air minum 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Berbagai daerah yang telah membuat peraturan daerah terkait sistem penyediaan air minum perlu meninjau kembali peraturan tersebut setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

“Pembatalan keseluruhan UU Sumber Daya Air (UU SDA) oleh MK berimplikasi serius pada berbagai peraturan daerah (perda) maupun peraturan bupati/walikota (perbup/perwali) yang telah dibuat sebelumnya,” kata Ketua Pusat Kajian Konstitusi dan Pancasila Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya, Victor Imanuel Nalle, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Juma (20/2)t.

Saat ini, ujar dia, terdapat ratusan kabupaten/kota telah atau sedang menyusun peraturan tentang sistem penyediaan air minum (SPAM) dengan mengacu pada UU Sumber Daya Air.

Ia mengungkapkan bahwa permasalahannya adalah berbagai perda maupun perbup/perwali tersebut memberikan kesempatan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Kesempatan bagi pihak swasta diberikan karena berbagai peraturan tersebut mengacu pada UU SDA maupun peraturan pelaksananya, yaitu PP No. 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Padahal, dalam putusannya, MK secara tegas menyatakan bahwa prioritas utama dalam pengusahaan air diberikan kepada BUMN atau BUMD.

“Pengusahaan air oleh swasta bertentangan dengan semangat hak penguasaan oleh negara atas air sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945,” ujarnya.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa sejak UU Sumber Daya Air dibatalkan, maka berbagai peraturan di daerah menyangkut SPAM telah kehilangan landasan yuridisnya.

Oleh karena itu, setiap daerah yang telah memiliki atau sedang menyusun perda maupun perbup/perwali tentang SPAM harus meninjau ulang dan menyesuaikannya dengan UU No 11/1974 tentang Pengairan yang diberlakukan kembali pascaputusan MK.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh isi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (18/2).

Mahkamah menilai bahwa UU SDA tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Adapun enam prinsip dasar tersebut adalah pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air, sepanjang pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat di atas diperoleh langsung dari sumber air. AN-MB