Foto: Anggota DPRD Tabanan dari Partai NasDem I Gusti Ngurah Sanjaya.

Tabanan (Metrobali.com)-

Anggota DPRD Tabanan dari Partai NasDem I Gusti Ngurah Sanjaya menyoroti banyaknya desa wisata yang mangkrak dan mati suri di Tabanan.

Dari data yang ada, sebanyak 17 dari 26 desa wisata yang tercatat di Dinas Pariwisata Tabanan mati suri. Penyebab desa wisata ini mati suri tidak terlepas dari faktor karena kurangnya inovasi dari pengelola, di samping juga terdampak pandemi Covid-19.

Menurut Ngurah Sanjaya, kondisi itu juga tidak terlepas dari kesalahan mindset dan tata kelola desa wisata yang tidak berbasis pada menggali dan mengangkat potensi desa serta mencipatakan keunikan produk dibandingkan desa wisata lain.

Melainkan seolah-olah desa wisata dibuat hanya agar dapat mengalokasikan dana pemerintah daerah atau dana desa tanpa analisis mendalam dan perencanaan yang matang.

“Desa kebanyakan membuat desa wisata tidak berbasis pada potensi secara optimal. Orientasinya kebanyakan agar bisa memanfaatkan atau mengalokasikan dana karena sekarang trendnya masing-masing desa membuat desa wisata,” kata Ngurah Sanjaya belum lama ini.

Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Tabanan dari Fraksi Partai NasDem ini menilai desa wisata yang ada di Tabanan belum mampu menampilkan keunikan, belum mampu menghadirkan produk unggulan di desa yang bisa dinikmati orang banyak atau wisatawan.

“Kalau bisa, jangan sama dong di setiap desa, harus ada keunikan dan produk unggulan. Ini yang belum digarap secara maksimal sehingga terkesan agak pragmatis sedikit. Kok hanya melihat ada anggaran untuk membuat desa wisata, tapi mestinya berpikir ada potensi dak di desa itu,” kritiknya.

“Kan analisanya harus jalan. Desa A potensinya apa, maka harus dibuat perencanaan maksimal agar orang mau datang mengunjungi desa itu,” sarannya.

Di tengah masa pandemi ini, memang ada trend orang haus jalan-jalan untuk melihat potensi di suatu tempat. “Namun walaupun demikian, kita harus betul-betul mempersiapkan desa kita, berapa ragam produk yang dimiliki suatu desa wisata untuk kita tawarkan kepada orang lain,” ungkap Ngurah Sanjaya

Dia mencontohkan di Tabanan khususnya di Jatiluwih. Saat ini Jatiluwih baru menampilkan pemandangan alam yang diwariskan oleh leluhur.

Ke depan harus dipikirkan bagaimana menindaklanjuti warisan itu sehingga betul-betul menjadi sebuah tempat yang menarik, tidak hanya untuk jalan-jalan tapi untuk mengedukasi masyarakat umum yang belum tahu tentang subak secara menyeluruh. Setiap anggota masyarakat subak wajib tahu detail tentang subak dan memberikan edukasi kepada pengunjung.

“Jadi wisatawan bukan sekedar jalan-jalan tapi edukasi diberikan kepada setiap pengunjung untuk semua objek yang ada. Kalau tidak demikian wisatawan bisa jenuh. Jadi sambil nikmati panorama, wisatawan bisa dapatkan keilmuan yang optimal,” pungkas Ngurah Sanjaya. (dan)