Gerakan Perlawanan Desa Adat Terus Bertambah

Aksi Tolak Reklamasi Kedonganan 01

Ilustrasi–Tolak Reklamasi Teluk Benoa/MB

Gianyar (Metrobali.com)-

Desa Adat kembali bergerak dan menyatakan sikap secara resmi menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa.

Seolah tidak terpengaruh dengan aksi sumpah oleh investor di Pura Besakih yang dilakukan sebelumnya, demikian pula dengan sikap lembaga PHDI dan MUDP yang cenderung netral.  Kali ini, giliran Desa Adat Ketewel yang menggelar peparuman adat pada Rabu (23/2).

Desa adat Ketewel terletak di pesisir Gianyar, terdiri dari 11 Banjar adat. Dalam peparuman yang dilakukan tersebut  menghasilkan keputusan resmi untuk menolak dengan tegas rencana reklamasi Teluk Benoa.

Hal ini dibenarkan oleh Jero Bendesa Adat Ketewel, I Wayan Loci saat dikonfirmasi. “Iya benar, kami baru saja melakukan paruman dan menyatakan dengan tegas  menolak rencana reklamasi Teluk Benoa,” tegasnya.

Paruman yang diikut dari perwakilan masing-masing komponen dan elemen masyarakat ini, seperti Sabha Desa, Kelian Adat, Bendesa Adat, Jero Arah, Jero Mangku dan lainnya melihat reklamasi tersebut sebagai bentuk ancaman. “Kami mengalami abrasi yang luar biasa, ada sekitar 150 meter pesisir kami tergerus karena reklamasi di Serangan, apalagi nantinya di Teluk Benoa dilakukan, kami tegas menolaknya,” ujarnya.

Selain itu, Jero Wayan Loci menambahkan, akibat abrasi yang masif terjadi di daerahnya, bahkan sudah menghilangkan satu pura. “Pura Sang Hyang Aya yang berada di Ketewel pun sudah hilang karena abrasi,” ungkapnya.

Desa Adat Ketewel menambah barisan penolakan dari Desa Adat sebelumnya yang sudah menyatakan sikap menolak rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar, diantaranya 13 desa adat di Kabupaten Badung, 6 di Kota Denpasar, 2 di Kabupaten Karangasem  yang sudah secara resmi menyatakan sikap untuk menolak Reklamasi Teluk Benoa. RED-MB