota Denpasar. Motif tenun patra mempunyai kelebihan yang membuatnya berbeda dengan tenun endek karena memiliki tema tersendiri mengenai flora dan fauna. PUR-MB