Denpasar (Metrobali.com) 

 

Desa Adat Intaran bersama Kekal Bali, Frontier Bali, dan Walhi Bali bersurat ke PT. Dewata Energy Bersih perihal mempertanyakan makna atas pernyataan dari PT. Dewata Energy Bersih terkait pemipaan sebelum G20 di Kawasan Tahura Ngurah Rai pada Jumat (22/7/2022).

Dalam berbagai media PT. Dewata Energy Bersih dalam pemberitaannya selalu mengatakan untuk masalah mangrove sudah ada perjanjian yang ketat dengan pihak Tahura, bahwa sebelum G20, pipa hanya lewat 10 meter di bawah lahan Tahura dan tidak menyentuh sama sekali hutan Tahura.

Menanggapi hal tersebut, Made Krisna Dinata selaku Direktur Walhi Bali menjelaskan bahwa pihaknya telah bersurat kepada PT. DEB untuk meminta penjelasan mengenai maksud statmen tersebut. Pihaknya menilai statemen ini justru membuat kami bertanya-tanya serta membenarkan keraguan kami, jika pembangunan Terminal LNG diluar areal Mangrove seperti yang dikatakan Gubernur Bali masih hanya sebatas wacana dan belum final.

Apa sebenarnya makna dari Jika sebelum G20 pipa hanya lewat 10 meter di bawah lahan Tahura dan tidak menyentuh sama sekali hutan Tahura, yang selalu diucapkan di berbagai media oleh Humas PT. DEB selaku pemrakarsa pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove. “Apakah ketika Selesai acara KTT G20 akan dilakukan pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai ?,” Tanya Bokis.

Hal tersebut juga dipertegas oleh Stetmen PT. DEB pada pemberitan-pemberitaan sebelumnya yang dimana PT.DEB sempat mengatakan Dalam perjanjian ketat dengan Tahura, jika ada lahan mangrove yang dipakai, maka itu harus diganti 2 kali lipat luas penggantiannya.

Pihaknya menduga bahwa wacana mengenai tidak dibangunnya Terminal LNG di areal Mangrove seperti yang dikatakan Gubernur Wayan Koster termasuk PT. Dewata Energy Bersih dalam berbagai klarifikasinya hanyalah sebuah upaya untuk mengulur waktu guna menyembunyikan pembangunan Proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove dari Presiden Joko Widodo dan Peserta KTT G20. “Sebab Mangrove Tahura Ngurah Rai akan menjadi icon dan ada Show Case dalam acara KTT G20 tersebut terkait komitmen Indonesia dalam Perubahan Iklim oleh Presiden Joko Widodo,” Tandas Krisna Bokis.

Anak Agung Arya Teja selaku Kelihan Banjar Gulingan Desa Adat Intaran yang hadir pada konferensi pers tersebut juga mempertanyakan makna statmen dari PT. Dewata Energy Bersih terkait pemipaan yang akan dilakukan sebelum G20 tersebut sebab diketahui Presiden Joko Widodo memiliki misi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros Mangrove dunia melalui Restorasi Mangrove seluas 600 ribu hektar di Indonesia. “Hal ini pastinya akan sangat bertolak belakang dengan agenda pemerintah Indonesia dalam menjadikan Mangrove sebagai Show Case, sebab disatu sisi ada proyek Pembangunan Terminal LNG yang akan membabat Mangrove” tungkasnya.

Arya Teja juga menegaskan jika memang statmen Gubernur Bali Wayan Koster serius dan benar maka pihaknya menuntut agar Gubernur Koster mencabut berbagai izin yang sebelumnya dikeluarkan terkait pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove serta memberikan pernyataan tertulis yang terjamin kepastian hukumnya. Belum lagi Izin-izin yang menjustifikasi pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove yang sampai detik ini masih dimiliki oleh PT. Dewata Energy Bersih dan belum dicabut. “Jika memang benar apa yang dikatakan Gubernur Koster maka segeralah cabut berbagai izin yang sebelumnya dikeluarkan terkait pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove,” Tegasnya.

Terakhir, A.A. Gede Surya Sentana dari Fontier Bali berharap kepada pihak PT. Dewata Energy Bersih agar menanggapi serta menindaklanjuti Surat Terbuka yang dikirimkan pada Jumat, 22 Juli 2022 oelh Desa Adat Intaran, KEKAL Bali, Frontier Bali dan WALHI Bali yang diterima oleh I Wayan Sira selaku Manager Umum Perumda. “Kami berharap agar pihak PT. DEB segera menanggapi dan menindaklanjuti surat yang kami kirimkan terhitung paling lambat 3 hari sejak surat ini kami kirimkan,” pungkasnya. (RED-MB)